Kabar Terbaru Aliran Dana ACT Diduga Sampai Turki hingga India

Kabar Terbaru Aliran Dana ACT Diduga Sampai Turki hingga India

Tim detikcom - detikNews
Senin, 25 Jul 2022 06:09 WIB
Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar usai hadiri stadium generale di IPDN
Kepala BNPT Komjen Boy Rafli (Foto: Nur Azis/detikJabar)
Jakarta -

Perkara dugaan pelanggaran pengumpulan donasi Aksi Cepat Tanggap (ACT) terus berlanjut. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah melakukan penyelidikan soal transaksi mencurigakan oleh ACT dengan pihak yang diduga kuat terkait dengan jaringan terorisme. BNPT mencurigai penerima sumbangan dari ACT itu berada di Turki dan India.

"Setelah dilakukan langkah-langkah penyelidikan, hari ini masih memerlukan penyelidikan untuk objek penerima sumbangan yang berada di luar negeri. Karena ini berkaitan dengan pihak-pihak yang diduga kuat terkait dengan jaringan terorisme," kata Kepala BNPT Komjen Boy Rafli kepada wartawan di kawasan Pantai Indah Kapuk 2, Jakarta Utara, Minggu (24/7/2022).

"Sementara kan India dan Turki. Sementara, dua negara itu yang dicurigai ada pihak-pihak penerima. Dan proses investigasi sedang berjalan," tambahnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Boy menjelaskan pihaknya saat ini juga tengah menyelidiki aktivitas rekening dari para pihak yang terlibat. BNPT menduga adanya keterlibatan pihak perorangan dan yayasan dalam perkara ACT tersebut.

"Ada terkait organisasi dan perorangan. Ada seperti yayasan, seperti itu," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Boy belum merinci berapa jumlah rekening yang bertransaksi dari pihak di dua negara itu. Namun, rekening tersebut ikut bertransaksi dengan ACT, baik menerima maupun mengirimkan dana.

"Jumlah (rekeningnya) saya belum pasti. Nanti ini kan kalau kita lihat yang masuk dan uang keluar itu memang beberapa rekening," jelas Boy.

"Ada yang masuk, itu menerima, yang keluar juga disumbangkan," sambungnya.

Boy memastikan proses identifikasi para pihak itu akan dilakukan secepatnya.

"Ya, (identifikasi) prinsipnya secepatnya" tuturnya.

BNPT: Perlu Kerja Sama Internasional

Boy menjelaskan pihak asing itu diduga kuat berkaitan dengan jaringan terorisme. Dia memastikan penyelidikan masih tengah berlangsung.

"Hari ini masih memerlukan penyelidikan untuk objek penerima sumbangan yang berada di luar negeri. Karena ini berkaitan dengan jaringan terorisme," ujar Boy.

Boy lantas menyebut aparat penegak hukum perlu melakukan kerja sama dengan pihak internasional. Saat ini, dia mengaku aparat penegak hukum telah bekerja sama dalam penyelidikan tersebut.

"Oleh karena itu, objek penerima sumbangan ini berada di luar negeri, maka kerja sama internasional sedang dilaksanakan, terutama dengan negara-negara yang diduga ada warga negaranya atau pihak tertentu di sana menerima sumbangan," tutur Boy.

Simak selengkapnya di halaman berikut.

Lihat Video: Eks Presiden ACT Kembali Diperiksa Bareskrim untuk Kesembilan Kalinya

[Gambas:Video 20detik]



Temuan PPATK

Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap sejumlah temuan terbaru soal polemik donasi ACT itu. PPATK menyebut dana yang dihimpun oleh ACT tidak langsung disalurkan ke pihak-pihak yang membutuhkan. Lantas, ke mana dana yang dikumpulkan dari publik itu?

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan di atas Yayasan ACT terdapat entitas bisnis yang melakukan kegiatan usaha. Dana yang dihimpun ACT itu disebut Ivan dikelola secara bisnis lebih dulu sebelum disalurkan ke penerima donasi.

"Ada transaksi memang yang dilakukan secara masif, tapi terkait dengan entitas yang dimiliki oleh si pengurus tadi. Jadi kita menduga ini merupakan transaksi yang dikelola business to business, jadi tidak murni penerima menghimpun dana, kemudian disalurkan. Tapi dikelola dulu di dalam bisnis tertentu dan di situ tentunya ada revenue ada keuntungan," kata Ivan.

Ivan mengungkap PPATK juga menemukan bahwa ACT berafiliasi dengan sejumlah perusahaan yang didirikan oleh pendiri lembaga tersebut. Perusahaan dalam bentuk perusahaan terbuka (PT) itu disebutnya dimiliki oleh pendiri ACT.

"PPATK juga mendalami terkait dengan bagaimana struktur entitas tadi atau kepemilikan yayasan dan bagaimana mengelola pendanaan dan segala macam, memang PPATK melihat bahwa entitas yang kita lagi bicarakan ini itu terkait dengan beberapa usaha yang dimiliki langsung oleh pendirinya, ada beberapa PT di situ, itu dimiliki langsung oleh pendirinya dan pendirinya termasuk orang yang terafiliasi karena menjadi salah satu pengurus," tuturnya.

Selain itu, PPATK menemukan yayasan-yayasan lain yang berafiliasi dengan ACT. Yayasan-yayasan tersebut tidak hanya terkait dengan pengumpulan zakat.

PPATK pun menemukan ada anak perusahaan investasi yang berafiliasi dengan ACT. Ivan melanjutkan, PPATK juga menemukan ada satu perusahaan yang dalam waktu 2 tahun melakukan transaksi senilai lebih dari Rp 30 miliar dengan ACT. Pemilik perusahaan itu diungkapnya terafiliasi dengan pengurus ACT.

PPATK Endus Aliran Dana ke Sejumlah Negara

PPATK mengungkap transaksi yang dilakukan ACT ke sejumlah negara. Ivan menyebutkan selain transaksi dilakukan atas nama yayasan, ada kiriman dana melalui individu dari pengurus hingga karyawan ACT.

Ivan menjelaskan salah satu pengurus ACT pernah mengirim dana Rp 500 juta ke sejumlah negara. Transaksi itu dilakukan pada periode 2018-2019.

"PPATK melihat ada beberapa, selain yayasan entitas, yayasan yang melakukan pengelolaan dana, PPATK melihat ada beberapa individu di dalam yayasan tadi yang juga secara sendiri-sendiri melakukan transaksi ke beberapa negara dan ke beberapa pihak untuk kepentingan yang sekarang masih diteliti lebih lanjut," kata Ivan.

Dana bernilai hampir Rp 500 juta itu, kata Ivan, mengalir ke sejumlah negara. PPATK mengendus dana tersebut mengalir dari Turki hingga India.

"Misalnya salah satu pengurus itu melakukan transaksi pengiriman dana periode 2018 ke 2019 hampir senilai Rp 500 juta ke beberapa negara, seperti ke Turki, Kyzikstan, Bosnia, Albania, dan India," lanjut dia.

Ivan juga mengatakan karyawan ACT melakukan transaksi ke luar negeri dengan nominal mencapai Rp 1,7 miliar. Ivan menerangkan dana itu dikirim ke negara-negara berisiko tinggi.

"Jadi beberapa transaksi dilakukan secara individual oleh para pengurus dan kemudian ada juga salah satu karyawan melakukan selama periode 2 tahun melakukan transaksi ke pengiriman dana ke negara-negara berisiko tinggi dalam hal pendanaan terorisme. Seperti beberapa negara yang ada di sini dan 17 kali transaksi dengan nominal Rp 1,7 miliar. Antara Rp 10 juta sampai dengan Rp 552 juta. Jadi kita melihat masing-masing melakukan kegiatan sendiri-sendiri ke beberapa negara," lanjutnya.

Halaman 2 dari 3
(fca/fas)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads