Jaksa Agung ST Burhanuddin mengaku masih mendapat laporan adanya oknum jaksa nakal yang kerap bermain proyek. Burhanuddin membuka hotline pengaduan oknum jaksa nakal. Burhanuddin juga meminta jajaran kejaksaan menjaga integritas dan profesionalisme dalam menjalankan tugas dan bermedsos.
"Saya yakin dan percaya masih sangat banyak aparat saya yang baik, bekerja penuh dengan integritas dan profesional, bekerja dengan ikhlas bahu-membahu membangun citra Kejaksaan yang kita cintai. Namun sayang, seringkali kerja keras kita membangun citra institusi dirobohkan sendiri oleh perilaku oknum kejaksaan, mitra kerja kita sendiri yang dengan sadar menjadi benalu dan pengkhianat," kata Burhanuddin, dalam keterangan tertulis yang disampaikan Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana, Rabu (30/3/2022).
Burhanuddin mengatakan, untuk menjaga marwah institusi, Kejagung membentuk Satgas 53 sebagai jawaban atas masih adanya laporan 'oknum kejaksaan nakal. Burhanuddin merasa imbauan dan peringatan sudah cukup diberikan, oknum jaksa nakal akan diberikan tindakan tegas dan menghentikan siapa pun anggota yang tidak mau dibina dan tidak mau tunduk pada perintah dan kebijakan pimpinan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perlu saudara sekalian ketahui bahwa satgas 53 telah bekerja dengan efektif, sudah banyak oknum pegawai kejaksaan yang ditangani oleh satgas 53, baik oknum jaksa maupun oknum tata usaha, bahkan beberapa diantaranya terpaksa saya pidanakan," imbuhnya.
Oleh karena itu, agar tidak menambah daftar panjang pegawai yang ditindak, Burhanuddin memerintahkan seluruh jajaran Kejaksaan khususnya jajaran Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat untuk menghentikan segala praktek perbuatan tercela, penyalahgunaan kewenangan dan kedudukan. Burhanuddin menegaskan akan memberi sanksi tegas bagi oknum yang coba membangkang.
Terkait hal tersebut, pada 31 Januari 2022, Jaksa Agung telah memberikan pengarahan khusus kepada seluruh jajaran Kejaksaan RI secara virtual, tetapi pada Februari, Burhanuddin masih mendengar adanya oknum Kejaksaan RI yang mengintervensi proyek pemerintah. Maka Burhanuddin mengingatkan kembali dalam bentuk Surat Jaksa Agung nomor 41 tanggal 15 Februari 2022.
"Namun tidak sampai 1 bulan sejak saya mengeluarkan surat tersebut, saya masih menerima laporan yang sama dari berbagai daerah, hingga akhirnya saya mengeluarkan Surat Jaksa Agung nomor 66 tanggal 9 Maret 2022. Perlu saudara ketahui bahwa surat tersebut saya keluarkan sehubungan dengan masih adanya anggota kejaksaan yang melakukan perbuatan tercela minta minta proyek, mengintervensi proses pengadaan barang dan jasa," ungkap Burhanuddin.
Oleh karena itu, untuk memberantas praktik oknum Kejaksaan bermain proyek, Burhanuddin membuka hotline khusus yang operasionalnya langsung di monitor untuk menerima laporan ataupun aduan terkait perbuatan tercela oknum Kejaksaan. Burhanuddin memastikan seluruh laporan ditanggapi secara serius.
"Adapun laporan-laporan yang masuk ke hotline saya saat ini sedang saya cermati untuk menemukan kebenarannya, tetapi terlepas benar salahnya laporan tersebut, saya minta kepada seluruh jajaran Kejaksaan dan khususnya Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat yang merasa masih melakukan perbuatan tersebut segera hentikan, karena saya tidak akan segan-segan untuk menindak tegas pegawai yang masih melakukan perbuatan itu," ujarnya.
Lebih lanjut, Burhanuddin juga meminta jajarannya beretika dalam bermedsos. Selain itu, ia mengingatkan jajarannya tidak berperilaku bermewah-mewah atau hedonistik.
Oleh karena itu, ia meminta mematuhi surat Jaksa Agung Nomor 41 tanggal 18 Mei 2021 tentang Bijaksana dalam Penggunaan Media Sosial. Surat itu dikeluarkan karena Jaksa Agung RI melihat, dan khususnya di media sosial ada beberapa pegawai Kejaksaan RI yang suka bergaya hidup sok hedonis, gemar mengunggah photo ataupun video dengan berpenampilan sok mewah di media sosial.
"Kita sering kali lupa bahwa apa pun yang kita unggah pada dasarnya telah masuk ke dalam ruang publik yang menyebar dan tersebar tanpa kendali kita lagi, sehingga dapat dikatakan apa pun yang kita unggah pada dasarnya kita sedang membuka diri kita ke media iklan tanpa batas, disana tidak ada lagi ruang privat tanpa kehati-hatian dan kontrol ketat, maka pada dasarnya kita sedang menelanjangi diri kita sendiri," ujarnya.
Hal itu disampaikan Burhanuddin dalam kunjungan kerjanya di Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat. Burhanuddin juga menyampaikan beberapa pesan kepada jajaran Kejati Kalbar, sebagai berikut:
1. Kalimantan Barat merupakan wilayah perbatasan langsung dengan Negara lain dengan terbukanya border-border besar dan jalur tikus yang berada di luar pantauan petugas, maka diharapkan perlunya ada pengawasan (monitoring) untuk menjaga komoditas dalam Negeri terutama Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan produksi rumahan.
2. Jangan sampai ada pegawai yang mengganggu dan bermain proyek di Pemerintah Daerah atau proyek pusat, dan akan dilakukan tindakan tegas apabila ada yang terbukti melanggar, oleh karenanya ini harus menjadi perhatian khusus.
3. Penggunaan produk lokal minimal 40% di proyek-proyek daerah dalam pendampingan dan pengamanan proyek di daerah untuk menjadi perhatian dan menjadi bahan evaluasi serta masukan kepada Pemerintah Daerah. Seluruh insan Adhyaksa bertanggung jawab atas citra positif Kejaksaan, dan bangun inovasi yang bermanfaat untuk meningkatkan pelayanan publik.
4. Kinerja Kejaksaan RI terutama pejabat struktural juga diukur bukan saja penanganan perkara khusus tapi juga akan diukur dari penggunaan restorative justice dalam penanganan perkara pidana umum. Maka, media sosial yang dimiliki oleh seluruh satuan kerja dapat digunakan untuk mempublikasikan seluruh kinerja sehingga seluruh masyarakat mengetahui kinerja Kejaksaan karena ini merupakan hal yang penting.
Jaksa Agung Menyaksikan Penghentian Penuntutan di Kejati Kalbar
Dalam kunjungannya di wilayah Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, Burhanuddin juga menyaksikan penghentian penuntutan berdasarkan restorative justice. Salah satu kasus yang dihentikan penuntutannya adalah kasus pencurian yang dilakukan tersangka Rian alias Ian.
"Jaksa Agung Republik Indonesia Burhanuddin didampingi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Fadil Zumhana pada saat melakukan Kunjungan Kerja di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Kalimantan menyaksikan pemberian Surat Penghentian Penuntutan (SKP2) atas Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif terhadap 1 (orang) Tersangka yaitu Rian alias Ian dari Kejaksaan Negeri Kota Pontianak yang melakukan percobaan tindak pidana pencurian," kata Ketut.
Kasus itu bermula, tersangka bertengkar dengan istrinya yang sedang hamil 8 bulan, selain itu tersangka juga mengambil kredit motor dengan cicilan Rp 800 ribu per bulan. Sedangkan pekerjaan tersangka sebagai pencetak batako dan pengangkut pasir hanya Rp 80 ribu per bulan.
Selain itu, tersangka merupakan tulang punggung keluarga besar yang membiayai ibu dan 2 adiknya yang masih bersekolah. Sementara itu, mengingat istrinya akan melakukan persalinan dan tidak ada biaya, tersangka meninggalkan rumah dengan mengendarai motor pada malam hari, kemudian melihat korban bernama Nurul Aini yang sedang mengendarai motor sambil menelepon.
Akhirnya tersangka merampas handphone tersebut dan terjadi perebutan. Korban lalu mempertahankan handphone-nya hingga akhirnya tersangka dan korban terjatuh, warga sekitar akhirnya membantu mengamankan tersangka.
Adapun alasan tersangka melakukan penghentian penuntutan adalah tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, terjadi kesepakatan perdamaian antara korban dan tersangka dan menerima biaya pengobatan Rp 1.000.000, tersangka juga merupakan tulang punggung keluarga dan istri sedang hamil besar.
"Alasan tersangka melakukan pencurian adalah demi membiayai persalinan sang istri yang sedang hamil 8 bulan," katanya.
Selanjutnya, Jaksa Agung memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Kota Pontianak untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, sebagai perwujudan kepastian hukum.