Ombudsman Minta yang Jadi PJ Gubernur Selanjutnya Harus Pensiun Dini dari TNI

Ombudsman Minta yang Jadi PJ Gubernur Selanjutnya Harus Pensiun Dini dari TNI

Yulida Medistiara - detikNews
Selasa, 19 Jul 2022 17:51 WIB
Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng
Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng (Foto: dok. Istimewa)
Jakarta -

Ombudsman RI meminta agar penunjukan penjabat kepala daerah selanjutnya, jika tetap mengambil dari unsur TNI, diharapkan tidak lagi aktif atau segera pensiun dini. Sedangkan penjabat kepala daerah yang telah ditunjuk pemerintah sebelumnya diharapkan menjadi rujukan perbaikan ke depan dalam penunjukan penjabat kepala daerah.

"Bahwa yang sudah terjadi, silakan diperbaiki, tapi perhatian utama Ombudsman adalah pada ke depannya, ini terutama karena kita masih melihat dan masih ratusan penjabat penjabat daerah daerah yang akan diisi," ujar anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng dalam konferensi pers 'Dugaan Maladministrasi Proses Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah' yang disiarkan secara virtual, Selasa (19/7/2022).

"Dan tidak berharap, tidak diinginkan kejadian maladministrasi yang terjadi dalam dua putaran pengangkatan penjabat itu kembali terjadi, ini memang harapan kita," kata Robert.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Robert mengatakan, jika masih ingin mengangkat dari unsur TNI atau Polri aktif, tata caranya harus dipatuhi. Kemudian status kedinasan TNI atau Polri aktif itu juga harus dipastikan. Jika dari unsur TNI atau Polri aktif, diharapkan status kedinasannya segera berakhir atau pensiun dini.

"Kemudian status kedinasan yang bersangkutan juga harus clear. Idealnya adalah dia tidak lagi merupakan prajurit aktif. Kalaupun harus diambil dari sana, harus dipastikan ketika dia menjadi pejabat, status kedinasan ini harus segera berakhir, pensiun dini. Itu yang kita harapkan ke depan," katanya.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, diketahui pemerintah telah menunjuk penjabat kepala daerah dari unsur TNI aktif. Ombudsman mengaku tak mempersoalkan penunjukan penjabat kepala daerah sebelumnya, tetapi ia meminta agar Kemendagri memperbaiki mekanisme penunjukan penjabat kepala daerah selanjutnya, yang diperkirakan masih akan berlangsung. Sebab, Ombudsman mengaku mengedepankan pencegahan maladministrasi penunjukan penjabat kepala daerah selanjutnya.

"Adapun yang terjadi terserah nanti gimana caranya masyarakat melihat ini, terjadi, ada putusan karena ini keputusan tata usaha negara dari Mendagri. Silakan saja masyarakat melihat dan merespons yang ada," katanya.

"Yang menjadi poin utama Ombudsman adalah mencegah terjadinya berbagai kerusakan pelanggaran atau maladministrasi lagi ke depan, begitu, dan diharapkan yang masih sangat banyak ini tidak kemudian terbebani lagi dengan masalah masalah administrasi lagi," katanya.


Ombudsman: Penunjukan Pj Kepala Daerah Tetap Sah

Sementara itu, terkait dengan penunjukan penjabat kepala daerah sebelumnya, menurut Robert, tetap sah walaupun belum ada aturan pelaksana. Namun Ombudsman meminta agar Kemendagri menerbitkan peraturan pemerintah terkait mekanisme pengangkatan penjabat kepala daerah sebagai suatu produk turunan dari putusan MK.

"Termasuk misalnya sampai hari ini belum ada aturan pelaksana, bukan berarti yang sudah terjadi yang sudah diangkat dia tidak sah, tidak, tetap sah. Sudah diangkat dengan aturan yang ada, tapi karena tak ada aturan pelaksana, ini buat tata kelola pengangkatan penjabat menjadi masalah," katanya.

"Itu sudah kami sampaikan, masalah karena yang memang langkah regulasinya tidak solid," katanya.

