Nirina Zubir Siap Bersaksi di Sidang Mafia Tanah: Yang Ditunggu Datang Juga!

Nirina Zubir Siap Bersaksi di Sidang Mafia Tanah: Yang Ditunggu Datang Juga!

Karin Nur Secha - detikNews
Selasa, 17 Mei 2022 11:02 WIB
Jakarta -

Kasus mafia tanah yang dilaporkan Nirina Zubir terhadap mantan ART-nya akan disidangkan pagi ini. Nirina Zubir mengaku telah menunggu momen ini untuk bersaksi di kasus tersebut.

"Iya akhirnya yang ditunggu akhirnya datang juga kita masuk ke persidangan," ujar Nirina Zubir di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa (17/5/2022).

Nirina berharap sidang kali ini dapat berjalan secara lancar dan keadilan berpihak kepada para korban. Apalagi tiga dari lima terdakwa kasus tersebut merupakan notaris.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Intinya bahwa kita berharapnya semoga vonisnya seberat-beratnya dan setinggi-tingginya karena kan mudah-mudahan ini jadi beri efek jera buat orang yang tau hukum tapi menyalahgunakan hukum itu sendiri," jelas Nirina.

"Jadi untuk hukum notaris ini tidak ada lagi gitu dan lebih hati-hati lagi sehingga tidak mudah terjadi kasus seperti ini lagi," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Dalam perkara ini, ada 5 terdakwa yang dijerat, yaitu:
1. Riri Khasmita
2. Edirianto
3. Faridah
4. Ina Rosalina
5. Erwin Riduan

Mereka sudah menjalani sidang perdana sejak awal April 2022. Mereka didakwa melakukan pemalsuan surat hingga tindak pidana pencucian uang atau TPPU. Persidangan untuk kelimanya dilakukan dalam berkas terpisah dengan jeratan pidana Pasal 264 ayat (1) dan ayat (2) KUHP juncto Pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) KUHP juncto Pasal 362 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP serta Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (selanjutnya disebut UU TPPU).

Berikut ini penjelasan pasal-pasal itu:

Pasal 264 ayat (1) dan ayat (2) KUHP

(1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:
1. Akta-akta autentik;
2. Surat utang atau sertifikat utang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;
3. Surat sero atau utang atau sertifikat sero atau utang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai;
4. Talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu;
5. Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan.

(2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) KUHP

(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Pasal 362 KUHP

Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Pasal 3 UU TPPU

Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Duduk Perkara

Dalam ringkasan di SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar), disebutkan bahwa awalnya Riri Khasmita bekerja di rumah almarhumah Cut Indria Martini, yang merupakan ibu dari aktris Nirina Raudhaful Jannah Zubir atau yang lebih dikenal dengan nama Nirina Zubir. Riri Khasmita dipercaya mengurus kos-kosan di Srengseng, Jakarta Barat, yang berjumlah 5 kamar bersama Edirianto, suaminya.

Pada 2015, Cut Indria pernah menceritakan dan memperlihatkan asetnya berupa 6 sertifikat, yang pajaknya belum dibayarkan, kepada Riri Khasmita. Cut Indria lantas meminta Riri Khasmita menanyakan pengurusan pembayaran pajak itu tanpa memberikan sertifikat hak milik (SHM) yang asli.

"Bahwa sejak mengetahui almarhumah Cut Indria Martini mempunyai banyak aset tanah dengan Sertifikat Hak Milik tersebut, maka timbul niat jahat (mens rea) terdakwa Riri Khasmita untuk menguasai semua Sertifikat Hak Milik Cut Indria Martini tersebut," ucap jaksa.

Rencana jahat itu disampaikan Riri Khasmita kepada Edirianto, suaminya. Mereka kemudian mengambil 6 SHM yang disimpan di dalam koper milik Cut Indria.

Lalu, mereka menemui Faridah sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah atau PPAT sembari menyerahkan 6 SHM itu. Mereka turut berkonsultasi ke Faridah untuk mencari cara mendapatkan uang dari 6 SHM itu.

"Atas petunjuk Faridah, 6 SHM keluarga almarhumah Cut Indria Martini diserahkan kepada Faridah untuk dilakukan penerbitan Akta Jual Beli sehingga kepemilikannya menjadi atas nama Riri Khasmita dan Edirianto, selanjutnya setelah dialihkan barulah bisa dijual atau digadaikan ke bank agar mendapatkan uang dengan cepat," ucap jaksa.

Riri Khasmita Nggak Modal!

Terkait pengurusan pajak hingga penerbitan AJB atau Akta Jual Beli itu, Riri Khasmita mengaku tidak memiliki biaya atau modal. Atas hal itu, Faridah menyiapkan penyandang dana, yaitu:

1. Mochamad Max Alatas selaku brokes memberikan Rp 500 juta untuk pembayaran pajak 2 SHM;
2. Rey Alexander Putra memberikan Rp 650 juta; dan
3. Moch Syaf Alatas memberikan Rp 400 juta.

Setelahnya, satu per satu AJB untuk 6 SHM itu diurus Faridah bekerja sama dengan Ina Rosaina selaku PPAT. Semua proses itu diatur sedemikian rupa menyalahi aturan yang ada.

"Seolah-olah pihak pemilik Sertifikat Hak Milik tersebut telah datang ke kantor notaris menghadap notaris Faridah selaku PPAT dan notaris Ina Rosaina selaku PPAT melakukan proses jual beli seolah-olah benar kedua belah pihak itu nyata adanya dan seolah-olah telah membawa dokumen minta dibuatkan Akta Jual Beli, seolah-olah akta tersebut dibacakan di hadapan kedua belah pihak," ucap jaksa.

"Kemudian Riri Khasmita dan Edirianto menandatangani akta tersebut sedangkan pihak penjual ditandatangani orang lain yang difigurkan, sehingga terbitlah Akta Jual Beli yang dibuat di hadapan Faridah dan Ina Rosaina dan seolah-olah telah dilakukan proses transaksi jual beli yang benar antara penjual dengan pembeli, padahal semuanya itu tidak pernah terjadi dan Riri Khasmita dan Edirianto tidak mengeluarkan uang sedikit pun untuk membayar pembelian atas tanah-tanah yang dijual tersebut, demikian juga penjual tidak pernah sedikit pun menerima pembayaran dari jual-beli tersebut, bahkan pemilik Sertifikat yang dibuatkan Akta Jual Beli-nya tidak mengetahui hal itu," imbuhnya.

Halaman 2 dari 2
(ain/zap)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads