Penunjukan perwira TNI aktif sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat menuai kontroversi. Perwira yang ditunjuk sebagai Pj Bupati itu ialah Kepala BIN Sulawesi Tengah (Sulteng) Brigjen Chandra As'aduddin.
Penunjukan Chandra sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat itu dibenarkan oleh Menko Polhukam Mahfud Md. Dia menyebut Brigjen Chandra ditunjuk karena bertugas di luar TNI, selaku instansi induknya.
"Benar Brigjen Chandra sudah ditetapkan sebagai Penjabat Bupati. Dia memang anggota TNI tapi ditugaskan di luar instansi induknya," kata Mahfud saat dihubungi detikcom, Selasa (24/5/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mahfud mengatakan putusan MK menyatakan anggota TNI-Polri yang ditugaskan di institusi lain bisa menjabat sebagai Pj kepala daerah. Dia menyebut Brigjen Chandra sudah lama ditugaskan di BIN.
"Menurut putusan MK, anggota TNI/Polri yang tidak aktif secara fungsional di institusi induknya tapi ditugaskan di institusi atau birokrasi lain itu bisa menjadi Penjabat Kepala Daerah. Misalnya mereka yang bekerja di BNPT, Kemko Polhukam, Kemkum-HAM, BIN, Setmil, Lemhanas dan lain-lain. Aturan dan putusan MK mengatur begitu. Brigjen Chandra itu sudah lama dipekerjakan di BIN," tuturnya.
Mahfud menyebut anggota TNI-Polri yang alih status juga boleh menjabat sebagai Pj kepala daerah. Mahfud mencontohkan Komjen (Purn) Paulus Waterpauw.
"Selain yang dipekerjakan di luar institusi induk, anggota TNI/Polri yang alih status menjadi PNS dan pensiun juga boleh. Contohnya Paulus Waterpauw, Pati Polri bintang 3 yang sekarang jadi Penjabat Gubernur Papua Barat. Pak Waterpauw itu sekarang bekerja di Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)," ujarnya.
Baca juga: Mahfud Md Vs Said Didu Gegara 'Au Ah Elap' |
Tuai Kontroversi
Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Perludem, KoDe Inisiatif, Pusako Andalas dan Puskapol UI mengkritik penunjukan Brigjen Chandra sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat. Koalisi Masyarakat menilai ada beberapa hal yang menjadi persoalan dalam penunjukan tersebut, salah satunya status TNI aktif.
Rilis bersama yang disampaikan Muhammad Ihsan Maulana (KoDe Inisiatif), Hurriyah (Puskapol UI), Kahfi Adlan Hafiz (Perludem) dan Beni Kurnia Illahi itu menyoroti penunjukan Brigjen Chandra yang dinilai tidak melalui mekanisme demokratis. Menurut koalisi, merujuk pada Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, kepala daerah dipilih secara demokratis.
"Pada Putusan MK No 67/PUU- XIX/2021, MK mengingatkan pentingnya klausul 'secara demokratis' tersebut dijalankan. Dalam implementasinya, MK juga memerintahkan agar pemerintah menerbitkan peraturan pelaksana yang tidak mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi, termasuk transparansi," kata Ihsan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (24/5/2022).
Koalisi Masyarakat Sipil menilai Kemendagri tidak melibatkan publik dalam pemilihan Brigjen Chandra sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat. Koalisi Masyarakat Sipil juga menyoroti Kepmendagri tentang pengangkatan perwira TNI aktif itu yang belum dapat diakses secara luas oleh publik.
Selain itu, dia juga menyebut UU Pilkada No 10/2016 telah mengatur Pj bupati/wali kota hanya dapat berasal dari jabatan pimpinan tinggi (JPT) pratama. Dia menilai jabatan Kabinda yang diemban Chandra bukan merupakan JPT pratama sebagaimana disyaratkan oleh UU Pilkada.
Jika merujuk pada UU Intelijen Negara dan Perpres 90/2012 tentang BIN, jabatan-jabatan di BIN bukanlah jabatan ASN seperti yang didefinisikan dalam UU ASN.
"Dapat disimpulkan bahwa Brigjen Andi tidak memenuhi kriteria seperti yang disyaratkan UU Pilkada," ucapnya.
Simak video 'Namanya Masuk Bursa Pj Gubernur DKI, Kapolda Fadil Imran : Saya Tak Berminat!':
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Dia juga mempermasalahkan Chandra yang merupakan prajurit TNI aktif. Koalisi Masyarakat Sipil menilai penunjukan prajurit TNI aktif sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat bertentangan dengan UU 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
"UU tersebut menentukan bahwa prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif. Hal ini demi membangun institusi TNI yang profesional, tidak terikat pada kepentingan politik, dan penghormatan atas supremasi sipil," tuturnya.
Dengan demikian Koalisi Masyarakat bersikap sebagai berikut:
1. Mendesak Kemendagri untuk membatalkan penunjukan Brigjen TNI Andi Chandra As'aduddin sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan melanggar prinsip-prinsip demokrasi.
2. Menuntut Kemendagri agar melaksanakan amanat reformasi, menjalankan hukum, dan menjamin prinsip demokrasi dalam penunjukan Pj Kepala Daerah dalam rangka mengisi kekosongan kekuasaan di daerah-daerah yang kepala daerahnya telah habis masa jabatannya.
3. Mendesak Kemendagri untuk tidak menunjuk prajurit TNI dan Polri aktif untuk menjadi Pj Kepala Daerah karena bertentangan dengan hukum, khususnya UU TNI, UU Polri, UU Pilkada, dan Putusan MK No. 67/PUU-XIX/2021.
4. Meminta pemerintah agar segera menerbitkan aturan pelaksana tentang pengangkatan penjabat kepala daerah yang sesuai dengan perintah Putusan MK dan prinsip-prinsip demokrasi, dengan mekanisme yang menjamin keterbukaan, akuntabel, dan partisipatif.
5. Mendesak Kemendagri agar membuka nama-nama calon Penjabat Kepala Daerah yang akan ditunjuk sebagai bentuk transparansi sehingga publik dapat melihat dan menilai proses penunjukan Pj yang demokratis
Ahli hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menyebut seorang TNI aktif harus mengundurkan diri sebelum menjadi Pj kepala daerah. Dia merujuk pada UUD 1945.
"Saya pikir ya sudah tegas di Pasal 30 UUD 1945 tugas TNI dan kepolisian itu soal pertahanan dan keamanan, tidak sebagai pengurus pemerintahan di daerah," kata Feri.
"Nah perlu kita ingat beberapa putusan MK ya, MK sudah memastikan bahwa UU TNI konstitusional, anggota TNI dan Kepolisian yang ingin mengabdi di pemerintah daerah harus mengundurkan diri karena sebagai prinsip profesionalitas," imbuhnya.
Feri mengatakan berdasarkan Putusan MK nomor 67 2021, Putusan MK nomor 15 dan Putusan MK 18/2022 menyatakan bahwa prinsip-prinsip demokrasi harus dilindungi, Pj kepala daerah yang dipilih adalah orang yang berkompeten di dalam bidangnya. Namun menurut Feri, TNI dan Kepolisian bukan bidangnya dalam kepengurusan pemerintahan daerah.
"Pesan putusan MK itu menunjuk yang kompeten... TNI dan polisi kan tidak didik dan dilatih untuk itu," katanya.
Dia meminta agar pemerintah melaksanakan putusan MK tersebut. Dia meminta pemerintah tidak menafsirkan sendiri pasal konstitusi tersebut.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Khawatir Dwifungsi TNI
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi NasDem Saan Mustopa juga menyoroti penunjukan Brigjen Chandra As'aduddin sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat. Saan khawatir soal dwifungsi TNI seperti Orde Baru.
"Ini kan ada kekhawatiran misalnya terkait anggapan yang lalu, tentang nanti lahirnya TNI-Polri masuk ke ranah-ranah sipil. Dulu ada dwifungsi, hal-hal seperti itu ada kekhawatiran kembali muncul. Hal-hal seperti ini tentu harus dihindari," kata Saan.
Dia mengatakan prajurit TNI dan anggota Polri aktif tidak boleh menjadi penjabat kepala daerah. Dia mengaku tak masalah jika penjabat kepala daerah diisi oleh purnawirawan.
"TNI aktif memang tidak boleh, polisi aktif tidak boleh. Purnawirawan yang boleh menjabat," kata Saan.
Saan menyinggung pertimbangan MK soal siapa saja yang bisa menjadi penjabat kepala daerah. Saan mendorong pemerintah membuat peraturan turunan dari pertimbangan MK tersebut.
"Karena MK sudah memberikan pertimbangan kepada pemerintah terkait dengan penunjukan pj, sebaiknya supaya tidak mengalami problem seperti hari ini, pemerintah sebaiknya membuat turunan dari pertimbangan MK. Dalam bentuk peraturan tertulis secara formal agar proses penunjukan ini bisa dilakukan secara transparan prinsip-prinsip demokrasinya bisa dikedepankan," ujarnya.
"Selama masih banyak pejabat pratama untuk bupati, wali kota, dari kalangan sipil, lebih baik menurut saya itu yang dikedepankan," imbuhnya.
Dinilai Tak Masalah
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi PDIP Junimart Girsang mengatakan tidak ada larangan yang mengatur perwira TNI/Polri menjadi penjabat (Pj) kepala daerah. Dia menegaskan hal itu diperbolehkan selama perwira tersebut tidak berada di dalam struktur TNI atau Polri.
"Jadi TNI/Polri yang selama ini bertugas di luar struktur organisasi TNI/Polri dengan jabatan JPT pratama boleh ditunjuk sebagai Pj bupati/wali kota," ujar Junimart dalam keterangan tertulis kepada wartawan.
Junimart menyampaikan hal itu berdasarkan UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 yang disebutnya mengatur Pj bupati/wali kota berasal dari pejabat di jabatan pimpinan tinggi (JPT) pratama. Junimart menyebut perwira TNI/Polri aktif yang bertugas di luar struktur organisasi TNI/Polri dan menjabat JPT pratama boleh ditunjuk sebagai penjabat bupati/wali kota.
"Yang dilarang itu apabila dia (perwira TNI/Polri) itu masih aktif dan bertugas dalam struktur TNI/Polri. Ini yang dimaksud dalam pertimbangan dan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK)," ucapnya.
Dia meminta masyarakat tidak salah memahami putusan MK terkait penunjukan Pj kepala daerah. Menurutnya, sebagian orang salah paham dengan menilai putusan MK tersebut mengatur agar setiap perwira TNI/Polri aktif yang akan ditunjuk menjadi penjabat kepala daerah harus pensiun.
"Jadi terkait putusan MK ini, jangan salah memahami. Di mana sebagian orang beranggapan TNI/Polri aktif harus pensiun dulu baru bisa ditunjuk menjadi Pj kepala daerah. Kalau sudah pensiun, ya malah nggak bisa karena bukan lagi pejabat pimpinan tinggi madya atau pratama," ujarnya.