Bertetangga selalu ada duka dan suka. Bila mendapatkan tetangga yang baik, tentu penuh dengan cerita bersama. Tapi bagaimana bila tetangga tidak sesuai harapan?
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate yang dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com Berikut pertanyaan lengkapnya:
Halo detik's Advocate
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tetangga punya gangguan anxiety. Terus kalau kumat bisa ngamuk atau marah-marah, manjat tembok lalu teriak-teriak ke rumah kami.
Itu bisa ditindak secara hukum atau lapor ke polisi nggak ya?
Bagaimana penjelasannya secara hukum ya pak?
B
Jakarta
Untuk menjawab pertanyaan pembaca detik's Advocate di atas, kami meminta pendapat advokat Rusdianto Matulatuwa SH. Berikut penjelasan lengkapnya:
Bahwa anxiety/gangguan kecemasan merupakan salah satu penyakit yang masuk sebagai gangguan kesehatan mental. Di Indonesia, survei yang dilakukan tim peneliti di Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia kepada anak muda usia 16-24 tahun menemukan lebih dari 95% responden menyatakan mereka pernah mengalami gejala kecemasan dan 88% pernah mengalami gejala depresi.
Bahwa ketika seorang dinyatakan depresi ketika perbuatannya dilakukan dan terbukti telah melanggar ketentuan pidana maka mendasarkan Pasal 44 KUHP yang di dalamnya mengatur mengenai keadaan seseorang yang tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya. Berbunyi secara lengkap sebagai berikut:
"Seseorang apabila telah melaksanakan suatu perbuatan yang melanggar hukum, yang mana seharusnya dapat dimintai pertanggungjawaban, tetapi karena adanya suatu penyakit atau gangguan dalam kejiwaannya maupun gangguan dalam kemampuan berpikir sehatnya, maka ia tidak dapat dipertanggungjawabkan pidananya".
Menurut doktrin tersebut maka yang dimaksud bertanggung jawab, yang pengaturannya terdapat dalam Pasal 44 KUHP yaitu:
Pertama, apabila seseorang tidak bebas dalam melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang dilarang atau diperintah oleh undang-undang, maka dapat dikatakan sebagai tindakan yang dipaksa.
Kedua, apabila seseorang dalam keadaan tertentu tidak dapat menyadari tindakannya dilarang oleh hukum dan orang tersebut tidak paham dari akibat yang ditimbulkan oleh tindakannya, seperti gila atau penyakit gangguan kesehatan lainya yang mengakibatkan dia tidak sadar apa yang telah dilakukannya maka dia tidak bisa dipidana, Dengan kata lain orang yang sedang sakit jiwa dan lemah mental tidak dapat dihukum.
Kondisi yang demikian dalam hukum pidana diatur dalam pasal 41 ayat (1) KUHP yang menyatakan bahwa:
Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
Terdapat penafsiran hukum dalam ketentuan pasal ini, di mana tidak ditentukannya batasan-batasan seseorang yang mengalami gangguan kejiwaan yang tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidananya. Sehingga kami berpendapat pasal tersebut dapat diartikan sebagai berikut:
Seseorang apabila telah melaksanakan suatu perbuatan yang melanggar hukum, yang mana seharusnya dapat dimintai pertanggungjawaban, tetapi karena adanya suatu penyakit atau gangguan dalam kejiwaannya maupun gangguan dalam kemampuan berpikir sehatnya, maka ia tidak dapat dipertanggungjawabkan pidananya.
Diatur lebih lanjut pada pasal 44 (2) KUHP:
Jika nyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal, maka dapatlah hakim memerintahkan memasukkan dia ke rumah sakit jiwa selama-lamanya satu tahun untuk diperiksa.
Terkait dengan alasan di atas tentu dibuuhkan pendekatan ilmu medis yang lebih tepat dan akurat untuk menentukan sakit atau tidak seseorang manusia
![]() |
Rusdianto Matulatuwa
Advokat
Gedung Graha Pratama, 20th Floor
Jalan MT Haryono, Jakarta
Email : rusdiantomatulatuwa@gmail.com
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum waris, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
![]() |
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.