Jakarta -
Sejatinya Dewan Pengawas (Dewas) KPK dibentuk dengan semangat agar para insan KPK benar-benar diawasi dengan melekat. Namun aturan-aturan yang dibikin Dewas KPK dianggap malah lebih lunak. Kenapa?
Setidaknya hal itu disampaikan mantan juru bicara KPK, Febri Diansyah, yang menyoroti tentang salah satu sidang etik yang bakal dilakukan Dewas KPK pada Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Apa kata Febri?
"Apa sanksi jika Pimpinan KPK melakukan pelanggaran berat? Diberhentikan? Ternyata tidak," ucap Febri melalui akun Twitternya. Febri telah mengizinkan cuitannya dikutip dan disesuaikan ejaannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Meskipun UU KPK mengatur Pimpinan bisa diberhentikan karena melakukan Perbuatan Tercela, tapi Dewan Pengawas ternyata tidak mengatur secara tegas. Sanksi maksimal hanya diminta mengundurkan diri," imbuhnya.
Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK memang menyebutkan mengenai hal tersebut. Berikut ini isinya:
Pasal 32
(1) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi berhenti atau diberhentikan karena:
a. meninggal dunia;
b. berakhir masa jabatannya;
c. melakukan perbuatan tercela;
d. menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan;
e. berhalangan tetap atau secara terus-menerus selama lebih dari 3 (tiga) bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya;
f. mengundurkan diri; atau
g. dikenai sanksi berdasarkan Undang-Undang ini.
Baca halaman selanjutnya.
Sayangnya, Dewas KPK sebagai penjaga gawang etik KPK tidak memasukkan opsi tersebut. Dalam Peraturan Dewas KPK (Perdewas) Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK, hanya disebutkan sanksi paling berat adalah diminta mengundurkan diri.
"Sanksi untuk Pimpinan dibuat lebih lunak di Peraturan Dewan Pengawas KPK, hanya potong penghasilan 40 persen dan diminta mundur. Jadi dari aspek sanksi memang berlebihan jika berharap Dewas bisa berfungsi kuat mengawasi Pimpinan. Padahal keberadaan Dewas dulu digadang-gadangkan sebagai alasan revisi UU KPK," ucap Febri.
"Bandingkan dengan ancaman sanksi untuk Pegawai KPK. Selain terancam sanksi dari Peraturan Dewas, juga ada sanksi sampai pemberhentian tidak dengan hormat dalam posisi sebagai ASN. Nggak masuk akal jika ancaman sanksi etik/disiplin untuk Pegawai KPK lebih berat dari ancaman sanksi Pimpinan KPK," imbuhnya.
Dalam Perdewas KPK Nomor 3 Tahun 2021 disebutkan mengenai jenis-jenis sanksi, yaitu:
Pasal 9
(1) Tingkat Sanksi terdiri dari:
a. Sanksi Ringan;
b. Sanksi Sedang; dan
c. Sanksi Berat.
(2) Dalam hal suatu peristiwa Pelanggaran Etik terdapat beberapa perbuatan dengan tingkat sanksi yang berbeda-beda maka Sanksi yang dijatuhkan adalah Sanksi yang
terberat:
(3) Dalam hal terjadi pengulangan Pelanggaran Etik oleh Insan Komisi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun dihitung sejak penjatuhan Sanksi, maka Insan Komisi dimaksud
dijatuhkan Sanksi satu tingkat di atasnya.
Lantas apa saja bentuk sanksi dari 3 jenisnya itu?
Pasal 10
(1) Jenis Sanksi Ringan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 Ayat (1) huruf a untuk Dewan Pengawas dan Pimpinan, terdiri dari:
a. Teguran Lisan; atau
b. Teguran Tertulis.
(2) Jenis Sanksi Sedang sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 Ayat (1) huruf b untuk Dewan Pengawas dan Pimpinan, terdiri dari:
a. Teguran Tertulis dan pemotongan penghasilan yang diterima setiap bulan sebesar 10% (sepuluh persen) selama 6 (enam) bulan; atau
b. Teguran Tertulis dan pemotongan penghasilan yang diterima setiap bulan sebesar 20% (dua puluh persen) selama 6 (enam) bulan.
(3) Jenis Sanksi Berat sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 Ayat (1) huruf c untuk Dewan Pengawas dan Pimpinan, terdiri dari:
a. Teguran Tertulis dan pemotongan penghasilan yang diterima setiap bulan sebesar 40% (empat puluh persen) selama 12 (dua belas) bulan; atau
b. Diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai Dewan Pengawas atau Pimpinan.
(4) Format surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.
Bila merujuk pada pasal-pasal di atas, bisa disimpulkan bahwa sanksi terberat yang bisa mengancam pimpinan KPK ataupun pimpinan Dewas KPK adalah 2 hal, yaitu teguran tertulis serta pemotongan gaji 40 persen selama setahun dan diminta mengundurkan diri. Tidak ada sanksi yang menyebutkan pimpinan KPK atau pimpinan Dewas KPK melakukan pelanggaran etik berat bisa diberhentikan tidak dengan hormat.
Lili Pintauli Disidang Etik Lagi
Pembahasan mengenai sanksi etik ini merujuk pada segera digelarnya sidang etik bagi Lili Pintauli Siregar sebagai Wakil Ketua KPK. Dia akan diadili etik pada 5 Juli 2022.
Urusan dugaan pelanggaran kode etik untuk Lili Pintauli ini berkaitan dengan dugaan penerimaan fasilitas menonton MotoGP Mandalika beberapa waktu lalu. Ini merupakan kedua kali Lili Pintauli akan diadili secara etik.
Dalam kasus saat ini, Lili Pintauli diduga menerima tiket penginapan dan tiket MotoGP Mandalika. Diketahui, Dewas KPK telah meminta konfirmasi pihak BUMN, yakni PT Pertamina, untuk membawa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan perkara ini.
Dokumen itu antara lain tiket MotoGP pada Grandstand Premium Zone A-Red dan penginapan di Amber Lombok Beach Resort. Sedangkan dalam pelanggaran etik sebelumnya Lili pernah dijatuhi sanksi etik pemotongan gaji terkait penyalahgunaan pengaruh dan hubungannya dengan pihak beperkara di KPK, yakni Wali Kota Tanjungbalai nonaktif M Syahrial.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini