Pengacara Surya Darmadi, Juniver Girsang, mempertanyakan dakwaan jaksa terhadap kliennya dalam kasus dugaan korupsi lahan sawit PT Duta Palma di Kabupaten Indragiri. Juniver menyoroti perhitungan kerugian negara dalam kasus itu berubah-ubah.
Mulanya Juniver mengungkap reaksi Surya Darmadi saat mendengar hitungan kerugian jaksa dalam kasus ini berubah-ubah. Juniver menyebut kliennya itu kaget saat tahu kerugian negara kasus ini awalnya Rp 78 triliun.
"Kemudian, klien ini kaget, hitungan kerugian yang berubah-ubah. Pertama ada yang mengatakan Rp 60 (triliun), terakhir Pak Jaksa Agung Rp 78 triliun," kata Juniver seusai sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (8/9/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak lama setelah itu, kata Juniver, Surya Darmadi juga kembali dikagetkan oleh hitungan kerugian negara jaksa menjadi Rp 104 triliun. Kemudian, pada hari ini, kata Juniver, kliennya justru didakwa merugikan negara Rp 86 triliun.
"Kemudian, dua minggu sebelum dilimpahkan, dikatakan Rp 104 triliun, tadi klien mengatakan dalam persidangan disampaikan ke majelis hakim bahwa surat dakwaan ini kok tipis, artinya dia mau katakan kalau Rp 78 triliun, cukup ini, tapi ada yang Rp 104 triliun, ke mana lagi perginya? Kok bisa hilang dugaan korupsi yang dikatakan Rp 104 triliun. Ini yang dikatakan ini kami juga agak terganggu sama pertanyaan ini," katanya.
Juniver menyebut, dalam surat dakwaan, kerugian negara yang dicantumkan nilainya hanya Rp 4,7 triliun. Juniver mengatakan pihaknya akan melakukan pengujian terkait total kerugian yang didakwa jaksa kepada kliennya.
"Dari data yang diperoleh dari dakwaan sebetulnya kerugian negara hanya Rp 4,763 triliun. Itulah perhitungan yang dikatakan dari BPKP. Nanti kami akan uji kerugian itu timbulnya dari mana," ujarnya.
Juniver menyebut Surya Darmadi juga sempat mengaku setengah gila karena mendengar dakwaan jaksa yang menyebut kerugian negara yang ditimbulkan Rp 74 triliun.
"Kemudian perekonomian negara yang dikatakan Rp 74 triliun, itu dia setengah gila dengarnya. Hitungan itu dari mana? Kemudian beliau memang terus terang saja sudah menguasai lahan ini sejak 2003, kemudian sudah kelola, memperkerjakan sampai hari ini karyawan itu 23 ribu, lantas tanggung jawabnya di perusahaan itu kalau kali 4 setiap keluarga itu hampir 80 ribu orang yang harus dihidupi," katanya.
Penjelasan Kejagung
Jumlah kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara turun di dalam surat dakwaan Surya Darmadi karena direvisi. Dari sebelumnya Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan jumlah kerugian perekonomian negara sekitar Rp 104,1 triliun, kini di dalam dakwaan menjadi Rp 86,5 triliun.
Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan ada revisi dalam perhitungan jumlah kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara. Menurut Ketut, yang benar jumlah kerugian keuangan negara hasil revisi Rp 86,5 triliun seperti di surat dakwaan.
"Yang benar di surat dakwaan, karena itu hasil revisi perhitungan ahli," kata Ketut, saat dihubungi, Kamis (8/9).
Namun ia tidak merinci kapan revisi hasil perhitungan ahli itu disampaikan ke penyidik. Ia mengatakan, perhitungan keuangan negara hasil revisi disampaikan di dalam surat dakwaan Surya Darmadi.
"Bukan berbeda, tapi dilakukan revisi oleh ahli perekonomian dan keuangan negara, akibat adanya double item perhitungan," ujar Ketut.
Sebelumnya, penyidik Kejagung menyampaikan total kerugian keuangan negara dan perekonomian negara di kasus Surya Darmadi mencapai Rp 104,1 triliun. Adapun Rp 104,1 triliun itu merupakan penjumlahan dari kerugian keuangan negara sekitar Rp 4,9 triliun dan kerugian perekonomian negara sebesar Rp 99,2 triliun.
Namun, dalam surat dakwaan, Surya Darmadi didakwa merugikan keuangan negara sekitar Rp 86,5 triliun akibat kerusakan hutan yang dilakukan oleh sejumlah perusahaannya. Kerugian itu didapatkan karena negara tidak menerima pendapatan pekerjaan perusahaan Surya dan terjadinya kerusakan hutan.
"Keseluruhan rangkaian perbuatan yang dilakukan terdakwa bersama-sama dengan Raja Thamsir Rachman mengakibatkan: 1. Negara tidak memperoleh haknya berupa pendapatan dari pembayaran Dana Reboisasi (DR), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Sewa Penggunaan Kawasan Hutan. 2. Terjadi kerusakan lingkungan karena terdakwa tidak melaksanakan pengendalian pencemaran dan pengelolaan lingkungan hidup," kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/9).
(whn/yld)