Korban tsunami Pandeglang pada 2018 yang tinggal di hunian sementara (huntara) mengeluh diminta membayar Rp 700 ribu. Mereka menyebut uang Rp 700 ribu itu diminta untuk membayar tiap unit.
"Sama Pak A sama Pak T sama antek-anteknya di sini juga ada. Katanya satu unit harus dibayarkan senilai 700 ribu, mau tidak mau dalam satu Minggu harus lunas. Nyicil juga nggak apa-apa Rp 200 ribu, Rp 300 ribu," kata salah satu penghuni huntara, Sofi, di Teluk-Labuan Kamis, (9/6/2022).
"Boro-boro Rp 100 ribu, Rp 200 ribu, pencarian sehari aja nggak mampu buat makan. Buat listrik aja kadang ngutang," tambah Sofi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sofi mengatakan orang yang menagih uang itu merupakan oknum pegawai BPBD dan Pemadam Kebakaran Kabupaten Pandeglang. Menurutnya, oknum tersebut beralasan agar hunian tersebut menjadi hak milik pribadi.
"Ancaman mau digusur dilelangin katanya, digusur katanya," ucapnya.
Dia merasa curiga karena orang yang meminta uang itu tidak memiliki surat resmi dari pihak terkait. Menurutnya, ada beberapa orang penghuni yang sudah memberikan uangnya.
"Tidak ada surat resmi, kami nggak yakin, kami juga tidak mampu. Tapi ada juga yang sebagian ngasih, empat orang," ujarnya.
Camat Labuan, Ace Jarnuji, mengaku akan mengusut kasus ini. Dia berjanji meminta pihak yang meminta uang mengembalikannya ke warga.
"Nanti saya tanya kepada yang bersangkutan. Kalau benar terbukti untuk mengembalikan," katanya.
Sekretaris BPBD Pandeglang, Rahmat Zultika, juga meminta warga yang merasa dirugikan untuk melaporkan oknum tersebut.
"Nggak tahu itu kalau kita. Kalau orang Damkar begitu, nggak benar itu, laporin aja," ujarnya.