Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan wacana amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 terbatas tak akan menyentuh soal masa jabatan presiden. Dia mengatakan amandemen terbatas ini untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
"Kami di MPR bekerja mendorong amandemen terbatas di 2 ayat saja, 1 ayat di pasal 2, 1 ayat di pasal 23 untuk menghadirkan kembali PPHN atau pokok-pokok haluan negara," kata Bamsoet, Rabu (13/4/2022).
Hal itu disampaikannya dalam Adu Perspektif bertema "Demokrasi Kita, Mendayung di Antara Karang" yang disiarkan di detikcom. Dia mengatakan saat ini negara hanya berjalan sesuai visi misi presiden 5 tahunan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, perlu kesinambungan program antarpemerintahan demi jelasnya arah pembangunan Indonesia. Dia mengatakan PPHN perlu agar program pembangunan yang menggunakan uang rakyat dipertanggungjawabkan.
Bamsoet lalu menyinggung soal pembangunan Wisma Atlet Hambalang yang mangkrak. Dia juga mengatakan perlu ada kejelasan keberlanjutan pembangunan ibu kota negara (IKN) Nusantara.
"Misalnya, (pembangunan Wisma Atlet) Hambalang. Sudah berapa banyak uang rakyat kita masuk ke sana lewat APBN? Hasilnya? Mangkrak. Tak ada kewajiban presiden selanjutnya, Pak Jokowi, setelah Pak SBY untuk melanjutkan," katanya.
"Pertanyaan kemudian, berapa banyak program Pak Jokowi membangun infrastruktur dalam jembatan ibu kota. Apakah ada jaminan nanti presiden selanjutnya meneruskan?" tambahnya.
Dia mengatakan saat ini wacana amandemen sudah selesai pengkajian. Namun muncul juga rekomendasi agar PPHN dilahirkan lewat pembuatan UU.
Bamsoet menolak wacana amandemen UUD 1945 ini merupakan inisiatifnya. Dia juga mengatakan upaya amandemen ini masih jauh.
"Wacana amandemen di MPR itu bukan ujuk-ujuk. Ini sudah sejak 2 periode lalu. Saya hanya melanjutkan rekomendasi 2 periode MPR sebelumnya untuk memasukkan PPHN ini ke Tap MPR," ucapnya.
Mahasiswa Tak Percaya
Presiden BEM KM UGM Muhammad Khalid mengaku tak percaya amandemen UUD 1945 hanya untuk menghadirkan PPHN. Dia mengatakan kepercayaan masyarakat sudah menurun terhadap wakil rakyat.
"Yang kurang adalah komunikasi politik yang kurang transparan dalam proses legislasi dalam DPR/MPR. Dan kalau mainnya seperti ini terus, perguliran wacana cepat, tahu-tahu jadi, akhirnya kan distrust dari konstituen, kepercayaan terhadap partai politik juga akan makin kecil," kata Khalid.
Dia mengatakan masih ada pihak yang terus mewacanakan amandemen UUD 1945. Dia meminta partai politik (parpol) yang tak sepakat dengan amandemen UUD 1945 juga untuk terus menyuarakan penolakan.
Khalid mengatakan saat ini bola panas rencana amandemen UUD 1945 ada di MPR.
"Yang kita lihat dan kita antisipasi, jangan-jangan Bapak Presiden itu hanya lips of service, sekadar menenangkan publik tapi main di belakang. Sehingga wacana kita menolak penundaan pemilu, perpanjangan masa jabatan terus kita lantangkan seiring dengan bagaimana juga kita mendesak pemulihan ekonomi sekarang," katanya.
"Kita juga mendesak semua parpol jangan sampai di publik bilang menolak tapi diam-diam mengesahkan proses-proses menuju amandemen untuk mengubah konstitusi tersebut," ucapnya.
Diketahui, perpanjangan masa jabatan Presiden diatur dalam Pasal 7 UUD 1945. Saat ini masa jabatan presiden dibatasi hanya 2 periode jabatan yang masing-masing 5 tahun. Konstitusi tersebut hanya dapat diubah melalui amandemen UUD 1945.