Ia mengatakan PP Tahun 2005 dan Tahun 2008 masih berlaku hingga hari ini, tetapi PP tersebut, menurutnya, bukan untuk konteks penjabat kepala daerah. Menurutnya, belum ada peraturan yang khusus mengatur tentang penunjukan kepala daerah. Sebab, yang dipakai saat ini peraturan tentang penunjukan plt, sedangkan plt hanya menjabat beberapa bulan saja. Sedangkan penjabat kepala daerah nantinya akan menjabat 1-2 tahun dan akan menyusun RAPBD.

"Terkait penjabat ini sesungguhnya kita tak punya aturan yang solid. Yang kita pakai itu terkait plt atau pjs, bukan penjabat. Kami meminta perlu adanya rekonsolidasi semua aturan lama yang masih berlaku itu kemudian dilihat relevansinya dengan tantangan kekinian apa. Kemudian kebutuhan khusus terkait penjabat," ungkapnya.

"Hal ini kita lihat pengangkatan penjabat yang sudah terjadi tetap sah, tapi usahakan yang terjadi pelanggaran administrasi proses pengangkatan ini jangan sampai terjadi di putaran selanjutnya," ujarnya.

Sebelumnya, Ombudsman menemukan tiga poin maladministrasi dalam proses pengangkatan pj kepala daerah, yakni:

1. Maladministrasi dalam memberikan tanggapan atas permohonan informasi dan keberatan pelapor.
2. Maladministrasi dalam proses pengangkatan penjabat kepala daerah, misalnya penunjukan TNI aktif.
3. Maladministrasi dalam pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi sebagai momentum untuk penataan regulasi turunan

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Saksikan Video 'Tito soal Gugatan Pengangkatan Pj Gubernur Banten: Kita Ikuti Prosedur':

[Gambas:Video 20detik]



Mendagri Mungkin Tak Tunjuk Pj Kepala Daerah TNI/Polri Aktif Lagi

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian angkat bicara terkait polemik penunjukan Brigjen Chandra sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat. Pengangkatan Brigjen Chandra menjadi penjabat bupati itu menimbulkan polemik lantaran berasal dari TNI/Polri aktif.

Namun Tito mengaku penunjukan tersebut berdasarkan kebutuhan figur yang dinilai mampu menyelesaikan konflik di lapangan. Selanjutnya, dari sisi peraturan, Tito mengatakan pihaknya telah berdiskusi dengan Menko Polhukam, MenPAM-RB, Kepala BKN, Panglima TNI, Kapolri, hingga berkonsultasi dengan MK. Hasil diskusi itu, kriteria penjabat kepala daerah dapat diisi dari kalangan anggota Polri atau TNI aktif yang menjabat sebagai JPT madya di instansi pemerintah.

"Termasuk kita sudah melakukan konsultasi kepada MK. Prinsipnya, sepanjang dia pejabat tinggi madya pratama, baik dari TNI itu ada pengecualian, itu jangan dibaca satu pasal harus pensiun mengundurkan diri, itu ayat 1 UU 34 Tahun 2004 tentang TNI," kata Tito di kantornya, Jl Medan Merdeka Utara, Kamis (16/6/2022).

"Ada ayat duanya, pengecualian di 10 rumpun jabatan, saya masih ingat 10 itu, satu Polhukam, pertahanan negara Kemenhan, badan ada 4 Badan SAR, Badan Sandi, Intelijen Negara, Narkotika nasional, Lemhannas, Wantannas Setmilpres, Mahkamah Agung, 10, sepanjang dia menjabat madya atau pratama di 10 itu secara hukum boleh untuk menjadi kepala daerah," sambungnya.

Namun, seiring dengan adanya masukan dari masyarakat sipil, Tito mengaku pemerintah mempertimbangkan untuk tidak lagi mengangkat penjabat kepala daerah dari kalangan TNI dan Polri aktif.

"Tapi, dari hasil diskusi itu ya, kita juga menangkap aspirasi dari civil society, kita paham, kita utamakan yang sipil, dan kemungkinan besar kita tidak akan mengajukan dari TNI dan Polri aktif," katanya.

Halaman 2 dari 2
(yld/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads