PBNU merespons adanya penolakan warga terkait pendirian gereja di daerah Cilegon, Banten. Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur) memberikan beberapa catatan.
Gus Fahrur mengatakan perlunya Kementerian Agama (Kemenag) mengklarifikasi syarat pendirian rumah ibadah. Dia juga meminta pemerintah setempat untuk mempelajari latar belakang dari penolakan itu.
"Perlu diklarifikasi oleh pihak Kemenag apakah usul pendirian gereja tersebut sudah memenuhi syarat pendirian rumah ibadah sebagaimana SKB 2 menteri," kata Fahrur ketika dihubungi, Jumat (9/9/2022).
"Pihak pemerintah wali kota atau wakil wali kota perlu mempelajari dan menjelaskan proses usulan pendirian gereja sesuai aturannya," lanjutnya.
Lalu dia mengusulkan adanya dialog melalui forum kerukunan antarormas keagamaan. Hal ini untuk mengetahui secara jelas aspek historis masa lalu supaya ditemukan titik temu.
"Dilakukan dialog melalui forum kerukunan umat beragama Cilegon dan ormas-ormas keagamaan agar terjadi kesepakatan yang harmonis mengingat aspek historis masa lalu saat pemerintahan kolonial Belanda merobohkan menara masjid Cilegon, sehingga lahir gerakan pemberontakan Geger Cilegon," ujar Gus Fahrur.
Selain itu, dia juga meminta Kemendagri untuk mengkaji lebih dalam terkait SK Bupati Serang tahun 1975. Sebab, SK tersebut dijadikan dasar warga menolak pendirian gereja.
"Dilakukan kajian hukum oleh Kemendagri terhadap keputusan Bupati Serang pada 1975," ucapnya.
Pendirian Gereja di Cilegon Ditolak Warga
Sebelumnya, sejumlah orang yang menamakan diri Komite Penyelamat Kearifan Lokal Kota Cilegon menolak pendirian gereja di Cilegon, Banten. Mereka menuntut anggota DPRD dan Wali Kota Cilegon untuk menegakkan peraturan daerah terkait pendirian rumah ibadah selain masjid.
Lihat video 'Heboh Walkot Cilegon Tanda Tangani Spanduk Tolak Pendirian Gereja':
Selengkapnya di halaman berikut:
(eva/jbr)