Tanpa Nomor Kependudukan, Anak Jalanan Sulit Akses Pendidikan

Tanpa Nomor Kependudukan, Anak Jalanan Sulit Akses Pendidikan

Brillyan Vandy Yansa - detikNews
Minggu, 31 Jul 2022 18:06 WIB
Jakarta -

Bukan hal baru, kekerasan dan perundungan sebagai hantu yang mengancam keselamatan anak-anak jalanan. Sulitnya menembus berbagai komunitas kecil kalangan ini menjadi lubang besar kegagalan negara dalam melindungi hak-hak anak yang tinggal di jalanan.

Isu lain yang jarang didalami adalah perkara identitas. Bak kunci, keberadaan kartu kependudukan menjadi akses bagi para penghuni jalanan ini untuk keluar dari belenggu kemiskinan. Sebab, pada zaman yang mengelu-elukan data diri ini, seseorang memerlukan tanda pengenal untuk memperoleh layanan sosial. Inilah yang tengah diusahakan oleh Adi Supriadi.

Sebagai bekas anak jalanan, ia tahu benar urgensi kepemilikan tanda pengenal. Dalam setiap razia petugas yang dialaminya, ia mungkin bisa lolos hanya dengan menunjukkan kartu tanda penduduk.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Anak-anak jalanan kan kebanyakan masalahnya mereka tidak punya NIK, atau akta kelahiran. Tidak punya identitas kependudukan karena apa? Karena mereka hidup di jalanan. Orang tuanya mungkin seperti itu juga, ada yang pernikahan secara ilegal, ada juga non-ilegal. Jadi mereka wajarlah (mengidentifikasi) anak siapa," Ungkap Adi dalam program Sosok detikcom Minggu, 31 Juli 2022.

Kegelisahan Adi memunculkan ide untuk membentuk wadah yang melindungi anak-anak jalanan yang ada di wilayahnya. Maka, pada 2011 Yayasan Sanggar Senja berdiri guna menarik anak-anak agar tidak tinggal di jalanan. Olehnya, anak-anak itu dididik untuk menjadi manusia seutuhnya. Pendidikan pun menjadi salah satu program yang diutamakan. Di balik itu, ada kritik mendalam yang ditujukan kepada pemerintah. Menurut Adi, ketimpangan muncul sejak terhambatnya akses untuk memperoleh nomor kependudukan.

"Gimana mereka mau jadi orang besar, jadi pemimpin, bisa dihargai bangsa ini, kalau anak-anak sendiri di Indonesia banyak yang tidak punya kependudukan, tidak jelas anak siapa. Gimana mereka mau jadi menteri, gimana mau jadi pengusaha kalau tidak punya KTP, padahal itu harusnya wajib, tanggung jawab negara itu harusnya," katanya.

ADVERTISEMENT

"Namaku kasih," halaman selanjutnya.

Dari situ, melalui yayasan yang didirikannya, Adi pun mulai mengurus satu per satu identitas "anak-anaknya". Kasih, salah satu anak jalanan yang tinggal di Yayasan Sanggar Senja pun tidak ketinggalan. Sebagai anak yang baru saja bergabung di yayasan, ia pun perlu segera memiliki tanda pengenal.

"Nama aku Kasih, umur aku sebelas tahun, kelas tiga SD. Aku dibuang sama mama aku di air mancur, terus aku ditemui orang. Orangnya menyerahkan ke dinas sosial, terus aku disini," kata Kasih kepada tim Sosok.

Jika memang sekolah formal membutuhkan identitas kependudukan sebagai syarat penerimaan, maka Kasih terancam kehilangan cita-citanya.

"Cita-cita aku ingin menjadi dokter. 'Kenapa?' Biar bisa nolong orang," lanjutnya.

Namun, Adi Supriadi tidak tinggal diam. Dengan berbagai cara ia mengusahakan agar anak-anak yang ditampungnya memiliki nomor kependudukan. Olehnya, anak-anak itu disatukan dalam satu 'Kartu Keluarga" yang dinaungi oleh Yayasan Senja.

Ya saya sendiri juga tidak punya akta kelahiran, anak-anak saya perjuangin, saya kasihan sama anak-anak. Saya perjuangkan buat 120 anak. Tahun 2018, 120 anak bebasin akta kelahiran, gratis. Walaupun kita mestinya bayar di Dukcapil. Tapi alhamdulillah, sekarang mereka sudah dapat akta kelahiran, NIK juga ada, Kartu Keluarga Senja juga ada," Tutupnya.

Halaman 2 dari 2
(vys/vys)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads