Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar) akan menggelar sidang putusan terdakwa Riri Khasmita dan Edirianto. Mantan asisten rumah tangga (ART) Nirina Zubir dan suaminya itu akan divonis terkait tindak pidana pemalsuan surat dan pencucian uang kasus mafia tanah yang dilaporkan Nirina Zubir.
"Jadwal sidang putusan majelis hakim," demikian dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakbar, Selasa (16/8/2022).
Adapun sidang putusan itu diagendakan pukul 13.00 WIB di PN Jakbar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, terdakwa Riri Khasmita dan Edirianto dituntut hukuman penjara 15 tahun. Kedua terdakwa diyakini melakukan tindak pidana pemalsuan surat dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Menyatakan Terdakwa Riri Khasmita dan Terdakwa Edrianto, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana 'menggunakan akta autentik palsu yang dilakukan secara bersama'," kata jaksa, seperti dikutip dalam SIPP.
Kedua terdakwa disangkakan Pasal 264 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dan Pasal 3 Undang Udang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Riri Khasmita dan Terdakwa Edirianto berupa pidana penjara masing-masing selama 15 tahun dikurangi seluruhnya dari masa tahanan yang sedang dijalani, dengan perintah para terdakwa tetap ditahan," ujar jaksa.
Selain itu, kedua terdakwa juga dibebani membayar denda masing-masing sebesar Rp 1.000.000.000 ( miliar) subsider selama 6 bulan kurungan.
Duduk Perkara Kasus Mafia Tanah ART Nirina Zubir
Dalam ringkasan di SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar), disebutkan bahwa awalnya Riri Khasmita bekerja di rumah almarhumah Cut Indria Martini, yang merupakan ibu dari aktris Nirina Raudhaful Jannah Zubir atau yang lebih dikenal dengan nama Nirina Zubir. Riri Khasmita dipercaya mengurus kos-kosan di Srengseng, Jakarta Barat, yang berjumlah 5 kamar bersama Edirianto, suaminya.
Pada 2015, Cut Indria pernah menceritakan dan memperlihatkan asetnya berupa 6 sertifikat, yang pajaknya belum dibayarkan, kepada Riri Khasmita. Cut Indria lantas meminta Riri Khasmita menanyakan pengurusan pembayaran pajak itu tanpa memberikan sertifikat hak milik (SHM) yang asli.
"Bahwa sejak mengetahui almarhumah Cut Indria Martini mempunyai banyak aset tanah dengan sertifikat hak milik tersebut, maka timbul niat jahat (mens rea) Terdakwa Riri Khasmita untuk menguasai semua sertifikat hak milik Cut Indria Martini tersebut," ucap jaksa.
Rencana jahat itu disampaikan Riri Khasmita kepada Edirianto, suaminya. Mereka kemudian mengambil enam sertifikat yang disimpan di dalam koper Cut Indria.
Lalu, mereka menemui Faridah sebagai pejabat pembuat akta tanah atau PPAT sembari menyerahkan enam sertifikat itu. Mereka turut berkonsultasi ke Faridah untuk mencari cara mendapatkan uang dari enam sertifikat itu.
"Atas petunjuk Faridah, 6 SHM keluarga almarhumah Cut Indria Martini diserahkan kepada Faridah untuk dilakukan penerbitan akta jual beli sehingga kepemilikannya menjadi atas nama Riri Khasmita dan Edirianto, selanjutnya setelah dialihkan barulah bisa dijual atau digadaikan ke bank agar mendapatkan uang dengan cepat," ucap jaksa.
Selain Riri dan Edirianto, dalam perkara ini terdapat tiga terdakwa lainnya yang merupakan notaris PPAT Jakarta Barat, yaitu Faridah, Ina Rosalina, dan Erwin Riduan.
Mereka didakwa melakukan pemalsuan surat hingga tindak pidana pencucian uang atau TPPU. Persidangannya dilakukan dalam berkas terpisah.
Terkait pengurusan pajak hingga penerbitan AJB atau Akta Jual Beli itu, Riri Khasmita mengaku tidak memiliki biaya atau modal. Atas hal itu Faridah menyiapkan penyandang dana yaitu sebagai berikut:
1. Mochamad Max Alatas selaku brokes memberikan Rp 500 juta untuk pembayaran pajak 2 SHM;
2. Rey Alexander Putra memberikan Rp 650 juta; dan
3. Moch Syaf Alatas memberikan Rp 400 juta.
Setelahnya, satu per satu AJB untuk 6 SHM itu diurus Faridah bekerja sama dengan Ina Rosaina selaku PPAT serta dibantu Erwin Riduan. Semua proses itu diatur sedemikian rupa menyalahi aturan yang ada.
"Seolah-olah pihak pemilik Sertifikat Hak Milik tersebut telah datang ke kantor notaris menghadap notaris Faridah selaku PPAT dan notaris Ina Rosaina selaku PPAT melakukan proses jual-beli seolah-olah benar kedua belah pihak itu nyata adanya dan seolah-olah telah membawa dokumen minta dibuatkan Akta Jual Beli, seolah-olah akta tersebut dibacakan di hadapan kedua belah pihak," ucap jaksa.
"Kemudian Riri Khasmita dan Edirianto menandatangani akta tersebut sedangkan pihak penjual ditandatangani orang lain yang difigurkan, sehingga terbitlah Akta Jual Beli yang dibuat di hadapan Faridah dan Ina Rosaina dan seolah-olah telah dilakukan proses transaksi jual-beli yang benar antara penjual dengan pembeli, padahal semuanya itu tidak pernah terjadi dan Riri Khasmita dan Edirianto tidak mengeluarkan uang sedikit pun untuk membayar pembelian atas tanah-tanah yang dijual tersebut, demikian juga penjual tidak pernah sedikit pun menerima pembayaran dari jual beli tersebut, bahkan pemilik Sertifikat yang dibuatkan Akta Jual Belinya tidak mengetahui hal itu," imbuhnya.
Simak juga video 'Keluarga Nirina Zubir Tetap Ingin Terdakwa Dihukum Seberat-beratnya':