Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, merespons usulan anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani, terkait revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK). Zainal mempertanyakan kenapa baru sekarang legislator mempersoalkan UU tersebut.
"Saya begini ya satu sisi saya anggap itu pernyataan yang agak konyol, satu sisi ya. Kenapa? Satu yang sama kan Komisi III juga yang bikin undang-undang itu kan waktu itu, dan sudah kita tolak waktu itu udah kita teriakkan. Maksud saya tuh agak konyol aja dalam artian kok sekarang mempersoalkan Undang-Undang MK, yang bahkan di sidang Undang-Undang MK juga dipertahankan oleh anggota DPR," kata Zainal Arifin Mochtar kepada wartawan setelah mengisi seminar di Komisi Yudisial, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (24/8/2022).
Kendati demikian, Zainal tetap menyambut usulan revisi Undang-Undang MK tersebut. Namun dia khawatir jika usulan revisi itu muncul bukan berdasarkan adanya kekeliruan hukum, melainkan lantaran adanya kekeliruan secara kode etik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi saya kira apa pun itu harus kita sambut, ya, bahwa dia menyadari bahwa ada yang keliru dari Undang-Undang MK dan harus diperbaiki, iya. Tapi yang saya khawatirkan itu kekeliruan itu bukan didasari karena menganggap ada kekeliruan secara hukum tapi yang didasari ada kekeliruan secara kode etik. Karena kita kan tahu ada saja hakim yang bisa bertahan lama tapi hakim ini tidak bisa dikontrol dengan sepenuhnya misalnya, saya tidak akan sebutkan namanya. Jangan-jangan yang begitu-begitu," tuturnya.
"Makanya saya bilang sebagai sebuah ide memperbaiki keburukan dari Undang-Undang Mahkamah Konstitusi tentu harus disetujui walaupun terkesan konyol kemarin, dan yang kedua adalah mudah-mudahan perbaikannya betul-betul perbaikan bukan kembali mengulang perilaku politik yang direstui secara proses perubahan undang-undang," imbuh Zainal.
Lebih lanjut, Zainal mengatakan perubahan Undang-Undang MK tak harus kembali ke undang-undang lama. Menurutnya, Undang-Undang MK yang lama pun juga bermasalah.
"Apakah harus balik ke Undang-Undang MK lama? Nggak juga, Undang-Undang MK lama juga banyak problemnya saya kira," ucapnya.
Zainal pun meminta agar revisi UU MK bisa direalisasi. Sebab, menurut dia, revisi UU MK sejatinya memang bersifat mendesak.
"Saya kira urgen sebenernya Undang-Undang MK itu diperbaiki ya, kekonyolan yang dilakukan dengan mengeluarkan Undang-Undang MK kemarin itu harus diperbaiki. Nah saya kira harus diperbaiki memang, masalahnya sekarang item room of improvement nya itu apa yang ditawarkan, kalau room of improvement-nya itu ternyata kembali ke proses politik yang tadi saya sebutkan jangan-jangan nggak menyelesaikan masalah tapi malah menambah masalah kan," ujar Zainal.