Para mantan pegawai KPK selaku penggugat menghadiri sidang gugatan terkait dengan tindak lanjut rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman RI soal tes wawasan kebangsaan (TWK). Namun pihak tergugat, yakni Ketua KPK Firli Bahuri dkk dan Presiden Joko Widodo (Jokowi), tak menghadiri persidangan tersebut.
Semula sidang itu berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Kamis (17/2/2022) hari ini. Gugatan dengan nomor perkara 47/G/TF/2022/PTUN.JKT itu juga menggugat Kepala BKN Bima Haria Wibisana.
"Pihak tergugat dalam perkara ini adalah Presiden Republik Indonesia sebagai tergugat I, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tergugat II, dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebagai tergugat III. Sangat disayangkan bahwa hari ini para pihak tergugat tidak hadir di persidangan," kata Sekjen IM57+ Institute Lakso Anindito dalam keterangan tertulis.
IM57+ Institute didirikan oleh para mantan pegawai KPK yang dipecat melalui TWK. Pada kesempatan ini, para eks pegawai juga hadir bersama tim kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), AMAR Law Firm & Public Interest Law Office, LBH Muhammadiyah, dan Indonesia Corruption Watch (ICW).
Lakso mengatakan hal yang menarik dari gugatan kasus ini adalah membawa diskusi yang membawa dampak pada hubungan antarlembaga negara penunjang (Ombudsman, Komnas HAM, KIP, dll) di Indonesia. Bagaimana sebuah rekomendasi yang dikeluarkan oleh lembaga negara penunjang dapat mengikat di mata hukum dan dapat dijalankan dalam ranah ketatanegaraan Indonesia.
"Hasil rekomendasi yang dikeluarkan oleh lembaga negara penunjang tidak bisa begitu saja tidak dijalankan oleh pejabat publik pemerintah dan khususnya Presiden RI sebagai atasan tertinggi pemerintah karena hal ini berdampak pada tata kelola pemerintahan serta kebijakan yang berlaku," katanya.
Pada gugatan ini, PTUN diminta untuk melakukan rekomendasi Ombusdman RI terkait maladministrasi yang ditemukan pada peralihan pegawai menjadi pegawai ASN. Juga diminta untuk melaksanakan rekomendasi Komnas HAM yang diduga terdapat perbuatan melawan hukum pada proses TWK.
Perbuatan tersebut dinilai bertentangan dengan ayat (1) Pasal 38 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia dan Pasal 89 ayat (4) huruf d Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
"Pimpinan KPK telah melanggar amanat dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Jo Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Tindak Pemberantasan Korupsi, bahwa pegawai KPK beralih status dari pegawai Komisi menjadi pegawai ASN. Dalam pelaksanaannya peralihan tersebut menggunakan mekanisme seleksi melalui tes wawasan kebangsaan (TWK) yang kemudian hari memberhentikan 58 pegawai KPK dengan alasan tidak memenuhi syarat (TMS)," katanya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
(azh/fas)