Hal itu disampaikannya dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR RI secara virtual bersama Dewan Pengurus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Provinsi Kalimantan Tengah, di Palangka Raya, Senin (28/3/2022).
"Partai politik yang memahami Empat Pilar MPR tentu tidak mungkin mencalonkan orang-orang yang anti dengan Empat Pilar MPR," kata Hidayat Nur Wahid dalam keterangannya, Selasa (29/3/2022).
Pria yang akrab disapa HNW itu menguraikan partai politik menjadi entitas penting dalam era reformasi. Sebab UUD 1945 yang asli (sebelum diamandemen) sama sekali tidak menyebut kata 'partai politik' dan juga tidak disebut soal pemilihan umum, atau pembatasan masa jabatan presiden. Pun dalam UUD RIS 1949 tidak disebut-sebut soal partai politik.
Melanjutkan, HWN mengatakan dalam UUDS 1950 ada kata 'partai politik' yang disebut terkait dengan pemilihan anggota DPR. Sedangkan Dekrit 5 Juli 1959, kembali kepada UUD 1945 asli yang tidak menyebutkan soal partai politik. Barulah pada era reformasi, amandemen UUD memunculkan kata partai politik pada Pasal 22E ayat 3 dan Pasal 6A ayat 1 dan 2.
"Karena itu partai politik sudah menjadi bagian dalam ketentuan UUD. Begitu juga soal Pemilu, menjadi bab baru dalam UUD NRI Tahun 1945. Dengan ketentuan seperti itu, kita berada di era yang berbeda dengan era Orde Lama dan era Orde Baru," papar HNW.
Partai politik memiliki peran luar biasa pada era reformasi. Disebut dalam UUD NRI Tahun 1945 Pasal 22E ayat 3 dan Pasal 6A ayat 1 dan 2. Pasal 22E ayat (3) menyebutkan Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.
Kemudian Pasal 6A (1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. (2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
"Partai politik yang akan mempersiapkan calon presiden, calon wakil presiden, calon anggota DPR dan DPRD," jelasnya.
Dengan memahami Empat Pilar MPR RI partai politik tidak mungkin mencalonkan presiden, wakil presiden, dan anggota legislatif yang anti Pancasila, anti UUD NRI Tahun 1945, anti NKRI, dan anti Bhinneka Tunggal Ika.
"Partai politik tidak mungkin mencalonkan orang komunis karena anti Pancasila, atau separatis karena anti NKRI," jelas HNW.
"Kalau partai politik tidak memahami Pancasila, mungkin orang yang diajukan sebagai calon presiden atau calon anggota DPR atau DPRD tidak sesuai dengan Pancasila," imbuhnya.
Ia mencontohkan jika tidak memahami Pancasila partai politik bisa saja mengajukan calon yang mengabaikan keadilan.
"Di sinilah partai politik penting memahami Empat Pilar MPR. Partai politik semestinya mengajukan calon presiden atau wakil presiden, anggota DPR dan DPRD yang memahami Empat Pilar MPR sehingga bisa melanjutkan warisan sejarah para pendiri bangsa," tambahnya.
MPR bekerja sama dengan seluruh pihak seperti ormas, yayasan, sekolah, perguruan tinggi, organisasi profesi. Kemudian juga lembaga negara seperti TNI, Polri, termasuk juga partai politik. Sosialisasi Empat Pilar kepada partai politik sangat penting karena Indonesia adalah negara demokrasi.
"Demokrasi yang benar menghidupkan semangat berpartai politik," ucap HNW.
HNW mengapresiasi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menyelenggarakan sosialisasi Empat Pilar MPR RI sampai ke tingkat bawah.
"Ini membuktikan bahwa partai politik di era reformasi memang seharusnya berada di garda terdepan untuk memahami Empat Pilar MPR," pungkasnya.
Hadir dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR ini antara lain H Ahmad Syaikhu (anggota Fraks PKS MPR RI), Sirajul Rahman (Ketua DPW PKS Kalimantan Tengah), H. Heru Hidayat (Ketua MPW PKS Kalteng), Misbahul Munir (Ketua DSW PKS Kalteng), para ketua DPD, dan tokoh masyarakat Palangka Raya Kalimantan Tengah. (fhs/ega)