Tembus Rp 100 T Lebih Negara Rugi dari Kasus Korupsi Surya Darmadi

Tembus Rp 100 T Lebih Negara Rugi dari Kasus Korupsi Surya Darmadi

Tim detikcom - detikNews
Selasa, 30 Agu 2022 22:02 WIB
Jaksa sita uang kasus Surya Darmadi
Jaksa Sita Uang terkait Kasus Surya Darmadi (Foto: Adrial Akbar/detikcom)
Jakarta -

Kerugian negara akibat kasus dugaan korupsi lahan sawit PT Duta Palma Group di Indragiri Hulu mencapai angka yang fantastis. Jumlah kerugian negara memecahkan rekor dan kini totalnya menembus Rp 104,1 triliun.

Hal itu disampaikan Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah dalam konferensi pers di kantornya, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Selasa (30/8/2022). Kerugian negara senilai Rp 104,1 triliun itu diketahui meningkat dari perhitungan sebelumnya.

"Jadi awal penyidik menyampaikan nilai kerugian negara mencapai Rp 78 triliun. Sekarang sudah pasti hasil perhitungan yang diserahkan pada penyidik dari BPKP dari ahli auditor kerugian negara sebesar Rp 4,9 triliun (untuk keuangan), untuk kerugian perekonomian negara senilai 99,2 triliun, sehingga nilai ini ada perubahan dari awal penyidik temukan senilai Rp 78 triliun," kata Febrie.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adapun Rp 104,1 triliun itu merupakan penjumlahan dari kerugian keuangan negara sekitar Rp 4,9 triliun dan kerugian perekonomian negara sebesar Rp 99,2 triliun.

Dalam kasus itu ada 2 tersangka yang dijerat Kejagung yaitu R Thamsir Rachman selaku mantan Bupati Indragiri Hulu dan Surya Darmadi sebagai pemilik PT Duta Palma. Jaksa Agung ST Burhanuddin saat itu mengatakan angka Rp 78 triliun itu diduga diakibatkan perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan Thamsir pada saat menjabat Bupati Indragiri Hulu. Saat itu, menurut Burhanuddin, Thamsir telah menerbitkan izin lokasi dan izin usaha perkebunan di kawasan Indragiri Hulu seluas 37.095 hektare kepada lima perusahaan.

ADVERTISEMENT

Cara Kejagung Hitung Kerugian Negara

Jampidsus Febrie Adriansyah sebelumnya pernah memaparkan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR bila komponen penghitungan itu terbagi menjadi 2 yaitu kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara. Menurut Febrie, dalam suatu kasus korupsi seharusnya diperhitungkan pula mengenai potensi-potensi penerimaan negara yang hilang lantaran terjadinya korupsi.

"Bahwa sekarang Kejaksaan tidak lagi hanya memakai instrumen kerugian negara tetapi sudah mencoba membuktikan kerugian perekonomian negara. Ini cakupannya lebih luas seperti hak untuk negara juga dihitung," kata Febrie dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Selasa (30/8).

Untuk memperkuat argumentasi terkait penghitungan itu, jaksa menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau BPKP. Selain itu para ahli di bidang masing-masing turut dilibatkan oleh jaksa.

"Dari BPKP dari ahli auditor itu kerugian keuangan negara senilai Rp 4 triliun ya (rincinya) Rp 4,9 triliun, untuk kerugian perekonomian negara senilai Rp 99,2 triliun," kata Febrie.

Jika dijumlah, total kerugian negara imbas kasus korupsi Surya Darmadi sekitar Rp 104,1 triliun. Jumlah ini mengalami peningkatan dari perkiraan sebelumnya sebesar Rp 78 triliun.

Di tempat yang sama Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi, Agustina Arumsari, menyebut ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam menghitung total kerugian negara. Apa saja?

"Tentu saja seluruh proses-proses fakta-fakta yang ditemukan oleh penyidik ini secara langsung dan secara tidak langsung memberikan dampak bagi keuangan negara maupun perekonomian negara," ujar wanita yang karib disapa Sari itu.

