Militer Rusia menginvasi Ukraina. Pengamat militer, Susaningtyas NH Kertopati, mengatakan perang kedua negara tetangga itu sudah banyak diperkirakan para pakar, dan Indonesia pun harus antisipasi.
"Konflik menahun sejak wilayah Ukraina di Krimea diduduki Rusia pada tahun 2014 berujung serbuan Rusia di bagian Timur Ukraina," kata Nuning kepada wartawan, Jumat (25/2/2022).
Dia juga menilai Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO) gagal menjalankan diplomasi pertahanan untuk mencegah terjadinya perang. Dia mengatakan NATO gagal mencegah hasrat perang Presiden Rusia Vladimir Putin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Boleh dikatakan sejak 2014, NATO tidak memberikan reaksi yang proporsional terhadap Rusia. Strategi pendangkalan NATO juga tidak efektif mencegah Putin memerintahkan operasi militer secara masif," ucapnya.
Berdasarkan ilmu pertahanan, menurutnya, perang antara Rusia dan Ukraina masuk kategori perang asimetris. Sebab, Rusia punya kekuatan superior sementara Ukraina sebaliknya.
Skenario Setop Perang Rusia Vs Ukraina
Menurutnya, Rusia ingin melaksanakan perang dalam waktu secepat-cepatnya. Sementara Ukraina pasti melancarkan perang berlarut.
"Sejarah menunjukkan bahwa kekuatan superior seperti Rusia ternyata kalah di Afghanistan. Amerika Serikat juga kalah di Vietnam dan Afghanistan," katanya.
Nuning lalu mengatakan ada tiga skenario yang dapat ditempuh dunia internasional untuk mengakhiri perang.
Nuning menyebut dua skenario di antaranya harus ada keterlibatan pihak luar yakni Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dan NATO.
"Pertama, gencatan senjata dan turun tangannya PBB. Kedua, NATO mengerahkan kekuatan penuh mengalahkan Rusia dan memukul Rusia di wilayahnya sendiri. Ketiga, Ukraina menang perang berlarut," katanya.
RI Harus Waspada Imbas Perang
Nuning mengatakan Indonesia harus mewaspadai dampak perang di sisi perekonomian hingga keamanan. Menurutnya, perlu langkah-langkah strategis untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk bagi kondisi sosial-politik di Indonesia.
"Jadi efek dominonya yang paling penting adalah harga pangan impor naik diikuti kenaikan barang lokal, biaya logistik melonjak, harga BBM menanti subsidi yang lebih besar, lonjakan harga minyak tak dapat dihindari," katanya.
Indonesia juga harus mengantisipasi ancaman keamanan dari pihak luar. Menurutnya, TNI harus terus menggelar operasi militer di Laut Natuna Utara alias Laut China Selatan.
"Indonesia juga harus waspada kemungkinan negara tertentu mengambil kesempatan ketika dunia internasional sibuk menghadapi Rusia. Gelar operasi militer di Laut Natuna Utara harus tetap dilaksanakan. Jangan sampai terjadi serangan mendadak yang dapat merugikan pertahanan Indonesia," ungkapnya.
(jbr/aik)