Kolom Hikmah

Luhur

Aunur rofiq - detikNews
Jumat, 04 Mar 2022 08:03 WIB
Foto: Ilustrasi: Zaki Alfaraby/detikcom
Jakarta -

Sikap harga menghargai di antara sesama manusia merupakan sikap mulia atas pengakuan eksistensi. Muhammad Rasulullah ketika mendirikan Negara Kota (Madinah), inti sikap yang mulia ini sudah dimasukkan dalam dokumen Piagam Madinah. Sikap tersebut telah ditegaskan dalam firman-Nya dalam surah al-Mumtahanah ayat 8, "Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil."

Dalam firman tersebut jelas bahwa, Allah Swt. tidak melarang yang berarti menyerukan untuk berbuat adil. Bersikap adil itu sudah ada di dalamnya sikap menghargai.

Ketika Amirul Mukminin Abu Bakar mengirim tentaranya untuk melawan Romawi di daerah perbatasan Palestina. Maka dipesankanlah pada tentaranya, agar jangan melakukan hal-hal merugikan sikap harga menghargai. Juga dikatakan agar tidak memotong pohon-pohon kayu yang berbuah, tidak mengganggu binatang ternak dan tidak mengusik pendeta-pendeta yang sedang tekun beribadah dalam biaranya.

Ini bentuk sikap harga menghargai meski dalam kondisi berperang, karena seorang pemimpin hendaknya mengedepankan akhlaknya.

Pada suatu saat ketika Yerusalem telah diduduki oleh tentara Islam yang di bawah pimpinan Abu Ubaidah bin Jarrah, Raja Pendeta Sophronius minta agar ia bisa langsung menyerahkan daerah Nasrani yang kalah kepada Amirul Mukminin Umar bin Khattab dan beliau menerimanya. Maka Ia datang ke Yerusalem dengan menunggang unta. Adapun unta yang ditunggangi bergantian dengan pengawalnya, sesekali pengawalnya menuntun dan Amirul Mukminin menunggang unta, giliran pengawalnya yang menunggang unta dan Umar bin Khattab yang menarik tali unta itu sambil berjalan kaki. Ketika sampai di Yerusalem semua orang tercengang, terutama para pembesar Nasrani yang mengelu-elukan kedatangannya, mereka menyambut dengan pakaian kebesaran. Saat sampai di Yerusalem, kebetulan Amirul Mukminin mendapat giliran menuntun unta dengan berjalan kaki, kemudian melepaskan tali unta dan bersalam-salaman dengan Raja Pendeta Nasrani yang menyambutnya.

Raja Pendeta Sophronius dengan pakaian kebesarannya dan megah, berjumpa dengan Amirul Mukminin memakai pakaian penuh debu dan ada tambalan, tak lupa sambil menjinjing kendi berisi air. Sambil berjalan berdua memasuki Baitul Makdis. Ketika Umar bin Khattab bertanya tentang perlakuan tentara Islam terhadap masyarakat Nasrani, Pendeta itu memuji-muji atas sikap harga-menghargai dan hormat-menghormati. Ini merupakan sikap atau akhlak yang dijalankan para tentara dan umat Islam saat itu.

Saat dhuhur ketika Amirul Mukminin diajak keliling Gereja. Pendeta mempersilahkan untuk shalat di Gereja, namun Amirul Mukminin menolak dengan santun dan berkata, " Oleh karena saat ini umat Islam menang dan saya tidak menggunakan kesempatan shalat dalam gereja saudara-saudara, karena saya takut umat dibelakang saya akan mengikuti jejak, yang berarti pelanggaran bagi rumah suci saudara-saudara." Lalu beliau shalat diambang pintu Gereja, tidak di dalamnya.

Kisah keluhuran budi Sang Amirul Mukminin diakui dan ditulis beberapa pengarang barat seperti F Buhl dalam karyanya yang berjudul Al-Kuds, dimuat dalam Shorter Encyclopedia of Islam. Ada penulis Kristen yang bernama Theophanes, yang menulis akhir abad 8 M. Ia menceritakan betapa luhurnya Sang Amirul Mukminin memberikan syarat-syarat perjanjian yang sangat menguntungkan bagi orang-orang Kristen.

Kedua Pemimpin ini (Abu Bakar dan Umar bin Khattab) telah menjalankan dan meneladani sikap Rasulullah. Pesan Abu Bakar pada panglima perangnya dan sikap Umar bin Khattab saat tiba di Yerusalem sebagai wilayah taklukannya, mencerminkan akhlak yang luhur dengan menghargai kepentingan masyarakat yang ditaklukkan. Tentang kesederhanaan hidupnya akan menjadikan tidak banyak kebutuhan, dan menghargai pengawalnya (Umar bin Khattab) merupakan contoh untuk sejajar di mata makhluk.

Semoga nilai-nilai keluhuran akhlak ini masih bisa tumbuh dan berkembang pada masa kini maupun masa datang.

Aunur Rofiq
Sekretaris Majelis Pakar DPP PPP 2020-2025

Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia)
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih - Redaksi)




(erd/erd)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork