5 Desember 2017
Kembali lagi, rapat paripurna DPR menjadikan RUU P-KS (inisiatif DPR) sebagai salah satu dari 50 RUU yang masuk Prolegnas Prioritas 2018.
Berbagai pihak dilibatkan dalam pembahasan RUU tersebut, antara lain Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), Komnas Perempuan, Aliansi Cinta Keluarga Indonesia, serta para pakar hukum pidana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
RUU P-KS tak kunjung kelar, Komnas Perempuan mengkritik kerja DPR. Apalagi pada 2018, kasus tenaga honorer dari SMAN 7 Mataram, Baiq Nuril, sedang mengemuka. Saat itu Baiq Nuril diperkarakan karena merekam percakapan mesum kepala sekolah.
Tahun 2018 adalah tahun politik jelang Pemilu 2019, DPR menjelang pungkasan. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Yohana Yembise mengatakan pihaknya akan memperjuangkan agar RUU P-KS segera disahkan.
2019
Tahun 2018 berganti menjadi 2019, RUU P-KS tak kunjung disahkan. Alih-alih mendapat ketok palu DPR, RUU P-KS justru mendapat penolakan gara-gara dianggap mendukung zina.
Ada seseorang bernama Maimon Herawati yang membuat petisi penolakan terhadap RUU P-KS, judulnya 'TOLAK RUU Pro Zina' lewat change.org pada 27 Januari 2019. Maimon keberatan dengan pembolehan hubungan seksual suka sama suka di RUU itu, juga keberatan dengan materi soal aborsi sukarela di RUU itu.
Pada 1 Februari 2019, penolakan terhadap RUU P-KS muncul dari dalam DPR, tepatnya dari Fraksi PKS. Fraksi ini mengaku sudah memberi masukan untuk perubahan draf RUU P-KS, namun tidak diakomodasi. Menurut PKS, definisi kekerasan seksual di RUU P-KS terlalu bernuansa liberal dan tidak sesuai Pancasila, agama, dan adat ketimuran. PKS menilai RUU itu bisa membuka ruang perilaku seks bebas. PKS mengklaim banyak tokoh agama, ahli, dan ormas yang menolak RUU itu.
Guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Euis Sunarti juga menolak RUU P-KS. Alasannya, RUU itu dinilainya melegalkan pelacuran karena tidak mengatur larangan zina.
Muncul lagi penolakan, kali ini dari FPI. Ormas ini menolak RUU PK-S karena mengandung paham feminisme Barat yang anti-agama dan berpotensi melegalkan LGBT.
Komnas Perempuan menyatakan informasi yang menyatakan RUU P-KS bermuatan perzinaan dan seks bebas adalah hoax belaka. Situasi kemudian berubah menjadi tidak kondusif untuk RUU P-KS.
13 Februari 2019
Pada 13 Februari 2019, masa persidangan III DPR tahun 2018-2019 berakhir. RUU P-KS bersama 22 RUU lainnya diperpanjang waktu pembahasannya.