Untung-Buntung Legalisasi Ganja bagi Kesehatan

Kolom

Untung-Buntung Legalisasi Ganja bagi Kesehatan

Deden Rafi Syafiq Rabbani - detikNews
Jumat, 15 Jul 2022 14:16 WIB
santi wirastuti
Foto: 20detik
Jakarta -

Masih segar dalam ingatan, sosok Santi Warastuti seorang ibu yang berjuang agar ganja dapat dilegalkan bagi kesehatan anaknya, kini masih menunggu keputusan yang terbaik. Pika, anak dari Santi Warastuti mengidap cerebral palsy yaitu suatu penyakit yang menyebabkan gangguan pada otot, gerak, dan koordinasi tubuh. Usaha untuk melegalkan ganja bagi kesehatan sebenarnya sampai saat ini masih belum menemui jalan yang utuh. Salah satunya dengan melakukan gugatan pengujian Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) di Mahkamah Konstitusi yang sampai saat ini belum memberikan keputusan apapun.

Melalui Perkara Nomor 106/PUU-XVIII/2020, gugatan tersebut mempersoalkan kehadiran Pasal 8 Ayat (1) UU Narkotika yang memberikan pengaturan bahwa terhadap narkotika golongan I (Ganja) dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan. Santi Warastuti juga menjadi pemohon dalam pengujian tersebut. Selain Santi, Dwi Pertiwi juga menjadi pemohon. Dwi adalah Ibu dari Musa bin Hasan Pedersen seorang anak yang mengalami kelainan otak cerebral palsy yang kemudian pengobatan yang dijalankan adalah melalui pemberian terapi minyak ganja cannabis oil.

Perjuangan turut dilakukan sampai meja parlemen. Santi diundang hadir pada rapat dengar umum Komisi III DPR, kamis (30/6) untuk mempertimbangkan penggunaan ganja bagi kesehatan. Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Mahesa menyatakan, DPR akan mempertimbangkan penggunaan ganja bagi kepentingan medis melalui revisi UU Narkotika dengan tentu perlu adanya kajian yang komprehensif mulai dari segi kesehatan, pengawasan, dan penegakan hukum bersama pemerintah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dua Pangkal

Fenomena di atas setidaknya memiliki dua pangkal permasalahan yang terjadi. Pertama, terhadap penormaan mengenai pelarangan penggunaan narkotika golongan I untuk kepentingan pelayanan kesehatan (health service). Kedua, terhadap berbagai kebijakan penggunaan narkotika yang belum memiliki ruang cukup untuk menegaskan secara utuh bagaimana seharusnya penggunaan narkotika bagi kesehatan dapat diwujudkan. Padahal telah terang bahwa terdapat masyarakat yang secara kesehatan membutuhkan penggunaan ganja tersebut.

ADVERTISEMENT

Berkaitan dengan permasalahan penormaan, terdapat dua asas penting peraturan perundang-undangan. Pertama, principle of alternativity yang berkaitan dengan posisi setiap peraturan perundang-undangan dalam menyelesaikan suatu persoalan secara alternatif. Kedua, prinsip kebutuhan norma (principle of necessity) bahwa sebuah peraturan perundang-undangan yang dapat memberikan suatu perintah ataupun larangan maka harus dilihat apakah ketentuan tersebut benar-benar menjadi sebuah kebutuhan.

Apakah penormaan mengenai larangan penggunaan narkotika golongan I tersebut benar-benar menjadi kebutuhan? Menjadi perlu diperhatikan bahwa saat rakyat yang secara nyata membutuhkan salah satu kandungan dalam kategori narkotika tersebut sebagai jalan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dalam bentuk pengobatan apakah pembatasan absolut tersebut menjadi layak untuk dipertahankan.

Amanat Pasal 28 H ayat (1) dan Pasal 34 ayat (3) UUD NRI 1945 menjadi basic policy bagi Indonesia dalam memberikan berbagi kebijakan terhadap pemenuhan atas pelayanan kesehatan, termasuk dalam konteks ini ketentuan pasal tersebut harus dapat memainkan peran secara tepat bagaimana negara memberikan kontrol terhadap penggunaan narkotika bagi kesehatan. Hak memperoleh derajat kesehatan yang optimal (the right to attainable standard to health), serta terhadap hak dalam mendapatkan segala pelayanan kesehatan yang layak dan terpadu (the right to adequate medical care), negara harus dapat menjamin pemberian pelayanan tersebut secara tepat.

