Massa buruh yang tergabung dalam Partai Buruh dan serikat buruh menggelar unjuk rasa di depan gedung DPR RI hari ini. Mereka membawa beberapa tuntutan, mulai menolak revisi Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP) hingga menyoroti pelaksanaan kampanye 75 hari.
"Tuntutannya ada lima, satu menolak UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan atau kita kenal dengan UU PPP. UU PPP ini pintu masuk daripada pemerintah dan DPR melegalkan omnibus law dan Cipta Kerja," kata Ketua Umum Partai Buruh Said Iqbal di lokasi, Rabu (15/6/2022).
Selain melakukan demo untuk penolakan UU PPP ini, buruh akan melakukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Dengan kata lain, UU PPP ini hanya akal-akalan hukum agar omnibus law bisa dibenarkan dalam proses pembuatannya ke depan. Oleh karena itu, kita menolak UU PPP dan kita akan melakukan judicial review," ujarnya.
Selain itu, Said mengatakan massa aksi menyoroti permasalahan lain, di antaranya menolak omnibus law UU Cipta, mendesak pengesahan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, dan menolak liberalisasi pertanian.
"Yang kedua isunya adalah tolak omnibus law UU Cipta Kerja. MK sudah memutuskan inkonstitusional bersyarat dan cacat formil. Ketiga, mengesahkan rancangan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga atau UU PPRT. Sudah 17 tahun dibahas tapi tidak disahkan," kata Said.
"Keempat, kami menolak liberalisasi pertanian dalam sidang WTO. Sekarang sedang berlangsung konferensi tingkat menteri ATMWTO. Liberalisasi pertanian akan merugikan petani. Daya beli petani turun, harga benih dan pupuk naik, karena ditaruh dalam mekanisme pasar. Harga pangan sekarang sudah naik menurut FAO adalah 13 persen," imbuhnya.
Lebih lanjut, pihaknya juga menyoroti soal kampanye pemilu yang akan berlangsung selama 75 hari. Said Iqbal menyoroti kesepakatan pelaksanaan masa kampanye antara DPR, pemerintah, dan KPU itu.
"Partai Buruh dan organisasi buruh menolak masa kampanye hanya 75 hari. Kan itu melanggar UU. KPU adalah penyelenggara pemilu, DPR dan pemerintah adalah peserta pemilu. Kok peserta pemilu bersepakat dengan penyelenggara pemilu. Ini melanggar UU," jelasnya.
Simak berita selengkapnya pada halaman berikut.
(lir/lir)