Pengadilan khusus yang mengadili sengketa Pilkada hingga kini belum terbentuk. Padahal itu amanat UU Nomor 10/2016. Mengantisipasi hal itu, Perludem meminta MK tetap mengadili sengketa itu.
Hal itu diuraikan dalam judicial review UU No 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Perludem mengajukan sejumlah pasal, yaitu:
Pasal 157 ayat (1):
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perkara perselisihan hasil pemilihan diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus"
Pasal 157 ayat (2):
"Badan peradilan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk sebelum pelaksanaan pemilihan serentak secara nasional".
Pasal 157 ayat (3):
"Perkara perselisihan penetapan perolehan suara tahap akhir hasil pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus".
"Menyatakan Pasal 157 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2016 "Perkara perselisihan hasil pemilihan diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus" bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "perkara perselisihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi"," demikian permohonan Perludem yang dilansir website MK, Senin (22/8/2022).
Adapun Pasal 157 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2016 diminta Perludem dibatalkan.
"Pasal 157 ayat (3) UU No. 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "Perkara perselisihan penetapan perolehan suara tahap akhir hasil pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan"," mohon Perludem.
Alasan judicial review itu adalah Putusan MK Nomor 97/PUU-XI/2013 menyebutkan bahwa pemilihan kepala daerah tidak termasuk rezim pemilu, karena tidak secara eksplisit disebutkan di dalam Bab tentang Pemilu di dalam Pasal 22E Ayat (2) UUD NRI 1945, maka MK tidak berwenang menyelesaikan perselisihan hasil pilkada;
"Dengan rangkaian fakta tersebut, di mana sudah terjadi banyak perkembangan situasi aktual, dan perkembangan ketatanegaraan yang terjadi sejak Putusan MK No. 97/PUU-XI/2013 dibacakan oleh Mahkamah. Ada banyak situasi hukum yang berubah. Selain itu terdapat pula kebutuhan untuk menyesuaikan banyak hal, untuk membuat penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dapat terus berjalan lebih baik, lebih demokratis, dan lebih berkeadilan, terutama berkaitan dengan kebutuhan mekanisme penyelesaian perselisihan hasil pilkada," urai Perludem.
Simak juga 'Soroti Netralitas ASN, Kemendagri Dinilai Perlu Benahi Aturan':