KPK menduga eks Bupati Tanah Bumbu Mardani Maming (MM) membangun pelabuhan di lahan yang bermasalah. Maming diduga melakukan alih fungsi lahan tersebut dengan cara yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebut hal itu terungkap setelah penyidik memeriksa saksi bernama Ilmi Umar selaku pihak swasta. Dia dicecar soal dugaan Maming melanggar prosedur saat alih fungsi lahan.
"Ilmi Umar selaku wiraswasta, hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan penggunaan lahan tanah oleh Tersangka MM untuk pembangunan pelabuhan yang proses peralihan tanahnya diduga tidak sesuai ketentuan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis (11/8/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: PBNU Resmi Ganti Bendahara Umum |
KPK juga menduga Maming menerima sejumlah uang dari perusahaan pertambangan. Hal tersebut diketahui dari pemeriksaan saksi bernama Eka Risnawati.
"Eka Risnawati selaku ibu rumah tangga, hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan pengetahuan saksi mengenai dugaan aliran sejumlah uang yang diterima Tersangka MM dari perusahaan pertambangan yang dibentuknya," ujar Ali.
Sebelumnya, Mardani Maming ditetapkan sebagai tersangka di perkara izin usaha pertambangan (IUP) Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Saat jadi Bupati Tanah Bumbu, Maming diduga menerima suap IUP dari pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) yang telah meninggal dunia, Henry Soetio.
Saat itu, Henry diduga melakukan komunikasi intens dengan Maming. Dia diduga berniat mendapatkan IUP Operasi dan Produksi (IUO OP) PT Bangun Karya Pratama Lestari (PT BKPL) seluas 370 hektare di Kecamatan Angsana, Tanah Bumbu.
Maming diduga mempertemukan Henry Soetio dengan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo. Akhirnya, IUP OP PT BKPL beralih ke PT PCN. Dengan dugaan, beberapa kelengkapan administrasi sengaja dimundurkan tanggalnya.
Selain itu, Maming diduga meminta Henry Soetio mengajukan pengurusan perizinan pelabuhan agar dapat menunjang aktivitas operasional pertambangan. Namun perusahaan pengelola pelabuhan itu dimonopoli PT Angsana Terminal Utama (PT ATU) yang merupakan perusahaan milik Mardani Maming.
Selain PT ATU, Mardani Maming membentuk sejumlah perusahaan pertambangan yang diduga fiktif dan sengaja dibuat. Kemudian, KPK menduga Henry Soetio memberikan sejumlah uang kepada Mardani Maming, namun pemberian itu dibungkus dalam formalisme perjanjian kerja sama underlying.
Siasat perjanjian kerja sama underlying itu digunakan agar memayungi dugaan aliran uang dari PT PCN ke sejumlah perusahaan yang terafiliasi dengan Mardani Maming. KPK menduga Mardani Maming menerima Rp 104,3 miliar dalam bentuk tunai maupun transfer dalam kurun 2014-2020.
Simak video 'Fakta Mardani Maming, Tersangka Suap dan Gratifikasi Rp 104,3 miliar':