Gerak Dikti-LPDP Evaluasi Rektor ITK Usai Status SARA Jadi Kontroversi

Gerak Dikti-LPDP Evaluasi Rektor ITK Usai Status SARA Jadi Kontroversi

Tim detikcom - detikNews
Senin, 02 Mei 2022 08:30 WIB
Prof Budi Santosa Purwokartiko
Rektor ITK Budi Santosa Purwokartiko (Foto: dok istimewa/website ITK)
Jakarta -

Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Budi Santosa Purwokartiko menuai kontroversi karena penyataan di akun media sosialnya yang menceritakan pengalamannya terkait wawancara beasiswa LPDP berbau SARA. Atas hal itu, Dikti dan LPDP bergerak melakukan evaluasi.

"Tim Dikti berkoordinasi dengan LPDP sudah menindaklanjuti," kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Dirjen Diktiristek), Kemendikbud-Ristek Profesor Nizam saat dihubungi, Minggu (1/5/2022).

Nizam mengatakan Kemendikbud-Ristek sangat menyayangkan dosen yang membuat ujaran berbau SARA di media sosial. Dia menyinggung norma akademisi dan kode etik reviewer LPDP.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami sangat menyayangkan kalau dosen sampai membuat ujaran yang bernuansa SARA di media sosial. Apalagi sebagai seorang reviewer terikat dengan kode etik reviewer. Kalau betul itu tulisan yang bersangkutan, maka telah melanggar norma sebagai akademisi dan reviewer Dikti/LPDP," ujarnya.

Nizam mengingatkan dosen di seluruh kampus tidak membuat ujaran yang menimbulkan kebencian dan bernuansa SARA di media sosial. Sebab, kata Nizam, kampus merupakan tempat para intelektual mencerahkan masyarakat.

ADVERTISEMENT

Lebih lanjut Nizam menyampaikan akan ada evaluasi terhadap Budi karena yang bersangkutan merupakan reviewer LPDP. Menurutnya, pihak kampus perlu membuat tim etik atau dewan kehormatan untuk menindaklanjuti persoalan tersebut.

"Sebagai reviewer, akan dilakukan evaluasi. Kalau betul melanggar kode etik, tentu akan menerima sanksi dan tidak lagi diberi kepercayaan untuk me-review. Demikian pula sebagai akademisi. Semua tentu ada prosesnya. Karena yang bersangkutan adalah dosen, yang pertama harus dilakukan adalah perguruan tinggi yang bersangkutan membentuk tim etik/dewan kehormatan untuk memeriksa kasusnya," ucapnya.

Respons LPDP soal Status Rektor ITK

Rektor ITK Budi Santosa Purwokartiko dituding menyampaikan ujaran bernada SARA dan kebencian lewat media sosial Facebook miliknya saat menceritakan pengalamannya sebagai pewawancara calon penerima beasiswa LPDP. Pihak LPDP memastikan akan mengevaluasi Budi Santosa Purwokartiko sebagai pewawancara program beasiswa LPDP imbas postingan itu.

"Tulisan Saudara Budi Santosa Purwokartiko adalah opini pribadi, namun berpotensi menimbulkan risiko reputasi terhadap kegiatan yang bersangkutan sebagai pewawancara (interviewer) program Beasiswa Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA), yaitu program untuk mendanai mahasiswa Indonesia yang melakukan mobilitas di universitas terkemuka di luar negeri selama kurang lebih satu semester," ucap Direktur Utama LPDP Andin Hadiyanto dalam keterangannya, Minggu (1/5).

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya:

Simak Video: Kontroversi Rektor ITK Sindir Manusia Gurun Pengucap 'Barakallah'

[Gambas:Video 20detik]



Atas tindakan Budi, Andin memastikan pihaknya akan berkoordinasi dengan Kemendikbud-Ristek untuk mengevaluasi kinerjanya sebagai interviewer. Hal ini demi menjamin pelaksanaan seleksi berjalan objektif, adil, dan menghargai keberagaman.

"LPDP akan terus berkoordinasi dengan Kemendikbud-Ristek untuk terus mengevaluasi dan mengawasi pelaksanaan tugas para interviewer guna menjamin pelaksanaan seleksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ucapnya.

Bantahan Budi Santosa Purwokartiko

Sebelumnya, Rektor ITK Budi Santosa Purwokartiko dianggap rasis karena status di media sosialnya saat menceritakan pengalamannya sebagai pewawancara calon penerima beasiswa LPDP. Budi Santosa Purwokartiko pun membantah.

Prof Budi Santosa menjelaskan tulisan itu adalah opini pribadinya, bukan sebagai Rektor ITK. Dia menegaskan sama sekali tidak berniat merendahkan orang yang menggunakan jilbab. Menurutnya, kebetulan 12 orang mahasiswi yang dia wawancarai saat itu tidak ada yang berkerudung.

Menurut Prof Budi Santosa, adanya kecaman atas atas statusnya tersebut merupakan kesalahpahaman.

"Mereka itu sangat salah paham. Saya menggunakan (kalimat) yang jadi masalah kan, mereka tidak ada yang pakai kerudung ala manusia gurun kan ya? Jadi maksud saya tidak seperti orang-orang yang pakai tutup-tutup, kayak orang Timur Tengah yang banyak, pasir, angin, panas gitu ya," kata Budi seperti dilansir dari detikSulsel, Sabtu (30/4).

"Itu konsekuensi dari bahasa tulis ya. Mungkin persepsinya akan berbeda-beda ya. Tapi banyak yang memotong, maksudnya men-screenshot, kemudian dikasih pengantar seakan-akan saya tidak adil, diskriminatif. Itu yang menurut saya, saya sayangkan. Dan orang tidak membaca tulisan aslinya," sambungnya.

Prof Budi Santosa Purwokartiko menegaskan tidak menilai berdasarkan SARA, misalnya orang tersebut mengenakan kerudung atau tidak. Dalam wawancaranya terhadap peserta program tersebut pun, menurutnya, tidak ada pertanyaan mengenai agama.

"Padahal saya menilai tidak berdasarkan dia pakai kerudung atau nggak. Nggak ada, karena poin-poin yang dinilai bukan itu. Bahkan pertanyaan mengenai agama saja nggak ada. Jadi anak-anak yang nggak pakai kerudung itu kemungkinan besar juga ada anak-anak muslim ya. Tapi ya kita nggak tahu karena kita nggak tanya tentang agama sama sekali. Kita hanya nanya apa yang akan mereka lakukan, programnya apa, nanti kalau pulang kontribusi buat masyarakat apa, buat perguruan tingginya apa, buat bangsanya apa," jelasnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads