Jangan Bersedih!

Kontemplasi Qalbu (59)

Jangan Bersedih!

Nasaruddin Umar - detikNews
Senin, 25 Apr 2022 05:30 WIB
Poster
Foto: Edi Wahyono
Jakarta -

Bersedih hati tidak pernah diinginkan semua orang. Akan tetapi kenyataan itu selalu saja terjadi pada setiap orang, tanpa dibedakan laki-laki perempuan, anak-anak atau orang dewasa, orang kaya atau orang miskin.

Hanya saja pandangan dunia (world view) yang membuat orang bersedih hati berbeda antara satu sama lain. Ada orang bersedih karena ditimpa musibah, itulah orang kebanyakan. Sebaliknya ada orang yang bersedih karena diuji dengan kesenangan dan kemewahan, itulah orang-orang arif. Yang pertama bersedih hati karena terhentinya kesenangan dan kebahagiaan hidup karena datangnya musibah, yang kedua bersedih karena hilangnya kesulitan dan kegetiran hidup yang membuatnya senantiasa dekat dengan Tuhannya. Ia bersedih hati jika kesenangan dan kemewahan hidup mendatangi dirinya karena khawatir kekasuhnya, Allah Swt yang selama ini menyertainya meninggalkan dirinya.

Karena itu, apapun yang menimpa diri kita hendaknya tidak membuat kita bersedih hati, karena di balik semua itu ada hikmahnya. Inilah maksud pernyataan Nabi Muhammad Saw: "Terimalah dengan penuh kerelaan dengan apa yang Allah berikan kepadamu, niscaya kamu menjadi manusia yang paling kaya". Jika seseorang mampu bersahaabat dengan segala apapun yang datang pada dirinya maka sesungguhnya itulah orang yang paling berbahagia di dunia ini. Jika ia ditimpa musibah maka ia dengan mudah bisa bersabar karena memahami makna di balik sebuah musibah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika ia menerima karunia berupa rezki dan kehormatan maka ia bersyukur sambil meneruskan hak-hak orang lain yang melekat di balik rezki itu dan mempertanggungjawabkan kehormatan yang dimilikinya. Ia tidak pernah bersedih hati jika ditimpa musibah dan kekecewaan karena dengan keadaan tersebut ia bisa lebih mudah akrab dengan Tuhannya.

Sebaliknya ia tidak pernah mabuk dan bersukaria karena kenikmatan yang diterimanya karena ia membayangkan betapa besar amanah di balik itu yang harus dipertanggung jawabkan. Ia betul-betul menjalani kehidupan sehari-harinya dengan ikhlas karena Allah Swt. Orang seperti inilah yang disebut Allah Swt 'bebas iblis'.

ADVERTISEMENT


Ketika Iblis diberi kemampuan untuk hidup sepanjang usia manusia maka ia bersumpah akan menggoda seluruh manusia kecuali orang-orang ikhlas sejati (mukhlash), seperti dalam firman-Nya: "Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba- hamba Engkau yang mukhlas di antara mereka". (Q.S. al-Hijr/15:39-40).

Sejalan dengan ayat lainnya: "Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlas di antara mereka. (Q.S. Shad/38:82-83).

Perhatikan ayat diatas, Iblis mengecualikan hamba Tuhan yang 'mukhlashin' bukannya menggunakan 'mukhlishin'. Perbedaan antara keduannya ialah mukhlish masih sadar kalau dirinya berada pada posisi ikhlas, sedankan mukhlash sudah tidak sadar kalau dirinya sedang berada dalam posisi ikhlas. Keikhlasan sudah merupakan bagian dari habit dan kehidupan sehari-harinya. Tentu kita berharap dan selalu berjuang bagaimana kita meningkat dari mukhlish menjadi mukhlash.

Orang yang mukhlash ktergantungannya hanya kepada Allah swt, bukannya kepada makhluk, sebagaimana disebutkan dalam ayat: "Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: "Tuhanku telah memuliakanku." Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya maka dia berkata: "Tuhanku menghinakanku" (QS. Al-Fajr; 15-16) .

(lus/lus)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads