Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi UU Narkotika terhadap UUD 1945 terkait penggunaan ganja medis untuk kesehatan. Merespons putusan itu, anggota Komisi III DPR Fraksi PPP Arsul Sani berharap Bu Santi tak kecewa.
"Tak usah kecewa, sebab masih ada 'jalan lain menuju Roma'," kata Arsul kepada wartawan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/7/2022).
Arsul mengatakan putusan di MK terkait UU Narkotika itu merupakan mekanisme judicial review. Sedangkan, lanjut Arsul, masih ada mekanisme legislative review yang berlangsung di DPR.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya jalan lain itu legislatif review. Ditolak itu kan judicial review dan judicial review itu tidak mengatakan bahwa pasal itu tidak boleh diubah," katanya.
Arsul menekankan keputusan MK hanya menyatakan inkonstitusional, bukan berarti tidak boleh diubah. Jika DPR sepakat mengubah, kata Arsul, masih ada kesempatan.
"Kan yang ditolak itu adalah menyatakan Pasal 8 ayat 1 itu inkonstitusional, kan itu yang ditolak. Tetapi MK mengakui bahwa itu adalah open legal, di bunyi Pasal 8 ayat 1. Kalau pembentuk UU sepakat memutuskan ya boleh diubah," ujar Wakil Ketua MPR itu.
Arsul menyampaikan Fraksi PPP tetap ingin merelaksasi penggunaan ganja untuk kepentingan medis. Meski demikian, dia memberi catatan.
"Kalau saya, bicara sebagai Fraksi PPP memang ingin merelaksasi itu. Tetapi harus dengan aturan yang ketat dan sekali lagi, kita tidak sedang bicara legalisasi ganja untuk rekreasi atau kesenangan, tidak. Untuk medis dan dengan aturan yang ketat lagi," ujarnya.
Simak keputusan MK yang menolak legalisasi ganjar, di halaman berikut
Saksikan juga 'BNN: Kami Cenderung Mau Selamatkan Generasi Muda daripada Legalkan Ganja':
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi UU Narkotika terhadap UUD 1945 terkait penggunaan ganja medis untuk kesehatan. MK menilai materi yang diuji adalah kewenangan DPR dan pemerintah.
"Mengadili. Menolak permohonan pemohon," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang di gedung MK yang disiarkan live dari channel YouTube MK, Rabu (20/7).
MK menilai dirinya tidak berwenang mengadili materi yang dimohonkan karena hal itu bagian dari kebijakan terbuka DPR dan pemerintah. Yaitu untuk mengkaji apakah benar ganja memang bisa digunakan untuk medis.
"Hal itu bagian dari open legal policy," ucap MK.
Gugatan itu perkara nomor 106/PUU-XVIII/2020 itu diajukan Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, Nafiah Murhayanti dkk. Mereka meminta MK mengubah Pasal 6 Ayat (1) UU Narkotika untuk memperbolehkan penggunaan narkotika golongan I guna kepentingan medis.
Mereka juga meminta MK menyatakan Pasal 8 ayat (1) yang berisi larangan penggunaan narkotika golongan I untuk kepentingan kesehatan inkonstitusional.