Jakarta -
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menerbitkan Buku Saku panduan dan sosialisasi penanganan bencana. Buku ini ditujukan bagi desa-desa rawan bencana untuk mendorong kemandirian desa dalam beradaptasi menghadapi potensi ancaman bencana.
Mendes PDTT Abdul Halim iskandar mengatakan panduan penanganan bencana ini menjadi acuan bagi desa dalam merencanakan, menganggarkan, dan melaksanakan penanganan bencana di desa. Hal ini ia sampaikan dalam Rapat Tingkat Menteri Evaluasi Persiapan Panitia Nasional Penyelenggara Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) ke-7 tahun 2022 di Nusa Dua Bali pada Kamis (21/4).
"Rekomendasi penanganan bencana tiap desa tersusun algoritmik sesuai arah Kebijakan SDGs Desa untuk penanganan bencana: SDGs Desa Tujuan 1, 11, 12, 13, 14, 15, 16," kata Halim dalam keterangan tertulis, Jumat (22/4/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Halim menambahkan Kebijakan Penanganan Bencana di Desa dimulai dengan Surat Mendes PDTT tanggal 16 Oktober 2020 mengenai persiapan penanganan bencana dan koordinasi penanganan bencana. Kemudian, surat ini ditindaklanjuti Kepmen Desa PDTT Nomor 71 Tahun 2021 tentang Panduan Penanganan Bencana di Desa yang berisi kegiatan dan anggaran pencegahan, kesiapsiagaan, tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
"Dari 74.960 desa, terdapat 28 persen desa yang mengalami bencana pada tahun 2021. Fakta lainnya hingga tahun 2021, baru sekitar 20 persen desa yang siap dengan mitigasi bencana. Oleh karena itu, buku panduan ini penting dan akan dicetak dalam bentuk Ringkasan Kepmendesa PDTT 71/2021 divisualisasikan dalam bentuk infografis dengan menyasar desa rawan bencana," tegasnya.
Tahap Penanganan Bencana di Desa
Lebih lanjut, dia mengungkap penanganan bencana di desa terbagi dalam empat tahapan yang dimulai dengan Pencegahan dan Mitigasi. Pada tahapan ini, desa diimbau mengaktifkan kelembagaan Posyandu, PKK, kader lingkungan, kader kesehatan dan lain-lain.
Kedua, penanganan bencana dilakukan dengan gerakan hidup bersih dan sehat serta sosialisasi risiko bencana desa yang meliputi penyebarluasan selebaran, poster, dan spanduk mengenai risiko bencana.
"Yang ketiga, kemudian program Padat Karya Tunai Desa membersihkan saluran air, membuat sumur resapan, reboisasi aliran sungai. (Lalu) Musyawarah Desa penetapan rencana pencegahan dan mitigasi bencana dan/atau Peraturan Desa tentang pencegahan dan mitigasi bencana," paparnya.
Simak juga video 'DPR-Pemerintah Hentikan Pembahasan RUU Penanggulangan Bencana':
[Gambas:Video 20detik]
Halaman Selanjutnya: Tahap Mitigasi Desa
Tahap Mitigasi Desa
Lebih lanjut, Halim juga menjelaskan soal tahapan-tahapan mitigasi bencana desa. Adapun tahap pertama adalah mengintensifkan peringatan dini bencana, di antaranya penyebarluasan informasi dari stasiun BMKG, BNPB, PVMBG, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pekerjaan Umum, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Air, dan Kementerian Desa PDTT.
Selanjutnya, mitigasi bencana meliputi kesiapsiagaan yang dimulai dengan mengaktifkan relawan desa lawan COVID-19 menjadi relawan darurat bencana. Kemudian pengembangan kapasitas berupa pelatihan, pendidikan, dan sosialisasi kepada masyarakat, khususnya kelompok relawan dan para pelaku penanggulangan bencana. Dengan harapan para relawan memiliki kemampuan dan berperan aktif sebagai pelaku utama dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan-kegiatan penanganan bencana.
"Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah pengadaan peralatan bencana, antara lain peralatan keselamatan, tenda darurat, perahu karet, dan sebagainya. Pemantauan gejala alam dan potensi bencana melalui Siskamling dan kader lingkungan. Persiapan peralatan evakuasi di antaranya tandu, kursi roda, mobil ambulan/angkutan darurat dan penyiapan pos pengungsian yang aksesibel, misalnya di balai desa, sekolah, rumah ibadah," jelas Halim.
Ia menjelaskan tahap ketiga mitigasi bencana adalah tanggap darurat yang bermaterikan evakuasi korban bencana, mengaktifkan pos pengungsian, penyiapan dapur umum, pelayanan kesehatan darurat, pengamanan lokasi terdampak bencana dan pengungsian, dan pelayanan dukungan psikososial.
Serta tahap keempat adalah rehabilitasi dan rekonstruksi, seperti bantuan tunai untuk korban bencana yang belum menerima bantuan dari skema perlindungan sosial pemerintah.
"Rekonstruksi fasilitas sosial/umum dengan pola padat karya tunai dan evaluasi penanganan bencana," tambahnya.
Halim menegaskan panduan ini dapat menjadi acuan bagi desa dalam penggunaan dana desa untuk kegiatan tanggap darurat bencana. Sekaligus menjadi acuan pemerintah daerah kabupaten/kota dan provinsi, kementerian/lembaga pemerintah non kementerian dalam membina penyelenggaraan penanganan bencana di desa.
"Dana desa bisa digunakan untuk penanganan bencana dengan catatan sesuai dengan kewenangan dan diputuskan dalam musyawarah desa. Kami optimis buku panduan ini dapat memudahkan dalam mengorganisasikan sumber daya masyarakat untuk mengurangi kerentanan sekaligus meningkatkan kapasitas demi mengurangi risiko bencana," ungkapnya.
Sebagai informasi, rapat kali ini dipimpin oleh Menko PMK Muhadjir Effendy dan dihadiri pula oleh MenkumHAM Yasonna Laoly, Mendag M Lutfi, Kepala BNPB Suharyanto, Kepala BKMG Dwikorita Karnawati, dan kementerian/Lembaga terkait. Dalam kegiatan ini, Halim turut didampingi oleh Sekjen Taufik Madjid dan Kepala Balai Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Denpasar Semuel Sine.
Diketahui, GPDRR dilaksanakan setiap dua tahun dalam upaya memperkuat komitmen global dan sebagai forum berbagi praktik terbaik untuk meningkatkan kapasitas negara guna mengurangi risiko bencana. Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan GPDRR Ke-7 pada 23-28 Mei 2022 yang akan diselenggarakan di Bali Nusa Dua Convention Centre. Adapun pertemuan pada 25 Mei 2022 mendatang akan dibuka Presiden Joko Widodo dan dihadiri oleh Wakil Sekjen PBB.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini