Mahkamah Konstusi (MK) sedikitnya membongkar dua kasus mahasiswa memalsu tanda tangan gugatan. Pertama dalam judicial review UU UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan kedua judicial review UU Ibu Kota Negara (IKN).
Berikut sejumlah petuah MK agar mahasiswa jangan memalsu tanda tangan yang dikutip detikcom, Minggu (17/7/2022):
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pendidikan Hukum
Hakim konstitusi Enny Nurbaningsih menyatakan larangan pemalsuan tanda tangan di MK bukan hanya soal penegakan hukum pidana. Tetapi juga untuk memberikan pendidikan hukum kepada masyarakat.
"Terkait dengan permohonan yang ada persoalan menyangkut aspek pidananya ya, tidak bisa kemudian kita bisa teruskan aspek pidananya itu karena ada unsur pemalsuan. Ini adalah bagian dari sistem hukum yang harus kita tegakkan ya, dan sekaligus bagian pendidikan dari pendidikan hukum kita bersama, begitu," kata Enny.
Enny juga menyoroti perbuatan tersebut dilakukan oleh mahasiswa. Sebab para pemohon masih muda sehingga sangat disayangkan memalsu tanda tangan.
"Sebagai tadi dikatakan anak muda harusnya paham. Jangan sekali-kali melakukan yang namanya mewakili tanda tangan atau tanda tangan palsu, tidak boleh sama sekali itu, ya," ujar Enny.
Mahasiswa Harus Berani Bertanggung Jawab
Hakim konstitusi Arief Hidayat memberikan nasihat agar para mahasiswa harus berani bertanggung jawab. Termasuk apabila melakukan pemalsuan tanda tangan.
"Anda Mahasiswa Fakultas Hukum, dalam urusan resmi di peradilan, tanda tangannya harus tanda tangan asli dan bisa dipertanggungjawabkan," kata Arief Hidayat.
Awalnya para mahasiswa dari Unila mengelak dan menyatakan tanda tangannya asli. Namun Arief tidak percaya begitu saja.
"Tapi ini setelah kita cek dengan kasat mata, sudah terlihat begini, gimana ini pertanggungjawaban Saudara? Kok diam?" kata Arief.
Mahasiswa Harus Menghargai Lembaga Tinggi Negara
Hakim konstitusi Arief Hidayat menyatakan para mahasiswa harus menghargai lembaga tinggi negara. Membuat tanda tangan palsu merupakan tindakan sebaliknya.
"Anda itu berhadapan dengan lembaga negara. Ini Mahkamah Konstitusi itu lembaga negara. Anda memalsukan tanda tangan, ini perbuatan yang tidak bisa ditolerir," kata Arief Hidayat.
Arie Hidayat meminta mahasiswa jangan memalsu tanda tangan di berbagai kepentingan, baik di MK atau pun di luar MK.
"Di tingkat bawah, itu juga tidak boleh, tapi ini di lembaga negara Anda mengajukan permohonan yang oleh lembaga negara ini dianggap serius, tapi ternyata Saudara memalsukan," beber Arief Hidayat.
Meski proses hukum di MK mudah, tetapi bukan berarti bisa seenaknya.
"Jadi, ini bukan kayak warung saja, ini dicabut terus saya minta, terus saya masukkan lagi. Ada proses yang panjang," kata Arief.
Simak video 'Momen MK Ungkap Mahasiswa Palsukan Tanda Tangan Gugatan':
Selengkapnya di halaman selanjutnya
Perbuatan yang Tidak Pantas dan Pidana
Mahasiswa yang memalsu tanda tangan, apalagi di gugatan dalam persidangan MK tidak pantas dilakukan. Selain tidak pantas, juga merupakan perbuatan pidana.
"Itu sesuatu hal yang tidak sepantasnya dilakukan oleh Mahasiswa Fakultas Hukum karena itu merupakan pelanggaran hukum," ujar Arief Hidayat.
MK bisa mengambil sikap tegas dengan melaporkan para pihak apabila memalsu tanda tangan.
"Ini Anda sebagai mahasiswa kalau memang ini palsu, diakui palsu. Tapi kalau tidak, Anda bisa pertahankan dan nanti ini akan kita minta dicek di kepolisian palsu atau tidak," kata Arief.
MK meminta mahasiswa jangan main-main dengan lembaganya.
"Hurriyah tanda tangannya beda. Gimana ini? Ini bisa dilaporkan ke polisi, kena pidana, lho, ini bermainβmain di instansi yang resmi. Ha? Beda semua antara KTP dengan di Permohonan. Jadi, tidak bisa bermainβmain," ucap Arief.
Tidak Boleh Nitip Tanda Tangan
MK menegaskan tanda tangan harus dibuat oleh si pemilik tanda tangan. Sebab tidak diperkenankan tanda tangan diwakili, meski si pemilik tanda tangan telah menyetujui/memberi izin.
"Bahwa tidak diperkenankan secara hukum, ya. Kemudian, sekalipun Anda menyetujui untuk tanda tangan dilakukan oleh pihak yang lain, tidak diperkenankan itu. Itu sama dengan pemalsuan tanda tangan. Itu tidak boleh itu dan itu bisa diproses secara hukum pidana," kata Enny yang juga Guru Besar UGM itu.
Sebagaimana diketahui, kasus terakhir dilakukan enam mahasiswa Unila, yaitu:
1.Hurriyah Ainaa Mardiyah
2.Nanda Trisua Hardianto
3.Muhammad Yuhiqqul Haqqa Gunadi
4.Dea Karisna
5.Rafi Muhammad
6.Ackas Depry Aryando
"Jadi Anda itu mahasiswa harus tahu persis, apalagi mahasiswa fakultas hukum. Anda itu berhadapan dengan lembaga negara. Ini Mahkamah Konstitusi itu lembaga negara. Anda memalsukan tanda tangan, ini perbuatan yang tidak bisa ditolerir. Anda mengajukan permohonan yang oleh lembaga negara ini dianggap serius, tapi ternyata Saudara memalsukan. Itu sesuatu hal yang tidak sepantasnya dilakukan oleh mahasiswa fakultas hukum karena itu merupakan pelanggaran hukum," kata Arief Hidayat tajam.
Mendapati pertanyaan itu, para mahasiswa terdiam. Mereka tertunduk.
"Baik, Yang Mulia. Maka dengan ini, kami mohon maaf atas kesalahan kami dan kelalaian kami. Kami akan mencabut permohonan kami," kata Pemohon.
Atas kejadian itu, Kepala Jurusan Hukum Tatanegara FH Unila Yusdianto mengatakan para pemohon, yakni mahasiswa, meminta maaf ke seluruh masyarakat Indonesia atas kegaduhan yang terjadi. Menurut dia, mereka tak berniat memalsukan tanda tangan.
"Mereka itu bergadangan sampai malam. Kebetulan yang dua dari luar daerah belum bisa langsung sampai, dan tidak ada maksud memalsukan kan juga dua orang tersebut mengetahui dan sudah mengiyakan kalau diyakinkan," kata Yusdianto.