Dijelaskan bahwa dalam pengelolaan aset negara, ada hak negara di dalamnya. Dalam kasus Surya Darmadi, aspek itu yang membuat negara rugi karena tidak mendapat hak pemanfaatan lahan negara.

"Penyimpangan yang dilakukan menimbulkan dampak tidak diperolehnya hak negara atas pemanfaatan hutan antara lain dalam bentuk dana reboisasi sumber daya hutan dan seterusnya," ujar Sari.

Lebih lanjut, biaya pemulihan kerusakan hutan juga menambah total kerugian yang diterima negara. Sebab, negara harus menanggung proses pemulihan lahan yang rusak.

"Jika seluruh angka tadi, dari kami para ahli yang sudah berkolaborasi, seluruh kerugian dari sisi perekonomian negara terhitunglah sebesar Rp 99,34 triliun kerugian perekonomian negara," ucap Sari.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya


Tanggapan Pihak Surya Darmadi

Total kerugian negara sekitar Rp 104,1 triliun yang disampaikan Kejagung itu lantas mendapat tanggapan dari pengacara Surya Darmadi, Juniver Girsang. Dia menilai jumlah hasil perhitungan BPKP itu tidak sesuai dengan permasalahan korupsi yang menimpa kliennya.

"Perhitungan yang dimaksud kita confirm ke klien (Surya Darmadi), sangat tidak masuk akal, aset yang di permasalahkan yaitu lahan dimaksud maksimal hanya Rp 5 triliun. Bagaimana bisa dinyatakan kerugian Rp 78 triliun apalagi sekarang jadi Rp 104 T," kata Juniver kepada wartawan, Selasa (30/8).

Juniver menyebut, jika kliennya memiliki uang sebanyak itu, lebih baik ia tidak ikut persidangan. Surya Darmadi akan lebih memilih menikmati saja hasil korupsinya.

"Klien menyatakan kalau ada uang sampai segitu, untuk apa dia datang ikut proses hukum, dia menikmati saja 12 turunan," ujar Juniver.

Juniver menyebut akan menguji hasil temuan Kejagung bersama BPKP. Ia ingin penghitungan total kerugian negara itu dibuka secara transparan.

"Oleh karenanya agar transparan, clear nanti kita uji di pengadilan. Malahan klien sampaikan kalau ada kerugian segitu 'lebih besar lagi keuntungan saya' dan 'saya harusnya terkaya di Indonesia maupun Asia," pungkas Juniver.

Total Aset Disita

Kejagung juga telah menyita sejumlah aset tersangka kasus korupsi lahan sawit Surya Darmadi senilai Rp 17 triliun. Aset-aset Surya Darmadi kini sedang dalam proses penilaian atau taksiran harga.

"Nilai total aset dan uang sebesar Rp 17.048.527.692.119," kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulis, Selasa (30/8).

Adapun Rp 17 triliun itu merupakan total dari jumlah uang yang disita sebanyak Rp 5.123.189.064.978 (triliun) dan total nilai aset yang telah disita dan dinilai hingga kini sebesar Rp 11,7 triliun.

Berikut ini rincian keenam aset yang nilainya telah ditaksir oleh tim appraisal:

1. 40 bidang tanah yang tersebar di Jakarta, Riau, Jambi dan Kalimantan Barat;
2. 6 pabrik kelapa sawit di Jambi, Riau dan Kalimantan Barat;
3. 6 gedung yang berlokasi di Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat;
4. 3 apartemen di Jakarta Selatan;
5. 2 hotel di Bali;
6. 1 unit helikopter;

"Adapun 6 aset di atas bernilai kurang lebih sebesar Rp 11,7 triliun," kata Ketut.

Selain itu, tim penyidik telah menyita uang yang tersebar di beberapa rekening, rinciannya adalah Rp 5.123.189.064.978, USD 11.400.813,57, dan SGD 646,04. Bukti uang sekitar Rp 5 triliun itu hari ini telah disita dan dititipkan ke rekening negara sementara.

Sementara itu, aset yang belum dinilai adalah 4 unit kapal tugboat tongkang di Batam dan Palembang.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads