Wanita Korban Narkoba Curhat ke Komisi III DPR soal Pelecehan Saat Ditangkap

Matius Alfons - detikNews
Senin, 19 Sep 2022 14:15 WIB
RDPU di Komisi III DPR (Screenshot YouTube DPR)
Jakarta -

Komisi III DPR RI menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Persaudaraan Korban NAPZA Indonesia (PKNI) terkait revisi UU Narkotika. Salah satu korban bercerita pengalamannya saat dia ditangkap.

Hal itu disampaikan salah satu korban narkoba yang juga Divisi Perempuan PKNI, Belinda, dalam RDPU di ruang rapat Komisi III DPR, gedung DPR/MPR, Senin (19/9/2022). Belinda awalnya berbicara soal alasan PKNI memperjuangkan aspek gender masuk ke revisi UU Narkotika.

"Kenapa saya sangat memperjuangkan aspek gender untuk masuk di amendemen, revisi UU, karena banyak pasal-pasal yang memang alpa terhadap isu keperempuanan. Khususnya perempuan pengguna NAPZA," kata Belinda di depan para anggota Komisi III DPR RI.

Belinda menceritakan pengalamannya saat ditangkap ketika menggunakan narkoba 2 tahun lalu. Dia mengaku ditangkap saat berada di rumah.

"Saya memang baru 2 tahun lalu tertangkap, tertangkap tangan di rumah saya. Kemudian, saya berat sih sebenarnya saya ceritakan ini, sebenarnya mengembalikan crime scene memang berat karena traumanya belum selesai," jelasnya.

Dia mengatakan diminta membuka baju di depan aparat penegak hukum. Dia mengatakan saat itu tidak ada polisi wanita atau polwan yang ikut dalam penangkapan tersebut.

"Negara harusnya memberikan tindakan tegas pada aparat penegak hukum yang melakukan pelecehan atau kekerasan verbal serta psikis terhadap perempuan pengguna NAPZA. Penangkapan yang dilakukan di depan keluarga atau anak saya sendiri menurut saya tidak manusiawi dan penangkapan yang tidak dilakukan oleh polwan atau polisi wanita, yang mana saya harus membuka, mengganti baju di depan mereka. Menurut saya, tidak adil bagi seorang perempuan pengguna NAPZA," ujarnya sambil terisak.

Dia mengatakan proses hukum harus mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Menurutnya, penangkapan terhadap dirinya menyebabkan trauma kepada anaknya.

"Walaupun memang saya menggunakan NAPZA, saya tertangkap tangan memiliki NAPZA. Namun hal itu sepatutnya tidak saya alami, karena proses hukum yang saya terima harusnya mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan gitu. Artinya, ada harga yang harus dibayar, trauma saya, trauma keluarga saya, trauma anak-anak saya dan akhirnya saya menjadi unfit parent atau seorang ibu yang tidak layak untuk mengurus anak-anaknya ketika mengurus proses perceraian karena di pengadilan juga ada klausul yang menyatakan bahwa seorang pengguna NAPZA itu masuk dalam kategori pesakitan yang tidak layak mengurus anaknya," ujar Belinda.

"Jadi kenapa saya sangat ingin ada perspektif gender atau harapannya amandemen UU Narkotika juga tidak lupa memasukkan isu isu perempuan yang mana ber-impact pada anak dan keluarganya," lanjut dia.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.




(maa/haf)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork