Serba-serbi Aturan Jenderal Andika Bolehkan Keturunan PKI Masuk TNI

Serba-serbi Aturan Jenderal Andika Bolehkan Keturunan PKI Masuk TNI

Tim detikcom - detikNews
Jumat, 01 Apr 2022 07:03 WIB
Jakarta -

Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengeluarkan aturan baru yang membolehkan anak keturunan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) ikut seleksi TNI. Apa saja yang perlu diketahui soal aturan ini?

Hal itu disampaikan Andika dalam rapat penerimaan prajurit TNI (Taruna Akademi TNI, Perwira Prajurit Karier TNI, Bintara Prajurit Karier TNI dan Tamtama Prajurit Karier TNI) tahun anggaran 2022. Momen rapat tersebut diunggah di kanal YouTube Jenderal TNI Andika Perkasa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut daftar aturan baru terkait penerimaan prajurit TNI, seperti dirangkum detikcom, Kamis (31/3/2022):

ADVERTISEMENT

1. Tes Renang Dihapus

Awalnya, Andika Perkasa meminta tes renang dihapus dari seleksi penerimaan prajurit TNI. Alasannya, pasti ada calon prajurit yang sebelumnya belum pernah berenang.

"Itu (tes renang) tidak usah lagi. Karena renang kenapa? Jadi nomor 3 tidak usah karena kita nggak fair, ada orang tempat tinggalnya jauh dan nggak pernah renang. Nanti nggak fair, sudahlah," kata Jenderal Andika, Rabu (30/3).

2. Tes Akademik Dihapus

Andika juga menghapus tes akademik dari proses rekrutmen. Dia menyebut penilaian akademik calon prajurit bisa dilihat dari nilai ijazah SMA-nya.

"Menurut saya, akademik ini, tes akademik ini sudah tinggal ambil saja IPK terus transkrip, karena bagi saya yang lebih penting, yaitu tadi ijazahnya saja, ijazah SMA, itu (nilai) akademik," terangnya.

"Mereka nggak usah lagi tes akademik, itulah nilai akademik, ijazahnya tadi kalau ada ujian nasional, ya sudah itu lebih akurat lagi," sambung Andika.

3. Bolehkan Keturunan PKI Daftar TNI

Lebih lanjut Andika meminta agar keturunan PKI dibolehkan ikut seleksi calon prajurit TNI. Dia menegaskan harus ada dasar hukum kuat apabila ingin melarang keturunan PKI bergabung dengan TNI.

"Keturunan (PKI dilarang ikut seleksi penerimaan prajurit) ini apa dasar yang melarang dia? Jadi jangan kita mengada-ada. Saya orang yang patuh peraturan perundangan. Kalau kita melarang, pastikan kita punya dasar hukum," ucapnya.

"Zaman saya tak ada lagi keturunan dari apa (PKI dilarang ikut seleksi penerimaan prajurit), tidak. Karena apa? Saya menggunakan dasar hukum. Oke? Hilang nomor 4," kata Andika.

Adapun penghapusan poin nomor 4 itu berawal dari Andika yang bertanya soal dasar hukum dilarangnya anak keturunan anggota PKI untuk daftar menjadi anggota TNI. Momen ini terjadi saat pemaparan mekanisme penerimaan prajurit TNI dari tes mental ideologi.

"Poin nomor 4, yang mau dinilai apa? Kalau dia ada keturunan dari apa?" tanya Jenderal Andika kepada Direktur D Bais TNI Kolonel A Dwiyanto.

"Pelaku kejadian tahun 1965-1966. Izin, (dasar hukumnya) Tap MPRS Nomor 25," jawab Kolonel Dwiyanto.

Jenderal Andika lalu meminta Kolonel Dwiyanto menyebutkan isi Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966.

"Siap. Yang dilarang dalam Tap MPRS Nomor 25, satu, komunisme, ajaran komunisme, organisasi komunis, maupun organisasi underbow dari komunis tahun '65," jawab Kolonel Dwiyanto.

Bagaimana tanggapan anggota DPR? Silakan klik halaman selanjutnya.

Jenderal Andika kemudian menjelaskan soal Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966. Dia menjelaskan ada dua poin utama yang diatur dalam Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966.

"Yang lain saya kasih tahu, nih. Tap MPRS Nomor 25/1966. Satu, menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang. Tidak ada kata-kata underbow (organisasi sayap) segala macam," katanya.

"Menyatakan komunisme, leninisme, marxisme sebagai ajaran terlarang. Itu isinya. Ini adalah dasar hukum, ini legal ini," tambah dia.

Jenderal Andika meminta jajarannya segera mengimplementasikan kebijakan baru ini. Ia menegaskan anak buahnya untuk segera merevisi peraturan sesuai dengan hasil rapat.

"Jadi yang saya suruh perbaiki, perbaiki, tidak usah ada paparan lagi karena sangat sedikit. Tapi setelah diperbaiki, itu yang berlaku," kata Andika.

Tanggapan DPR

Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI Rizki Natakusumah menilai sudah seharusnya penilaian calon anggota TNI berdasarkan potensi, bukan latar belakang.

"Penilaian untuk menjadi anggota TNI sudah seharusnya ditetapkan berdasarkan potensi individu tersebut untuk menjadi prajurit yang profesional dan modern," kata Rizki kepada wartawan, Kamis (31/3/2022).

"Terlepas dari latar belakang sejarah, keluarga, agama, ras, dan apa pun itu, hak dan kewajiban warga negara untuk mempertahankan negara melalui TNI harus dijunjung tinggi dan diakomodasi secara objektif," imbuhnya.

Politikus Demokrat ini mengatakan ideologi tak diwariskan secara genetik. Namun, menurutnya, kecintaan terhadap negara harus benar-benar diterapkan secara konsisten.

"Lagi pula, ideologi tidak diwariskan secara genetik. Karena itu pula, kecintaan perwira militer terhadap negara juga harus ditanamkan secara konsisten agar menjadi watak mereka ketika bertugas," ujar Rizki.

Sedangkan Anggota Komisi I DPR Fraksi Golkar Nurul Arifin mengatakan keputusan itu sudah sesuai dengan UU TNI.

Undang-undang yang dimaksud Nurul adalah Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU 34/2004) dan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit Tentara Nasional Indonesia (PP 39/2010). Dia menyebut tidak ada aturan yang melarang anak keturunan anggota PKI ikut seleksi calon prajurit TNI.

Nurul lalu mengatakan Panglima berhak menentukan kebijakan terkait persyaratan calon prajurit. Dia lantas mengusulkan agar kebijakan dibuat peraturan Panglima.

"Lebih lanjut, pada Pasal 5 ayat (4) Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 21 Tahun 2012 tentang Administrasi Penyediaan Prajurit Sukarela TNI juga telah menyebutkan bahwa persyaratan khusus untuk menjadi prajurit TNI diatur dengan peraturan Panglima," kata Nurul saat dihubungi, Kamis (31/3/2022).

"Sehingga Panglima TNI memiliki kewenangan untuk menentukan kebijakan terkait dengan persyaratan khusus tersebut. Jika Panglima TNI memandang tidak perlu ada persyaratan khusus yang melarang anak keturunan anggota PKI ikut seleksi calon prajurit TNI, maka Panglima TNI berhak untuk mengeluarkan peraturan Panglima," lanjut Nurul.

Hal senada juga datang dari Anggota Komisi I DPR RI Mayjen (Purn) TB Hasanuddin. Dia turut mendukung kebijakan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengizinkan keturunan PKI ikut seleksi calon prajurit.

"Terkait pernyataan Panglima TNI mengenai persoalan dasar hukum keturunan anggota PKI mengikuti seleksi Prajurit TNI, menurut saya, sudah benar. Intinya, kita berpegang teguh saja pada aturan soal persyaratan menjadi prajurit TNI seperti yang termaktub dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI," kata Hasanuddin kepada wartawan, Kamis (31/3/2022).

Hasanuddin sendiri mengacu pada Pasal 28 ayat (5) poin c UU 34/2004 tentang TNI. Di mana, dalam pasal tersebut diatur bahwa syarat umum untuk menjadi prajurit TNI yakni harus setia kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Karena itu, menurutnya, soal warga yang mendaftar calon prajurit TNI keturunan PKI tak perlu dipusingkan. Yang terpenting adalah pembuktian bahwa calon prajurit setia kepada NKRI.

"Persoalan pendaftar seleksi prajurit TNI adalah keturunan organisasi terlarang, seperti PKI atau organisasi radikal lainnya, menurut saya, tidak perlu diperdebatkan terlalu panjang," ucap anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) itu.

Tanggapan Keluarga Korban Tragedi 1965

Keluarga korban tragedi 1965 di Klaten juga bicara soal kebijakan Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa membolehkan keturunan anggota PKI ikut seleksi penerimaan calon prajurit TNI. Salah seorang keluarga korban bernama Supriyadi mengaku tak jadi masalah.

"Kalau saya, saya orangnya kan tidak termasuk orang pendendam. Kalau saya ndak apa-apa, itu (tragedi 1965) kan masalah dunia saja, dunia ini kan semu," ungkap Supriyadi, warga Desa Somopuro, Kecamatan Jogonalan, seperti dilansir detikJateng, Kamis (31/3/2022).

Supriyadi, yang kehilangan ayah dan kakeknya karena dihabisi massa simpatisan PKI 1965, menjelaskan kebijakan Panglima TNI itu merupakan kebijakan yang baik. Dia menilai kebijakan itu atas dasar kemanusiaan.

"Tidak, tidak (mempersoalkan). Malah itu (kebijakan panglima) kemanusiaan yang baik," terang Supriyadi.

Dengan kebijakan baru itu, sambung Supriyadi, justru diharapkan menghapus dampak yang tidak baik. Buktinya selama ini hubungan dengan keluarga eks simpatisan PKI juga baik.

"Buktinya selama ini hubungan kita baik-baik saja, tidak mempersoalkan masa lalu. Jadi tidak lagi saling mengungkit masa lalu," kata Supriyadi.

Halaman 2 dari 3
(rdp/rdp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads