PDIP menyoroti wacana pemisahan kursi penumpang pria dan wanita di angkutan kota (angkot) yang batal diterapkan. PDIP menilai pembatalan terjadi lantaran rencana itu tidak dipersiapkan secara matang serta tak adaptif dengan kondisi faktual.
"Pembatalan kebijakan pemisahan penumpang pria dan wanita di dalam angkot menunjukkan bahwa tidak adanya analisis penanganan masalah yang matang sehingga tidak adaptif dengan kebutuhan kondisi faktualnya," kata Sekretaris Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Dwi Rio Sambodo kepada wartawan, Kamis (14/7/2022).
Rio mendesak Pemprov DKI melakukan langkah represif di samping preventif terkait kejadian pelecehan seksual di dalam angkot. Selain memberikan edukasi, Rio memandang DKI perlu mengupayakan langkah represif demi memberikan efek jera.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jangan hanya menunggu reaksi publik atau opini meledak barulah panik mengambil tindakan penanganan. Peristiwa seperti ini kan pernah terjadi sebelum-sebelumnya," tegasnya.
Anggota Komisi A itu juga meminta supaya Pemprov DKI tak sekadar menyediakan pos aduan maupun memasang CCTV di sejumlah angkutan umum, tetapi turut melakukan pengawasan secara rutin.
"Imbauan-imbauan dalam bentuk stiker atau apa pun bentuknya tidak hanya asal ada, tapi termonitor secara baik, termasuk meminta pendapat warga tentang hal tersebut secara kontinu, penempatan petugas bersifat representatif di titik-titik yang mewakili ruang rawan," imbuhnya.
Sebagaimana diketahui, Pemprov DKI Jakarta berencana memisahkan tempat duduk pria dan wanita di angkutan kota (angkot). Namun wacana itu batal diterapkan.
Wacana itu awalnya disampaikan Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo pekan lalu. Rencana pemisahan kursi penumpang pria dan wanita di angkot sebagai upaya mencegah pelecehan seksual di angkutan umum. Apalagi kejadian pelecehan seksual sempat viral di angkutan umum di Jakarta.
Syafrin menjabarkan sejumlah langkah untuk mencegah pelecehan seksual tak terulang. Dia menyebut seluruh angkutan umum yang perizinannya dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta sudah dipasang CCTV hingga tak pakai kaca film.
"Untuk angkutan umum yang telah terintegrasi dalam Program Jaklingko melalui PT Transjakarta seluruhnya telah terpasang CCTV dan memenuhi standar pelayanan minimal (SPM) sesuai dengan pergub, salah satunya faktor pencahayaan di halte/stasiun/bus/angkot/kereta minimal 40 lux dan secara berkala dilakukan pengecekan Dishub," kata Syafrin kepada wartawan, Sabtu (9/7).
Syafrin juga menerangkan soal rencana mengatur tempat duduk antara penumpang wanita dan pria. Tempat duduk di dalam angkot untuk penumpang wanita dan pria akan dipisahkan.
"Agar kejadian pelecehan seksual di angkot tidak terjadi lagi, ke depan kami akan melakukan pengaturan pemisahan tempat duduk bagi penumpang angkot. Penumpang wanita kami harapkan duduk di sisi sebelah kiri dan penumpang pria duduk di sisi sebelah kanan. Harapannya, melalui pemisahan ini, kejadian serupa tidak terulang," ucapnya.
Lima hari setelah wacana itu disampaikan, Pemprov DKI Jakarta batal menerapkan kebijakan pemisahan kursi penumpang pria dan wanita di dalam angkutan kota (angkot). Pertimbangannya adalah belum dapat dilaksanakan.
"Dengan mempertimbangkan kondisi yang ada di dalam masyarakat, terhadap wacana pemisahan penumpang laki-laki dan perempuan di dalam angkot saat ini belum dapat dilaksanakan," kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo dalam keterangannya, Rabu (13/7).
Syafrin menuturkan pihaknya membentuk POS Sahabat Perempuan dan Anak (POS SAPA). Nantinya bakal ditempatkan nomor aduan 112 di sejumlah moda transportasi milik Jakarta serta mempersiapkan petugas.
"Fasilitas POS SAPA tersebut sudah terdapat di 23 halte TransJakarta, 13 stasiun MRT, dan 6 stasiun LRT. Direncanakan ke depan POS SAPA akan terus ditambahkan, termasuk menjangkau layanan angkot," jelasnya.
(taa/yld)