Sudirman Said Minta Elite Hindari Diksi yang Memancing Emosi

Sudirman Said Minta Elite Hindari Diksi yang Memancing Emosi

Farih Maulana Sidik - detikNews
Kamis, 24 Feb 2022 22:29 WIB
Sudirman Said
Foto: Sudirman Said (Dok istimewa)
Jakarta -

Ketua Institut Harkat Bangsa Sudirman Said menyesalkan ulah para pejabat tinggi negara yang kerap membuat gaduh dengan pernyataan-pernyataan kontroversial. Terbaru dan sedang hangat adalah pernyataan dari Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas terkait azan dan gonggongan anjing.

Sudirman memang sepakat dengan aturan penggunaan pengeras suara di masjid atau musala. Sebab, kata dia, di kota-kota memang pemukiman makin padat dan penghuni semakin beragam agama dan keyakinan.

"Hanya, mengatur kehidupan beragama harus dengan kebijaksanaan yang tinggi. Sebaiknya menghindari diksi yang memancing emosi atau yang merendahkan," kata Sudirman dalam keterangan tertulisnya, Kamis (24/2/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penulis buku 'Berpihak pada Kewajaran' itu menyebut publik dihadapkan pada kenyataan bahwa pemimpin kementerian yang seharusnya menjaga kerukunan dan kedamaian malah menyulut kontroversi yang tidak perlu. Seharusnya, kata dia, para pejabat publik belajar dari almarhum Frans Seda, seorang tokoh bangsa yang lama sekali menjadi pelayan publik dalam jabatan yang tinggi.

"Kata Pak Frans Seda, menteri atau pejabat tinggi negara itu punya tiga peran. Satu pembantu presiden. Dua pemimpin sektor/institusi yang dipimpinnya, dan tiga tokoh masyarakat," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Sudirman mengatakan, sebagai tokoh masyarakat, peran itu tak pernah berhenti meski sudah tidak lagi duduk dalam jabatan formal. Menurutnya, bila para pejabat tinggi menyadari bahwa dia tokoh masyarakat, maka segala ucapan, tindakan, dan perilakunya akan menjadi perhatian dan rujukan publik.

"Kesadaran sebagai tokoh masyarakat ini tampaknya tidak cukup tebal atau mulai luntur. Itu yang membuat pernyataan dan tindakan kontroversial banyak tampil ke wilayah publik," ujar Sudirman.


Dia menyebut tindakan atau pernyataan konyol dari pejabat tinggi negara akan menurunkan standar moralitas bernegara Indonesia.

"Kalau pernyataannya mengabaikan kepatutan, tidak menuju pada kemanfaatan umum, membuat banyak mudarat, maka orang-orang awam juga bisa bersikap, 'dia saja begitu, saya juga bisa lebih konyol-lah'," katanya.

Sudirman menilai kerusakan tata nilai bernegara dan berbangsa lebih berbahaya. Sebab, ibarat tubuh manusia, nilai-nilai dan etika adalah nerve systems-nya.

Lebih jauh, Sudirman juga menyindir pemimpin parpol sekaligus mantan menteri, Muhaimin Iskandar, yang dianggap melakukan penerabasan kepatutan soal penundaan Pemilu 2024. Dia mengingatkan perputaran kepemimpinan nasional sudah diatur konstitusi.

"Kok tiba-tiba ada wacana mengajak pemilu dimundurkan. Tidak ada perang, tidak ada kedaruratan, suasana kehidupan berjalan normal, bahkan pandemi COVID-19 semakin dapat dikendalikan, kok tiba-tiba mengajak menunda pemilu?" ucap Sudirman.

"Apa mereka tidak sadar bahwa yang diucapkan adalah ajakan melanggar konstitusi secara kolektif. Apakah mereka mau menanggung dosa sejarah kolektif, hanya karena ingin memanjang-manjangkan masa menjabat?" sambungnya.

Sudirman menegaskan negeri ini milik rakyat, bukan milik pribadi. Menurutnya, jika mau membuat aturan semaunya yang sesuai dengan selera pribadi, para pimpinan parpol dan menteri itu perlu membentuk perusahaan privat, bukan masuk ke lembaga-lembaga publik.

"Kalau masuk ke lembaga publik, sudah jelas harus mengikuti aturan konstitusi dan perundang-undangan," tegasnya.

Lebih jauh, dia menilai perlu dibangun kesadaran bersama untuk saling mengingatkan. Sudirman menyebut elite politik harus ingat nasihat Ranggawarsita, harus 'eling lan waspada', jangan semua main gila. Sebab, semujur-mujurnya orang main gila, akan tetap lebih beruntung orang yang terjaga kesadarannya, senantiasa ingat dan menjaga kepatutan.

Sudirman mengingatkan jabatan itu sementara dan umur ada batasnya. Menurutnya, pejabat juga harus ingat yang sedang diurus itu urusan rakyat, bukan mengurus pribadi dan anggota keluarga.

"Kita harus membangun keberanian agar para kaum terdidik bersedia saling mengingatkan bila bangsa ini ingin selamat. Jangan biarkan kekacauan pikiran, ucapan dan tindakan mewarnai kehidupan bernegara kita," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(fas/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads