Terbongkar Cerita di Balik Peran ACT Terkait Korban Lion Air JT-610

Terbongkar Cerita di Balik Peran ACT Terkait Korban Lion Air JT-610

Azhar Bagas Ramadhan, Lisye Sri Rahayu - detikNews
Selasa, 12 Jul 2022 06:05 WIB
Keluarga serta kerabat korban pesawat Lion Air PK-LQP menabur bunga di lokasi jatuhnya pesawat tersebut. Kesedihan dan air mata mengiringi prosesi itu.
Tabur bunga korban Lion Air JT-610 (Foto: Grandyos Zafna/detikcom)
Jakarta -

Keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 menjelaskan terkait dana kompensasi dari Boeing. Keluarga korban menyebut ada 5 yayasan menjadi penyalur dana sosial itu, termasuk Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Keterlibatan ACT soal dana ahli waris korban Lion Air JT-610 ini mengemuka setelah adanya temuan polisi. Bareskrim Polri menduga adanya penyelewengan sebagian dana sosial atau CSR untuk keluarga korban yang dilakukan ACT. Ini terungkap setelah presiden Presiden ACT Ibnu Khajar dan mantan Presiden ACT Ahyudin pada Jumat (8/7) diperiksa.

"Bahwa pengurus yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dalam hal ini saudara Ahyudin selaku pendiri merangkap ketua, pengurus, dan pembina serta Ibnu Khajar selaku ketua pengurus melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana sosial/CSR dari pihak Boeing tersebut untuk kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi," kata Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Sabtu (9/7/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

detikcom kemudian menghubungi keluarga korban Lion Air JT-610. Dia adalah keluarga dari korban bernama Tami Julian, Engki Bocana. Engki awalnya menjelaskan soal dana kompensasi yang diberikan oleh Boeing kepada keluarga korban senilai Rp 4 miliar per orang.

"Nilainya Rp 4 miliar sebenarnya dari Boeing, jadi untuk keluarga korban. Itu sebenarnya dana untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan oleh jatuhnya Lion Air, contoh ada rumah yang ditabrak diganti pakai duit yang Rp 4 miliar per orang, terus ada pipa di Laut Jawa yang putus diganti pakai itu, ada kabel putus di Laut Jawa diganti pakai itu," kata Engki melalui sambungan telepon, Senin (11/7/2022).

ADVERTISEMENT

Engki menyebutkan sebanyak Rp 2 miliar langsung ditransfer ke rekening keluarga korban. Sementara Rp 2 miliar lainnya tidak disalurkan kepada perorangan, sehingga ditunjuk yayasan yang berperan sebagai penyalur.

Dana itu, kata Engki, ditujukan untuk kegiatan pendidikan hingga agama yang diajukan keluarga korban.

"Karena tidak ada yang signifikan yang disebabkan oleh jatuhnya Lion Air, maka 50% uang itu diserahkan langsung ke keluarga korban, ke rekening keluarga korban. Nah, 50%-nya harus keluarga korban merekomendasikan ke yayasan yang telah ditunjuk, atau yang telah direkomendasikan oleh Boeing," katanya.

"Sebenarnya uang itu kan untuk pendidikan dan agama," imbuhnya.

Engki lalu memilih yayasan yang kebetulan milik salah satu keluarga korban dari JT-610 itu. Dia tidak memilih ACT. Engki menyebut ada 5 yayasan yang ditunjuk, termasuk ACT.

"Saya atas nama Tami Julian, kebetulan saya pakai yayasan keluarga korban sendiri, nah kami sudah selesai semua itu. Semua terbangun, jadi sekolah terbangun, masjid terbangun. Kebetulan saya pengawasannya, ada bangun masjid di Bogor saya awasi sampai selesai. Jadi kami tidak ada masalah," kata dia.

Cerita Muncul Nama ACT

Perihal muncul nama ACT, Engki mengaku ada keanehan. Nama ACT muncul setelah Engki menentukan yayasan yang direkomendasikan ke Boeing. Dia menambahkan proses penunjukan ACT pun berjalan cepat dan tergesa-gesa.

"Cuman saya aneh juga kemarin tiba-tiba muncul di belakang, kami sudah melaksanakan bahkan. Kami punya yayasan sendiri yang itu dikelola oleh almarhum yang meninggal di pesawat itu, tiba-tiba dari Boeing, atau Lion menyodorkan ACT, agak sedikit waktu itu, tergesa-gesa, saya nggak tahu apa maksudnya," kata dia.

Dia mengaku tidak tahu kenapa ACT masuk dalam daftar yayasan yang direkomendasikan. Padahal, kata dia, awalnya ada 15 yayasan yang harus dipilih keluarga korban untuk direkomendasikan ke Boeing, tidak ada ACT dalam daftar.

"Kami tidak tahu ya ACT masuk ke dalam daftar yayasan yang direkomen oleh Lion atau oleh Boeing, karena awalnya itu kami hanya mengetahui ada 10 sampai 15 yayasan yang harus kami pilih untuk kami rekomendasikan, akhirnya 15 (yayasan) itu nggak ada yang kami pilih, akhirnya kami ngajuin sendiri (yayasan) atas nama korban Ahmad Mughni Pangkalpinang," kata dia.

Simak keluhan keluarga korban soal ACT pada halaman selanjutnya.

Simak Video: Jejak Kasus Penyelewengan Dana ACT hingga Naik Penyidikan

[Gambas:Video 20detik]



Engki menyebut yayasan yang dia gunakan menangani dana CSR dari Boeing ini telah bergerak di bidang sosial selama 10 tahun. Ada sekitar 30 korban JT-610 yang memilih yayasan itu.

"Yayasan yang sudah bergerak 10 tahun di bidang membantu orang-orang yang nggak mampu sekolah disekolahkan, atau masjid makanya kami mengasih kepercayaan kepada istri almarhum, keluarga korban juga, ada 30 lebih di situ," katanya.

Dia menambahkan dana 30 korban yang menggunakan yayasan dari keluarga korban Lion Air JT-610 itu telah tersalurkan seluruhnya. Engki sendiri juga ditunjuk sebagai pihak yang mengawasi pembangunan.

"Ya sudah tersalurkan, karena saya termasuk di situ yang mengawasi, survei, misalnya benar nggak masjid itu dibangun atau tidak, saya yang survei, kan dibagi-bagi, saya di wilayah Bogor, di Bogor minta tolong saya melihat pembangunannya dan itu kita awasi sampai selesai, dan itu bisa kita buktikan, kalau mau lihat ini jelas semua, tapi kalau ACT tidak ada yang beres satupun," kata dia.

Keluhan soal ACT

Sejak awal, Engki mengaku tidak merekomendasikan ACT sebagai penyalur dana kompensasi dari Boeing itu. Engki bercerita bahwa dia mendengar keluhan dari keluarga korban yang menggunakan ACT.

Keluhan itu dia dengar dari grup WhatsApp keluarga korban JT-610. Engki sendiri tergabung dalam grup itu.

"Saya nggak pakai ACT, tapi bagaimanapun saya aktivis di situ, dari keluarga korban yang pencarian mandiri, jadi saya ditelepon terus, cuma dari dulu saya tidak merekomendasikan sebenarnya ACT," tutur dia.

"Saya kan tahunya WA dari grup J-610 keluarga korban, jadi semua ACT itu sudah ngeluh dari kemarin-kemarin, ketika yang dijanjikan itu 3 kelas, dibangun 1 mereka ngilang. Selama ini yang saya dengar dari keluarga korban ada yang sudah merekomendasikan ke ACT, tapi janji mereka untuk membangun sekolah atau masjid terbengkalai semuanya," imbuhnya.

Engki menyebut ada 68 orang keluarga korban yang merekomendasikan setengah dana kompensasi kecelakaan Lion Air JT-610 kepada ACT.

"Kalau nggak salah 68 orang (merekomendasikan ke) ACT itu. Dana ada Rp 2 miliar (per orang), begitupun (Rp 2 miliar kompensasi lainnya) ACT dapat dia. Jadi 68 orang kali Rp 2 miliar," katanya.

ACT Diduga Tak Transparan

Sementara itu, Bareskrim Polri memaparkan temuan terbaru soal dugaan penyelewengan yang dilakukan ACT ini. ACT diduga tak transparan soal jumlah dana yang diterima keluarga korban.

"Kemudian yayasan ACT tidak memberitahukan realisasi jumlah dana CSR yang diterimanya dari pihak Boeing ke ahli waris korban, termasuk nilai serta progres pekerjaan yang dikelola oleh yayasan ACT," kata Kabag Penum Divhumas Polri Kombes Nurul Azizah dalam konferensi pers, di Jakarta, Senin (11/7/2022).

Nurul mengatakan ACT juga tidak merealisasi seluruh dana CSR kepada ahli waris korban. Justru dana tersebut malah dimanfaatkan untuk membayar gaji para petinggi ACT, bahkan untuk fasilitas dan kepentingan pribadi.

"Dan diduga pihak yayasan ACT tidak merealisasikan seluruh dana CSR yang diperoleh dari pihak Boeing, melainkan sebagian dana CSR tersebut dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua pengurus pembina serta staf pada yayasan ACT," katanya.

"Dan juga digunakan untuk mendukung fasilitas serta kegiatan atau kepentingan pribadi ketua pengurus atau presiden saudara A (Ahyudin) dan wakil ketua pengurus atau vice president saudara IK (Ibnu Khajar)," tambahnya.

Dalam tragedi kecelakaan Lion Air pada 2018 ini, pihak maskapai memberikan dana kompensasi kepada ahli waris korban. Dana bantuan itu terdiri dari santunan tunai senilai Rp 2,06 miliar dan dana sosial atau CSR dengan jumlah serupa.

Bantahan dari eks Presiden ACT pada halaman selanjutnya.

Bantahan dari Ahyudin

ACT pun menanggapi soal temuan dari Polri ini. Bantahan lantas disampaikan oleh Ahyudin. Saat ini, Ahyudin tidak laga menjabat sebagai Presiden ACT. Dia menegaskan tak ada penyimpangan dana kerja sama ACT dengan Boeing.

"Insya Allah, saya pastikan tak ada penyimpangan dana kerja sama ACT dengan Boeing," kata Ahyudin kepada wartawan, Sabtu (9/7).

"Tenggat waktu kerjasama implementasi program kalau tidak salah masih sampai akhir Juli 2022, bahkan masih sangat mungkin bisa dinegosiasikan untuk perpanjangan waktu," tambahnya.

Ahyudin mengatakan hingga terakhir tugasnya di ACT pada Januari 2022 lalu, realisasi program kerja sama dengan Boeing sudah mencapai lebih dari 70 persen. Jadi, kata dia, sisanya sekitar 30 persen sejatinya bisa selesai dalam waktu 6 bulan di bawah kepemimpinan baru ACT saat ini.

"Saya sejak 11 Januari 2022 saya sudah tak lagi di ACT. Jadi saya tak begitu tahu lagi bagaimana progress program ini. Mestinya waktu 6 bulan Januari sampai dengan Juli 2022 adalah waktu yang lebih dari cukup untuk tuntaskan implementasi program ini," ucapnya.

Halaman 3 dari 3
(lir/lir)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads