Jika kegagalan menimpa diri kita kita bekerja keras, maka katakanlah: "Inilah aku". Terimalah dirinya sediri karena qadha dan qadr seseorang berbeda satu sama lain. Mungkin ada qadha-nya sama tetapi qadr-nya berbeda. Perbedaan antara keduanya ialah qadha merupakan ilmu Allah yang terdahulu, yang dengannya Allah menetapkan segala sesuatu sejak azali. Sedangkan qadar, terjadinya penciptaan sesuatu sesuai ukuran dan timbangan perkara yang telah ditentukan sebelumnya.
Qadha ketentuan yang bersifat umum, generik, dan global sejak zaman azali, sedangkan qadr adalah bagian-bagian, mikro, dan perincian-perincian dari ketentuan qadha. Jika beberapa gelas jatuh ke lantai dari ketinggian tertentu maka qadha gelas-gelas itu pasti pecah, namun serpihan masing-masing gelas berbeda-beda satu sama lain. Pecahnya gelas-gelas yang jatuh ke lantai merupakan qadha, tetapi serpihan pecahan masing-masing gelas berbeda-beda satu sama lain, itu disebut qadr.
Baca juga: Jangan Bersedih! |
Tidak ada orang yang betul-betul sempurna, seperti tidak ada juga orang yang betul-betul hina. Selalu ada kelebihan dan kekurangan pada diri setiap orang. Jika kemiskinan dan kebodohan mendera ingatkan diri bahwa kita lahir tanpa sehelai benang di badan. Separah apapun kemiskinan dialami seseorang tidak mungkin memperbaiki kondisi hidupnya dari nol. Minimal sudah pernah pengalaman dan pengetahuan. Jika kita menatap makhluk Tuhan yang ada di bawah pasti kita masih bisa menemukan kelebihan diri kita. Sehebat apapun diri kita pasti masih punya kelemahan jika kita menatap ke atas. Karena itu, jangan pernah mengambil tolak ukur orang lain di dalam mengukur diri sendiri. Mari kita mengukur diri dan keluarga kita sendiri berdasarkan apa adanya, bukan bagaimana seharusnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kita tidak bisa memaksa anak kita untuk rengkin di sekolah seperti anak tetangga. Mungkin anak tetangga mengkonsumsi makanan dan minuman standar 4 sehat 5 sempurna, tetapi karena keterbatasan yang kita miliki, maka gizi anak kita di bawah standard gizi anak tetangga. Mengukur anak kita dengan menggunakan ukuran anak tetangga tentu tidak bijaksana, bahkan boleh jadi mendhalimi anak sendiri karena memaksakan kehendak di luar kemampuan anak.
Baca juga: Menghargai Senior |
Kita perlu melihat diri kita dalam konteks makro. Di balik kelemahan kita pasti ada sesuatu yang dapat kita banggakan. Akan tetapi di balik kebanggan kita pasti ada kelemahan mendasar, yang mungkin hanya kita paling tahu. Karena itu, cara paling bijak di dalam mengukur diri pada setiap kejadian menimpa diri kita ialah menerima kenyataan diri seperti apa adanya. Kita kembalikan pada diri kita bahwa kita memang bukan orang lain. Kita adalah diri kita sendiri. Dengan demikian, persoalan dan beban hidup akan terasa lebih ringan. Simaklah doa yang diajarkan Tuhan: "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". (Q.S. al-Baqarah/2:286).