Direktur Sinta Agro Mandiri (SAM) Aryanto Prametu bisa sedikit merasakan angin segar setelah vonis 8 tahun penjara dianulir menjadi putusan lepas. Aryanto dijerat dalam kasus korupsi pengadaan benih jagung Rp 27 miliar.
Perjalanan Aryanto ini bermula saat kasusnya terdaftar dalam perkara nomor 7/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mtr. Dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Mataram, Aryanto Prametu dijerat dalam kasus korupsi pengadaan benih jagung Rp 27 miliar.
Tuntutan
Aryanto dituntut jaksa 9 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 4 bulan kurungan. Tak hanya itu, Aryanto dituntut membayar uang pengganti Rp 7,87 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aryanto diyakini jaksa melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam dakwaan primer. Tuntutan itu dibacakan jaksa pada 28 Desember 2021.
Putusan
Sidang vonis Aryanto digelar 10 Januari. Majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram memutuskan Aryanto bersalah dan dijatuhi hukuman pidana 8 tahun penjara. Aryanto juga didenda Rp 400 juta subsider 3 bulan kurungan.
"Menyatakan terdakwa Aryanto Prametu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan korupsi sebagaimana dalam Dakwaan Primair. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 (delapan) tahun serta denda sejumlah Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan," ujar hakim dalam putusan.
Hakim membebani Aryanto untuk membayar uang pengganti kerugian negara sesuai hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB senilai Rp 7,87 miliar subsider 1 tahun kurungan.
Pada putusan tersebut, Aryanto dinyatakan hakim terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP sesuai dengan isi dakwaan primer.
Putusan Banding
Pada 23 Maret, nasib Aryanto berubah. Aryanto divonis lepas karena diyakini Majelis hakim tingkat banding, perbuatan Aryanto bukanlah tindak pidana korupsi.
Dalam putusannya, hakim menyatakan membatalkan putusan sebelumnya yang tercantum dalam nomor perkara 7/Pid.Sus.TPK/2021/PN.Mtr. Aryanto pun dibebaskan dari segala tuntutan hukum dan diminta segera dikeluarkan dari tahanan.
"Membatalkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram Nomor 7/Pid.Sus.TPK/2021/PN.Mtr tanggal 10 Januari 2022 yang dimohonkan tersebut," tuturnya.
"Melepaskan terdakwa Aryanto Prametu dari segala tuntutan hukum (onslagh van rechtsvervolging). Memerintahkan terdakwa Aryanto Prametu segera dikeluarkan dari tahanan," sambungnya.
Dalam putusan itu, terdakwa Aryanto Prametu berhak mendapat pemulihan, baik dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya. Majelis juga menetapkan barang bukti yang disita dan dihadirkan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram dikembalikan kepada penuntut umum untuk dijadikan barang bukti dalam perkara terdakwa Lalu Ikhwanul Hubby.
Jaksa Ajukan Kasasi
Melihat putusan itu, Kepala Kejaksaan Tinggi NTB Sungarpin mengatakan akan mengambil sikap. Jaksa penuntut umum, kata Sungarpin akan mengajukan upaya hukum kasasi terkait putusan banding yang menyatakan Aryanto Prametu lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van rechtsvervolging).
"Karena putusannya 'ontslag' (lepas dari segala tuntutan hukum), sesuai dengan SOP (standard operating procedure), kami akan ajukan kasasi," kata Sungarpin.
Simak Video '11-12 Vonis Koruptor Vs Maling Kelas Teri':