Isty Febriyani yang menulis kisah 'layangan putus versi Polda Metro' tentang perselingkuhan suaminya, Briptu A dengan polwan Bripda RPH mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Isty mengaku mengalami KDRT saat mengandung anaknya.
"Pernah itu waktu saya hamil 7 bulan. Itu gara-garanya saya kan sempet jualan kayak pancake durian, waktu saya hamil saya pengen punya income buat saya jajan, akhirnya saya jualan itu terus dia bilangnya nganterinnya ke cowok ternyata dia nganterinnya ke temen ceweknya terus jauh-jauh ke Bekasi," ujar Isty saat berbincang dengan detikcom, Selasa (24/5/2022).
Isty mendapatkan kekerasan fisik saat menanyakan tujuan suaminya Briptu A mengantar kue jualannya. Isty mengaku kehamilannya saat itu mengalami kejanggalan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terus saya bilang jelasin dulu itu siapa, dia marah, dia nendang saya pakai sepatu dinasnya. Keram sih, bayinya sempet nggak gerak gitu di dalam, tapi pas sudah beberapa jam akhirnya dia mau dielus-elus akhirnya gerak nggak apa-apa," ujarnya.
Saat mengandung, Isty bercerita juga kerap ditinggal Briptu A. Isty sempat meyakini sikap sang suami akan lebih peduli pada dirinya, namun sikap yang diharapkan Isty itu tak muncul juga dari Briptu A.
"Saya pendarahan sampai umur 5 bulan loh pikiran terus sering ditinggal nongkrong, jadi kayak sendirian. Tapi saya mikirnya bakal berubah kok, bakal berubah, tapi ternyata nggak malah makin parah," imbuhnya.
Polda Metro Jaya sebelumnya menegaskan dua polisi di kasus 'layangan putus' atau perselingkuhan telah diputus secara sidang etik. Putusan sidang itu ditetapkan sejak 2021.
Lihat juga video 'Ciri-ciri Pasangan Kamu Selingkuh':
Simak selengkapnya, di halaman selanjutnya:
"Putusan komisi sidang kode etik terhadap Briptu A ini sudah ada. Kemudian putusan sidang terhadap Bripda Rika Putri Handayani ini sudah ada di mana dalam putusan sidang ini sudah diproses di kita tahun 2021 putusan sidangnya," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E Zulpan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (24/5).
Dua polisi itu diproses sejak 2019 sesuai dengan laporan yang dilayangkan oleh sang istri Isty Febriyani. Zulpan mengatakan kasus itu segera diproses hingga dinyatakan memiliki putusan yang inkrah pada 2021.
"Karena dia kan berproses ya sejak terjadi pemeriksaan dan putusan sidang itu tahun 2021 yang inkrah. Artinya, memiliki kekuatan hukum yang tetap, baik dari segi etik dan profesi kepolisian," jelas Zulpan.
Briptu A dijatuhi hukum pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH), sementara Bripda RPH dikenai hukum demosi. Zulpan pun menjelaskan alasan perbedaan hukuman kedua polisi tersebut.
"Perbedaan putusan ini adalah kan kalau sidang disiplin dan sidang kode etik itu ada majelis sidangnya. Sampai ketuk palu di situ dan saya tidak terlibat di situ itu putusan sidang. Putusan sidang tentunya memiliki kekuatan hukum," ucap Zulpan.