Penjelasan KPK soal LHKPN Rektor UI Naik Rp 35 M

ADVERTISEMENT

Penjelasan KPK soal LHKPN Rektor UI Naik Rp 35 M

Muhammad Hanafi Aryan - detikNews
Kamis, 01 Sep 2022 10:16 WIB
Rektor Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro (YouTube BNPB)
Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro (YouTube BNPB)
Jakarta -

Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN milik Rektor Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro sempat menjadi sorotan lantaran naik Rp 35 miliar dalam waktu tiga tahun. Lantas bagaimana penjelasan KPK terkait LHKPN Ari Kuncoro?

Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding menjelaskan sejatinya LHKPN merupakan self-assessment penyelenggara negara (PN) atau pihak yang masuk kategori wajib lapor (WL). Laporan itu dikirimkan ke KPK sebagai salah satu instrumen pencegahan korupsi.

"Sebagai salah satu instrumen penting dalam pencegahan korupsi, LHKPN mendorong transparansi, akuntabilitas, dan kejujuran para penyelenggara negara," kata Ipi Maryatai Kuding kepada wartawan, Kamis (1/9/2022).

Ipi menegaskan jumlah harta yang dilaporkan oleh pihak wajib lapor tidak mutlak jadi indikator pihak tersebut melakukan tindak pidana korupsi. Sehingga, LHKPN yang diumumkan tersebut tidak bisa membuktikan bahwa harta kekayaan tersebut berkaitan dengan tindak pidana.

"LHKPN yang telah diumumkan di situs e-LHKPN juga tidak dapat dijadikan dasar oleh penyelenggara negara atau pihak mana pun untuk menyatakan bahwa harta kekayaan tersebut tidak terkait tindak pidana," jelas Ipi.

Adapun terkait fluktuasi harta dalam LHKPN, kata Ipi, merupakan hal yang memungkinkan untuk terjadi. Ipi menyebut ada sejumlah faktor yang menyebabkan bertambah atau berkurangnya harta dalam LHKPN.

"Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan harta kekayaan seperti terjadinya apresiasi nilai aset karena kenaikan harga pasar. Misalnya, terkait aset tanah karena terjadi kenaikan NJOP," ungkapnya.

Selain itu, Ipi menyebut dinamika LHKPN juga terjadi akibat adanya proses jual-beli, hibah, waris, atau hadiah. Atau ada harta yang belum sempat dilaporkan oleh pihak pelapor sebelumnya.

"Bisa juga karena penambahan aset karena adanya jual-beli, hibah, waris, atau hadiah; atau penjualan aset dengan harga di atas harga perolehan; pelunasan pinjaman; atau karena ada harta yang tidak dilaporkan pada pelaporan sebelumnya," tutur Ipi.

Sebaliknya, Ipi menyebut harta tersebut dapat berkurang lantaran sejumlah faktor. Di antaranya depresiasi nilai aset akibat sejumlah hal hingga penambahan nilai utang.

"Penyebabnya di antaranya terjadi depresiasi nilai aset karena turunnya harga pasar atau penyusutan aset; penjualan aset dengan harga di bawah harga perolehan; pelepasan aset karena rusak atau dihibahkan; penambahan nilai utang; atau karena ada harta yang telah dilaporkan sebelumnya tetapi tidak dilaporkan kembali," ucap Ipi.

Dalam kesempatan itu, Ipi juga menyebut LHKPN sebagai instrumen pencegahan korupsi bukan hanya tanggung jawab KPK. Menurutnya, kejujuran penyelenggara negara dan peran aktif masyarakat juga jadi faktor keberhasilan LHKPN sebagai salah satu upaya pencegahan korupsi.

Oleh sebab itu, dia mengajak masyarakat mengawasi harta kekayaan para penyelenggara negara. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan informasi yang dapat dilihat di situ e-LHKPN.

"KPK mendorong peran aktif masyarakat dalam mengawasi harta kekayaan para penyelenggara negara dan pejabat publik dengan memanfaatkan informasi yang tersedia pada situs elhkpn.kpk.go.id," tutup Ipi.

Simak selengkapnya pada halaman berikut.

Saksikan juga 'Jejak Ari Kuncoro, Ditunjuk Jadi Wakil Komisaris Utama BRI hingga Mundur':

[Gambas:Video 20detik]





ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT