Ketua Institut Harkat Bangsa Sudirman Said menyesalkan ulah para pejabat tinggi negara yang kerap membuat gaduh dengan pernyataan-pernyataan kontroversial. Terbaru dan sedang hangat adalah pernyataan dari Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas terkait azan dan gonggongan anjing.
Sudirman memang sepakat dengan aturan penggunaan pengeras suara di masjid atau musala. Sebab, kata dia, di kota-kota memang pemukiman makin padat dan penghuni semakin beragam agama dan keyakinan.
"Hanya, mengatur kehidupan beragama harus dengan kebijaksanaan yang tinggi. Sebaiknya menghindari diksi yang memancing emosi atau yang merendahkan," kata Sudirman dalam keterangan tertulisnya, Kamis (24/2/2022).
Penulis buku 'Berpihak pada Kewajaran' itu menyebut publik dihadapkan pada kenyataan bahwa pemimpin kementerian yang seharusnya menjaga kerukunan dan kedamaian malah menyulut kontroversi yang tidak perlu. Seharusnya, kata dia, para pejabat publik belajar dari almarhum Frans Seda, seorang tokoh bangsa yang lama sekali menjadi pelayan publik dalam jabatan yang tinggi.
"Kata Pak Frans Seda, menteri atau pejabat tinggi negara itu punya tiga peran. Satu pembantu presiden. Dua pemimpin sektor/institusi yang dipimpinnya, dan tiga tokoh masyarakat," ucapnya.
Sudirman mengatakan, sebagai tokoh masyarakat, peran itu tak pernah berhenti meski sudah tidak lagi duduk dalam jabatan formal. Menurutnya, bila para pejabat tinggi menyadari bahwa dia tokoh masyarakat, maka segala ucapan, tindakan, dan perilakunya akan menjadi perhatian dan rujukan publik.
"Kesadaran sebagai tokoh masyarakat ini tampaknya tidak cukup tebal atau mulai luntur. Itu yang membuat pernyataan dan tindakan kontroversial banyak tampil ke wilayah publik," ujar Sudirman.
Dia menyebut tindakan atau pernyataan konyol dari pejabat tinggi negara akan menurunkan standar moralitas bernegara Indonesia.
"Kalau pernyataannya mengabaikan kepatutan, tidak menuju pada kemanfaatan umum, membuat banyak mudarat, maka orang-orang awam juga bisa bersikap, 'dia saja begitu, saya juga bisa lebih konyol-lah'," katanya.
Sudirman menilai kerusakan tata nilai bernegara dan berbangsa lebih berbahaya. Sebab, ibarat tubuh manusia, nilai-nilai dan etika adalah nerve systems-nya.
(fas/fjp)