Bila kita lihat dalam beberapa konvensi internasional seperti kehadiran Single Convention on Narcotic Drugs 1961, Convention on Psychotropic Substances 1971, United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances 1988 memberikan ruang terhadap pengakuan penggunaan narkotika untuk kepentingan medis atau kesehatan.

Drug Policy

Sejalan dengan hal tersebut, terdapat istilah drug policy, yang dimaksudkan untuk memberikan arah kebijakan pemerintah di bidang pencegahan, penegakan, pengobatan, pengurangan dampak buruk dan reintegrasi sosial. Kebijakan tersebut mencakup program yang dimaksudkan untuk mempengaruhi penggunaan narkoba dan konsekuensinya bagi pengguna dan masyarakat termasuk dalam bidang kesehatan.

Jika merujuk kepada UU Narkotika, maka hanya narkotika golongan II dan III yang dapat digunakan untuk kepentingan medis atau pengobatan. Kondisi tersebut berimplikasi kepada bagaimana dengan kebutuhan kesehatan yang memerlukan narkotika golongan I. Pengendalian penggunaan narkotika dalam UU Narkotika lebih difokuskan kepada kondisi pengedar, pemakai, pemilik yang sejatinya belum memiliki batasan yang jelas bagaimana pengendalian dari kondisi tersebut.

Kebijakan pengendalian narkotika bagi kesehatan dapat didasarkan kepada tiga pendekatan (Gabriele Fischer, The Non-Medical Use Of Prescription Drugs Policy Direction Issues, 2011). Pertama, adanya pengakuan dan diagnosis (recognition and diagnosis). Artinya terdapat ruang bagi pihak yang secara nyata membutuhkan kandungan narkotika tersebut dengan alasan demi untuk pelayanan kesehatan secara pribadi dalam mengobati penyakit yang diderita.

Kedua, adanya perawatan kesehatan secara profesional (health-care professionals). Ketiga, adanya kontrol yang bersifat selektif (selective policy), dalam hal ini kontrol tersebut ditujukan untuk memberikan arah pengaturan terhadap siapa otoritas yang berwenang serta bagaimana model pengawasan dapat dilakukan untuk mencegah adanya tindakan ilegal.

Di samping itu, perlu diperhatikan mengenai riset kesehatan secara utuh, analisis dampak serta mitigasi risiko, dan keamanan penggunaan. Ketiga pendekatan tersebut dilakukan tidak terlepas melalui peran negara dalam memberikan kontrol sekaligus akses terhadap penggunaan narkotika dalam pelayanan kesehatan.

Untung-Buntung

Perlu kiranya menegaskan kembali berkaitan dengan mekanisme dan pengawasan penggunaan narkotika untuk kepentingan kesehatan. Diperlukan juga koordinasi antara lembaga terkait seperti Kementerian Kesehatan, Badan Narkotika Nasional, Badan Pengawas Obat dan Makanan, serta Ikatan Dokter Indonesia untuk merumuskan kebijakan dalam memberikan akses pelayanan kesehatan dan mekanisme kontrol yang memadai bagi penggunaan ganja bagi kesehatan.

Tujuan dari sistem kontrol (controlling system) adalah untuk memastikan bahwa zat yang dikendalikan tersedia untuk tujuan yang dimaksudkan dan menjadi untung bagi pihak yang membutuhkan pengobatan kesehatan melalui ganja. Termasuk negara dapat menjamin pemenuhan hak atas kesehatan secara memadai serta mencegah adanya penggunaan secara ilegal. Namun, akan menjadi buntung di saat membatasi penggunaan zat yang dikendalikan untuk tujuan yang sah, tetapi tidak berjalan dengan tepat.

Deden Rafi Syafiq Rabbani Junior Lawyer Intern Integrity Law Firm

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads