Jaksa mengajukan kasasi kasus investasi alat kesehatan (alkes) bodong terhadap Kevin Lime dengan tuntutan 3 tahun 10 bulan. Sebab, Kevin divonis lepas. Atas kasasi itu, kuasa hukum Kevin Lime menghormatinya.
"Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana "melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan, dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat utang atau menghapus piutang" sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 378 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan pertama. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Kevin Lime dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan 10 (bulan) dikurangi masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa," demikian bunyi memori kasasi jaksa yang dikutip detikcom, Jumat (9/9/2022).
Salah satu alasan kasasi adalah foto-foto tersebut dijadikan oleh Terdakwa yang seakan-akan perusahaan telah memiliki kerja sama pengadaan alkes dengan pihak-pihak tersebut.
"Akan tetapi, berdasarkan fakta persidangan, Terdakwa tidak mempunyai kerja sama atau kontrak pekerjaan pengadaan barang berupa masker ataupun alkes lainnya dengan pihak mana pun," urai jaksa.
Saat dihubungi terpisah, kuasa hukum Kevin Lime, Rony Hutahahean, menyatakan mengapresiasi putusan lepas yang dijatuhkan PN Jakut.
"Kami mengapresiasi putusan majelis hakim PN Jakut. Kami menghargai upaya yang dilakukan kejaksaan dan kami menunggu memori kasasinya dan akan mengajukan kontrakasasi," kata Rony.
Rony berkeyakinan kliennya tidak bersalah karena hubungan kliennya dengan pelapor adalah hubungan keperdataan sehingga tidak bisa dipidanakan. Hal itu diperkuat dengan pengakuan utang pelapor dalam permohonan kasus permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
"Karena pelapor mengajukan gugatan perdata sampai dua kali (PKPU) dan di dalam gugatannya, hubungan hukum timbul akibat utang piutang yang telah jatuh tempo," ujar Rony.
Rony juga menyatakan kliennya tidak melakukan usaha fiktif. Sebab, di persidangan telah dihadirkan bukti 3.400 boks alkes.
"Jadi kami tidak bisa menilai itu fiktif," ucap Rony.
Selain itu, aset kliennya yang disita mencapai Rp 72 miliar. Sedangkan utang yang dipermasalahkan Rp 42 miliar.
"Maka ada kemampuan melakukan pembayaran atas aset yang disita. Dari bulan Februari-November 2021 sudah melakukan pembayaran termasuk pelapor. Kami menyajikan itu sebagai alat bukti, tak satu pun yang setuju Kevin dihadapkan sebagai terdakwa. Mereka (investor lainnya) ingin melanjutkan pembayaran karena dari Februari sampai November tidak pernah telat pembayaran," tegas Rony.
Sebagaimana diketahui, kasus bermula saat Kevin Lime menawarkan investasi pengadaan alasan kesehatan (alkes) untuk alat pelindung diri (APD) COVID-19 pada 2021. Kevin Lime menawarkan keuntungan 37 persen kepada investor. Tawaran ini menggiurkan dan banyak orang yang tertarik berinvestasi.
Kepada korban, Kevin Lime mengaku sedang bekerja sama dengan instansi pemerintah terkait pengadaan alkes. Belakangan, para investor merasa ditipu dan melaporkan kasus itu ke Mabes Polri. Atas laporan itu, Kevin Lime ditahan sejak 21 Januari 2021 hingga dilepaskan oleh PN Jakut pada 23 Agustus 2022.
"Berdasarkan hasil penyelidikan diketahui bahwa KL tidak pernah ada project terkait pengadaan alkes untuk tender-tender di pemerintahan maupun swasta," ucap kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Gatot Repli.
Kevin Lime kemudian ditahan dan diadili. Jaksa mendakwa menilai Kevin telah melakukan sejumlah perbuatan penipuan dan penggelapan. Jaksa lalu menuntut terdakwa 3 tahun 10 bulan penjara. Ternyata majelis hakim berkata lain.
"Menyatakan terdakwa Kevin Lime tersebut di atas terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan tindak pidana. Melepaskan Terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum," demikian bunyi putusan majelis PN Jaku.
Duduk sebagai ketua majelis Suratno serta anggota Rudi Fahruddin Abbas dan Denny Riswanto. Majelis menilai kasus tersebut adalah kasus perdata.
"Oleh karena telah memberikan persetujuannya, menurut majelis hakim telah terjadi persesuaian kehendak antara saksi dengan Terdakwa untuk mengikatkan diri dalam kerja sama suntik modal yang ditawarkan oleh Terdakwa, sehingga antara saksi dan Terdakwa terikat pada kesepakatan tersebut (asas pacta sunt servanda)," ucap majelis.
Simak juga 'Investasi Bodong Alkes, Pelaku Catut Nama Kemenkes buat Gaet Korban!':
(asp/zap)