Mahasiswa dari Universitas Lampung (Unila) ketahuan memalsukan tanda tangan saat mengajukan judicial review (JR) atau uji materi UU Ibu Kota Negara di Mahkamah Konstitusi (MK). MK meminta agar mahasiswa tak asal-asalan saat mengajukan JR.
"Seperti yang disampaikan majelis hakim dalam persidangan, mengajukan perkara ke MK itu jangan main-main. Jangan asal-asalan. Jangan yang penting ada, apalagi sampai memalsukan tanda tangan atau dokumen," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Kerjasama Dalam Negeri MK, Fajar Laksono Soeroso saat dihubungi, Minggu (17/7/2022).
Fajar mengingatkan, tindakan yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut bisa berujung pada pidana. Pesan itu bukan hanya ditujukan bagi mahasiswa tapi juga bagi siapapun yang akan ajukan uji materi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bukan hanya kepada mahasiswa (pemohon kemarin), tapi juga kepada seluruh pihak yang akan berperkara ke MK. Tindakan tidak jujur, apalagi pemalsuan, jelas merupakan pelanggaran. Dan MK tak segan-segan melaporkan kepada yang berwenang jika itu dilakukan. Ini pelajaran bagi semua," katanya.
Soal tindakan pemalsuan oleh Mahasiswa Unila, MK menyebut belum membawa hal itu ke ranah pidana. "Sejauh ini belum ada lagkah lanjutan. Terlebih permohonan sudah dicabut oleh pemohon," katanya.
Mahasiswa Ketahuan Palsukan Tanda Tangan Gugatan
Diketahui MK membongkar aksi pemalsuan tanda tangan di gugatan judicial review UU IKN. Para mahasiswa sempat tidak mengaku hingga akhirnya ketahuan dan mencabut gugatan.
Mereka adalah mahasiswa Fakultas Hukum Unila, yakni M Yuhiqqul Haqqa Gunadi, Hurriyah Ainaa Mardiyah, Ackas Depry Aryando, Rafi Muhammad, Dea Karisna, dan Nanda Trisua Hardianto.
Ternyata kasus pemalsuan tanda tangan oleh mahasiswa di MK juga pernah terjadi sebelumnya, yaitu di perkara 80/PUU-XVIII/2020. Saat itu sebagian pemohon adalah seorang mahasiswa bernama Benidiktus Papa. Selain Benekdiktus, ikut pula memohon Karlianus Poasa, Felix Martuah Purba, Oktavianus Alfianus Aha, Alboin Cristoveri Samosir, dan Servarius Sarti Jemorang. Mereka mengajukan judicial review UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Komentar Unila simak di halaman selanjutnya.
Simak Video: Momen MK Ungkap Mahasiswa Palsukan Tanda Tangan Gugatan
Komentar Unila
Kepala Jurusan Hukum Tatanegara FH Unila Yusdianto mengatakan para pemohon yakni mahasiswa meminta maaf ke seluruh masyarakat Indonesia atas kegaduhan yang terjadi. Kemudian menurut dia, mereka semua tak berniat memalsukan tanda tangan.
"Mereka itu bergadangan sampai malam. Kebetulan yang dua dari luar daerah belum bisa langsung sampai, dan tidak ada maksud memalsukan kan juga dua orang tersebut mengetahui dan sudah mengiyakan kalau diyakinkan," kata Yusdianto kepada detikSumut, Jumat (15/7/2022).
Meski begitu, Yusdianto mengapresiasi keberanian enam mahasiswa yakni M Yuhiqqul Haqqa Gunadi, Hurriyah Ainaa Mardiyah, Ackas Depry Aryando, Rafi Muhammad, Dea Karisna dan Nanda Trisua Hardianto melakukan gugatan di MK. Tak semua mahasiswa mau dan berani melakukan hal itu.
Mereka sudah diberi arahan agar benar-benar memerhatikan hal sekecil apa pun, terutama ketika membuat gugatan.
"Tadi sudah saya temui dan sampaikan beberapa kata supaya tidak down. Selain apresiasi saya pesankan tidak apa-apa dan jangan khawatir. Semua ini adalah proses belajar, karena pengetahuan itu tidak hanya didapat dari membaca tapi jg dari proses yang dilaksanakan,"ujarnya.
Selain itu, Yusdianto juga mengkritisi kepemimpinan hakim Prof Arief Hidayat yang dinilai terkesan intimidatif sehingga para mahasiswa merasa jatuh dan terpukul.
"Mahasiswa ini kan proses, mereka belajar, hebat loh mereka, langsung substansi menggugat undang-undang. Kalau saya lihat, mereka mendalilkan dan materilnya sebenarnya juga sudah bagus, apalagi waktu sidang itu kan sebenarnya ke enam-enamnya ada, walau cuma lima yang masuk daring, yang satu di luar, dalam artian, tidak ada niat memalsukan tanda tangan," pungkasnya.