Aparatur sipil negara (ASN) penyandang disabilitas mental berinisial DH menggugat Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara (BPASN) ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta. Gugatan dilakukan terkait pemberhentian kerja secara sepihak.
"Pemerintah dan Pemerintah Daerah Wajib Menjamin Proses Rekrutmen, Penerimaan, Pelatihan Kerja, Penempatan Kerja, Keberlanjutan Kerja dan Pengembangan Karier Yang Adil Dan Tanpa Diskriminasi Terhadap Penyandang Disabilitas" ujar pengacara korban dari LBH Jakarta, Charlie Abajili, dalam keterangan tertulis menirukan bunyi Pasal 45 UU Penyandang Disabilitas, Kamis (7/4/2022)
Charlie menuturkan pihaknya bersama Perhimpunan Jiwa Sehat mendampingi korban dalam melakukan gugatannya. Dia menyebut gugatan tersebut sedang dalam proses persidangan.
"Sidang berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi yang dihadirkan Penggugat untuk mengkonfirmasi gejala-gejala disabilitas mental yang dialami DH," kata Charlie.
Charlie mengatakan DH melayangkan gugatan pada 15 November 2021. Kata Charlie, korban menggugat surat pemberhentian tidak hormat dari Menteri Keuangan Sri Mulyani.
"DH menggugat surat keputusan Menteri Keuangan RI atas pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri yang dikirimkan pada keluarganya pada Februari 2021," kata dia.
Charlie menyampaikan, dalam surat pemberhentian tertulis, alasan DH diberhentikan adalah mangkir dari pekerjaan. Namun, kata Charlie, kliennya mangkir karena menderita sakit skizofrenia paranoid.
"Dasar pemberhentian tersebut adalah DH dianggap mangkir dari pekerjaan dalam beberapa periode waktu di tahun 2020, padahal hal tersebut diakibatkan oleh skizofrenia paranoid yang mulai diderita DH yang saat itu tidak tertangani," jelasnya
DH sudah bekerja di Kementerian Keuangan selama 10 tahun. Charlie mengatakan DH mendapatkan perawatan psikologis terkait penyakitnya pada pertengahan 2021 kemarin.
Setelah itu, DH mengajukan permohonan untuk kembali bekerja lengkap dengan penjelasan kondisi dan diagnosis penyakitnya. Namun permohonan tersebut ditolak. DH juga diminta mengganti rugi ratusan juta rupiah karena dinilai melanggar aturan ikatan dinas.
"Permohonan tersebut ditolak dan DH disarankan menempuh proses banding administratif melalui BPASN. Tidak hanya itu, DH juga diminta mengganti kerugian negara ratusan juta rupiah karena dianggap melanggar ikatan dinas dengan pemberhentian tersebut," jelas Charlie.
Simak juga 'KemenPPPA Harap SAPDA Berkontribusi Besar Dalam Penanganan Kekerasan':
(dek/dek)