Kolom Hikmah

Ilmu

Aunur Rofiq - detikNews
Jumat, 06 Mei 2022 07:58 WIB
Foto: Edi Wahyono/detikcom
Jakarta -

Kehidupan seorang hamba harus dibekali dengan ilmu pengetahuan sebagai alat yang membantu. Di dalam ajaran Islam, ilmu pengetahuan ini sangat penting karena tanpanya bagaimana kita bisa menyembah Allah Swt. dengan khusyu' ? Oleh karena itu, ilmu tauhid akan menjadi landasan penghambaan pada Sang Pencipta.

Ketahuilah ada banyak ayat Al-Qur'an yang menegaskan tentang keutamaan ilmu seperti pada surah al-Mujadalah ayat 11, Allah Swt. berfirman, " Allah akan meninggikan derajat orang yang berilmu di antara kalian dan orang yang dikaruniai ilmu beberapa derajat."

Di hadapan Sang Pencipta, orang yang berilmu mempunyai derajat yang tinggi. Kita lanjutkan dengan firman Allah Swt. pada surah az-Zumar ayat 9, " Katakanlah apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui." dan pada surah al-Ankabut ayat 43 yang firman-Nya, " Dan tidak ada yang akan memahaminya kecuali mereka yang berilmu."

Kedua ayat terakhir memperjelas bahwa tidak sama antara orang-orang yang mengetahui dengan orang yang bodoh, karena orang yang mengetahui telah diberi keistimewaan ilmu. Juga Allah Swt. mengatakan bahwa, orang berilmu bisa memahami perintah dan mengerti tentang larangan.

Ilmu pengetahuan adalah kesenangan yang paling mulia, bagi orang-orang yang menyenanginya, tujuan dan kesungguhan yang paling utama bagi pencari ilmu, dan merupakan usaha paling bermanfaat untuk diraih bagi orang yang berusaha. Mush'ab bin Zubair berkata kepada anaknya, " Belajarlah ilmu. Jika engkau mempunyai harta, maka ilmumu menjadi keindahan."

Dilanjutkan pesan Abdul Malik bin Marwan kepada anak-anaknya, " Wahai anak-anakku, belajarlah ilmu. Jika kalian para elite, maka kalian akan unggul. Jika kalian sebagai rakyat jelata, maka kalian akan hidup." Dan salah satu ahli hikmah berkata, " Ilmu adalah kemuliaan bagi orang yang tidak mempunyai kedudukan."

Menurut Imam Ghazali bahwa manusia menuntut ilmu terbagi dalam tiga keadaan :

1. Orang yang mencari ilmu untuk menjadikan bekal di akhirat, dan menggapai keridhaan Allah Swt. maka orang itu termasuk golongan yang beruntung. Keadaan orang menuntut ilmu seperti ini menjadi dambaan para murid untuk berkelana meskipun sampai menyeberang benua.

2. Orang yang mencari ilmu demi keuntungan ( dunia ) dan mendapatkan kemuliaan, pangkat dan harta benda. Orang ini berada dalam golongan yang berbahaya. Jika ia meninggal dunia sebelum sempat bertaubat, maka dikhawatirkan ia mati dalam keadaan "su-ul khatimah". Namun jika ia mendapatkan hidayah dan taufik sebelum meninggal ia bertaubat dan sempat mengamalkan ilmu yang telah dituntutnya, maka dapat digolongkan orang yang beruntung, karena sempat bertaubat dari dosanya sama seperti orang tidak berdosa.

3. Orang yang dikuasai oleh nafsu setan, sehingga ilmu yang dituntut menjadikan alat untuk menghimpun harta benda dan hidup bermegah-megah dengan kedudukan serta merasa bangga dengan banyak pengikutnya. Orang pada keadaan ini menggunakan ilmunya untuk meraih segala hajatnya. Ia terpedaya karena merasa mempunyai kedudukan yang tinggi disisi Allah Swt. karea ia masih lagi zahirnya ( bersinar, cemerlang ) menyerupai ulma. Pakaian dan bicaranya seperti ulama, namun batinnya penuh dengan ketamakan untuk mengumpulkan kekayaan dunia. Orang dalam keadaan ini termasuk golongan yang binasa, tertipu oleh setan dan tipis harapan untuk bertaubat pada Sang Pencipta.

Berlebihan dalam perbuatan atau tindakan itu termasuk golongan orang kurang beriman, kecuali berlebihan dalam urusan menuntut ilmu. Untuk orang menuntut ilmu dalam keadaan pertama, dengan berlebihan menggali ilmu pengetahuan dan teknologi akan bermanfaat dalam kehidupan masyarakat luas. Disini niat dalam menuntut ilmu menjadi sangat penting, karena niat menjadi landasan berbuat setelah menjadi orang berilmu. Saat ini lagi ramai orang ingin memiliki " gelar akademis " karena dengan gelar tersebut seakan derajatnya meningkat sangat tinggi. Ada yang dengan belajar secara konvensional, ada yang mendapatkan gelar kehormatan dan semua itu yang dianggap merupakan hasil upaya perjuangannya. Menariknya titel ( gelarnya ) selalu tidak lupa menempel disamping namanya. Sehingga pada posisi ( kedudukan tertentu ) seseorang harus memenuhi dengan gelar tertentu pula ( misal lulus S3 ).

Banyak kalangan lebih menghargai gelar formal daripada konten ( kemampuan riil ), ini yang menjadikan gelar formal tersebut menjadi tujuan. Saat ini juga ramai diperbincangkan tentang gelar kehormatan yang dikeluarkan Perguruan Tinggi yang disebut Honoris Causa ( H.C ). Tentu pertimbangan Perguruan Tinggi memberikan dengan pertimbangan matang dan melalui seleksi, namun jika ada Pimpinan Instansi dimana juga membawahi Perguruan Tinggi dan ia dapat gelar H.C dari Perguruan tersebut, ini yang kadang menjadi pertanyaan masyarakat. Penulis berharap para penerima gelar dengan belajar maupun yang diberikan gelar kehormatan untuk berniat seperti keadaan pertama ( Imam Ghazali ) dan jika merasa ada yang salah dengan niat sebelumnya, maka bertaubatlah minta ampunan pad Sang Pencipta serta amalkan ilmu yang pernah dituntutnya.

Imam Asy-Syafi'i menjelaskan bahwa banyak ilmu memiliki korelasi dengan agama dan beliau berkata, " Barang siapa yang belajar Al-Qur'an, maka harganya tinggi. Barang siapa yang belajar fikih, maka kualitasnya mulia. Barang siapa yang menulis hadis, maka argumentasinya kuat. Barang siapa yang belajar matematika, maka pendapatnya melimpah. Barang siapa yang belajar bahasa, maka lembut karakternya. Barang siapa yang tidak menjaga dirinya, maka ilmunya tidak bermanfaat."

Oleh karena itu, maka pilihlah niat yang benar dan bidang yang dituntut ilmunya sesuai kebutuhan zaman ke depan. Semoga dalam masa-masa mendatang kaum muslimin negeri ini berbondong-bondong menuntut ilmu meski berlebihan, sehingga pada saatnya memberikan kontribusi pada negeri tercinta ini.

Aunur Rofiq

Sekretaris Majelis Pakar DPP PPP 2020-2025

Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia)

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih - Redaksi)




(erd/erd)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork