Perspektif

Apa Efek Politik bagi Jokowi dan Koalisinya Jika Harga BBM Naik?

Danu Damarjati - detikNews
Jumat, 02 Sep 2022 19:03 WIB
Ilustrasi. Presiden Jokowi dan para pemimpin parpol (Foto: dok. Istimewa)
Jakarta -

Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Bila kenaikan harga BBM ini berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat, partai politik (parpol) propemerintah Jokowi berisiko kehilangan simpati publik pada Pemilu 2024.

Direktur Eksekutif Indo Strategic Akhmad Khoirul Umam menyoroti dampak langsung dari kenaikan harga BBM, yakni inflasi dan kenaikan harga-harga bahan pokok. Realitas ekonomi itu bakal berpengaruh pada realitas politik, tentu saja.

"Jika itu terjadi, tingkat kepuasan publik pada pemerintah berpotensi terjun bebas," kata Umam, yang juga dosen di Universitas Paramadina, Jumat (2/9/2022).

Dunia usaha juga bakal kecewa terhadap pemerintah karena kenaikan harga BBM akan meningkatkan biaya produksi usaha mereka. Bila elemen buruh turut kompak memprotes, stabilitas menjadi terganggu. Parpol-parpol pendukung pemerintah bisa kena getahnya.

"Pada level tertentu juga bisa berpengaruh terhadap menurunnya elektabilitas partai-partai pendukung pemerintah," kata Umam.

Ahmad Khoirul Umam (Foto: dok. Ahmad Khoirul Umam)

Kondisi ekonomi yang lesu akibat kenaikan harga BBM bakal menjadi bahan gorengan parpol-parpol nonpemerintah untuk menggaet kepercayaan publik. "Senjata bagi partai-partai oposisi untuk mendelegitimasi kredibilitas kinerja pemerintah," kata Umam.

Tak Akan Berbahaya

Pakar politik dari CSIS punya amatan berbeda. Kenaikan harga BBM dinilai tidak akan berakibat terlalu berat bagi sektor politik.

"Dugaan saya, konsekuensi politiknya tidak akan terlalu berbahaya," kata Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes saat dihubungi detikcom secara terpisah.


Prediksi itu terlihat lewat kondisi politik saat ini. Tidak seperti pemerintahan sebelumnya, pemerintahan Jokowi saat ini didukung oleh mayoritas fraksi partai politik (parpol) di DPR. Jadi para wakil rakyat tak akan bergejolak menyambut kenaikan harga BBM.

"Kalaupun ada suara-suara penolakan, penolakan itu bakal berasal dari partai nonkoalisi, seperti PKS atau Partai Demokrat. Namun, karena jumlah kursinya tidak banyak, tentu tidak akan mengakibatkan gangguan," kata Arya.

Arya Fernandes dari CSIS (Ari Saputra/detikcom)

Itu kalau dari wakil rakyat. Bagaimana kalau dari rakyat itu sendiri? Protes dari rakyat atau publik dinilai Arya tak bakal terlalu masif. Soalnya, Bantuan Langsung Tunai (BLT) dalam rangka kenaikan BBM sudah dikucurkan, yakni Rp 600 ribu untuk empat bulan.

"Pemerintah sudah menggelontorkan dana yang pasti triliunan rupiah sebagai dampak kenaikan harga BBM. Kritik publik sepertinya tak akan berlangsung lama," kata Arya.

Selain itu, pemerintahan Jokowi sudah berpengalaman mengeksekusi kebijakan tidak populer. Contohnya, pengesahan Revisi Undang-Undang KPK yang tetap gol meski menuai banyak penolakan publik. Ada pula UU Cipta Kerja yang disahkan meski banyak demonstrasi yang menentang omnibus law itu.

"Jadi dari sisi pengalaman, pemerintah sudah beberapa kali berhasil mengelola kebijakan yang tidak populer," kata dia.

Suasana Pertamina 54.801.39 atau SPBU Kamboja, Denpasar, Bali, Kamis (1/9/2022). (Ni Made Lastri Karsiani Putri/detikBali)

Publik juga dinilainya mampu menerima alasan kenaikan BBM, yakni duit rakyat yang dikelola pemerintah sudah terlalu banyak tercurah untuk subsidi BBM. Pemerintah menyiapkan anggaran subsidi dan kompensasi BBM dan listrik hingga Rp 502 triliun dan diperkirakan naik mencapai Rp 698 triliun. Hal ini sebagai imbas melonjaknya harga energi dan pangan, yang dipicu perang Rusia-Ukraina.

Dilansir detikJateng, pengamat sosial UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra menilai penyesuaian harga BBM tidak dapat dihindarkan. Penyesuaian harga itu justru untuk menghindari dampak negatif yang lebih besar, termasuk risiko bangkrutnya APBN. Dia punya saran agar masyarakat tidak terkejut dengan harga BBM yang naik.

"Saya usulkan kenaikannya jangan sekaligus agar tidak terasa. Kalau naiknya langsung, banyak nanti masyarakat yang terkejut," kata Azyumardi dalam diskusi virtual Moya Institute bertajuk 'APBN Tertekan: Subsidi BBM Solusi atau Solusi', Jumat (2/9).

Simak juga video 'Ternyata Ini Alasan Harga Bensin di Shell Lebih Mahal dari Pertamina':






(dnu/tor)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork