Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menilai anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) hingga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga hakim. Namun masih banyak yang menilai mereka bukanlah sebagai pengadil layaknya hakim.
"Dunia hakim dan kehakiman sebagai dunia intelektual pascareformasi selama 20 tahun terakhir banyak sekali mengalami perkembangan mendasar. Bahkan, secara kuantitatif, sekarang muncul banyak sekali lembaga peradilan khusus dan bahkan lembaga quasi pengadilan yang dibentuk berdasarkan UU," kata Jimly.
Hal itu disampaikan dalam Seminar Internasional dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) ke-69 secara online, Kamis (17/3/2022). Hadir dalam seminar itu menjadi pembicara, Former Federal Judge, saat ini sebagai Executive Director of University of California Berkeley Judicial Institute, Jeremy Fogel. Juga King County Superior Court Judge, David Keenan, dan Pierce County Superior Court Judge, Matthew Thomas.
"Meskipun lembaga peradilan semu atau kuasi pengadilan ini oleh UU sering kali tidak disebut eksplisit sebagai pengadilan, tetapi tugas dan kewenangan yang diberikan kepadanya bersifat mengadili, sehingga para pejabat yang menjalankan kewenangan mengadili itu mau tidak mau harus dipahami juga sebagai hakim dalam pengertian luas," ujar Jimly.
Jimly memberikan contoh UU tentang Kebebasan Informasi Publik yang membentuk Komisi Informasi Pusat (KIP) dan Komisi Informasi Daerah (KID). Dalam hal pejabat publik tertentu tidak membuka atau memberitahukan kepada warga mengenai sesuatu informasi yang termasuk kategori informasi publik, padahal sudah diminta sesuai dengan prosedur yang berlaku, maka pejabat publik yang bersangkutan dapat dituntut dengan ancaman pidana 1, 2, hingga 3 tahun ke KIP.
"Berdasarkan hal itu, KIP diberi kewenangan oleh UU untuk memutus dan menjatuhkan sanksi pidana 1, 2, hingga 3 tahun penjara, dengan upaya hukum banding ke Pengadilan Negeri terdekat. Artinya, para komisioner KIP dan KID benar-benar berfungsi sebagai hakim, meskipun dalam UU tidak disebut sebagai hakim, dan KIP dan KID juga tidak disebut sebagai pengadilan," beber Jimly.
Namun Jimly menyayangkan persyaratan untuk dipilih dan diangkat menjadi anggota KIP dan KID menurut UU tentang Kebebasan Informasi Publik tersebut sama sekali tidak diatur mengenai keharusan latar belakang sarjana hukum dan pengalaman di bidang hukum dan peradilan. Akibatnya, lembaga KIP periode pertama sejak terbentuknya, tidak ada seorangpun anggotanya yang mempunyai latar belakang hukum.
"Sedangkan para hakim sendiri yang tergabung dalam Ikahi (Ikatan Hakim Indonesia), MA, MK, dan bahkan fakultas-fakultas hukum di seluruh Indonesia juga cenderung tidak menganggap para komisioner KIP dan juga para anggota atau komisioner lembaga pengadilan semu lainnya, seperti Bawaslu, KPPU, dan lain sebagainya, sebagai hakim," bebernya.
"Akibatnya lingkungan pergaulan dunia kehakiman semu ini sangat terbatas dan bersifat tersendiri, tidak ada yang membina, dan tidak terurus dalam sistem negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 ini," beber Jimly.
Baca juga: Ikatan Hakim Indonesia Dukung Revisi UU KPK |
Dalam kesempatan itu, Ketua Mahkamah Agung (MA) Syarifuddin menyatakan modernisasi peradilan tidak semata-mata hanya ditujukan pada pemenuhan sarana IT yang canggih dan modern. Namun lebih jauh dari itu, modernisasi peradilan harus dibentuk melalui sumber daya manusia yang berkinerja unggul, sekaligus memiliki pola pikir yang maju.
"Karena tantangan globalisasi akan semakin berat, seiring tuntutan masyarakat yang semakin tinggi terhadap dunia peradilan," kata Syarifuddin.
(asp/zap)