Herry Wirawan dihukum penjara seumur hidup oleh majelis hakim PN Bandung. Hakim dalam vonisnya juga membebankan restitusi atau pembayaran ganti rugi korban kepada negara melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
Putusan hakim tersebut mengundang polemik, publik pun mempertanyakan soal putusan restitusi yang dibebankan kepada negara. Sebab, yang melakukan pemerkosaan terhadap 13 santriwati adalah terdakwa Herry, tapi mengapa menteri (negara) yang harus ganti rugi?
Jaksa Ajukan Banding Vonis Herry Wirawan
Atas vonis seumur hidup terhadap Herry Wirawan itu, jaksa mengajukan permohonan banding. Jaksa ingin agar Herry tetap divonis hukuman mati. Apa alasannya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Banding diajukan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat ke Pengadilan Tinggi (PT) Bandung melalui PN Bandung. Memori banding disampaikan jaksa awal pekan kemarin.
Seperti dikutip dari detikJabar, Kepala Kejati Jabar Asep N Mulyana mengatakan upaya banding diajukan agar Herry mendapat hukuman mati sesuai dengan tuntutan JPU demi keadilan bagi korban. Asep menilai perbuatan Herry, termasuk kejahatan serius dan masuk kategori The Most Serious Crime. Kategori ini juga sempat jadi pertimbangan hakim saat membuat pertimbangan vonis beberapa waktu lalu.
"Kami tetap menganggap bahwa kejahatan yang dilakukan oleh Herry Wirawan itu sebagai kejahatan sangat serius ya, sehingga kami tetap konsisten bahwa tuntutan kami adalah tuntutan pidana mati," tuturnya.
Alasan Jaksa Banding: Vonis Hakim Bebankan Restitusi Korban ke Negara
Selain itu, JPU menyoroti restitusi atau pembayaran ganti rugi terhadap korban. Dalam putusan hakim sebelumnya restitusi sebesar Rp 331 juta itu dilimpahkan ke negara.
Asep menganggap restitusi itu berbeda dengan pemberian kompensasi. Maka, menurutnya, ada kekeliruan jika restitusi dialihkan ke negara, melainkan harus dibayar oleh Herry selaku terdakwa.
"Seolah kemudian nanti akan menciptakan bahwa ada pelaku-pelaku lain nanti kalau berbuat kejahatan, itu ada negara yang menanggungnya," tutur dia.
Poin lainnya dalam memori banding itu adalah pembubaran Yayasan Manarul Huda milik Herry. Keberadaan yayasan itu dinilai berkaitan dengan perbuatan Herry.
"Terkait dengan pembubaran yayasan, kami tetap konsisten untuk meminta hakim, Pengadilan Tinggi untuk membubarkan yayasan," kata Asep.
Selengkapnya halaman berikutnya.
Simak Video 'Hukuman Penjara Seumur Hidup untuk Herry Wirawan Pemerkosa 13 Santri':
KemenPPPA: Restitusi Dibayar Negara Bisa Hilangkan Efek Jera Herry Wirawan
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyambut baik banding jaksa atas vonis seumur hidup Herry Wirawan dan pembayaran restitusi 13 korban. Kementerian PPPA menyebut jika restitusi korban dibayar negara bisa berpotensi menghilangkan efek jera predator seksual.
Hal itu disampaikan Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Nahar dalam diskusi 'Restitusi vs Kompensasi bagi Korban Kekerasan Seksual' di Restoran Pulau Dua Kelapa, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (23/2/2022). Mulanya, Nahar berbicara hak restitusi korban pelecehan seksual Herry Wirawan sejatinya harus diperjuangkan.
"Bahwa di luar perdebatan antara restitusi ini harus berlaku atau ini, pada prinsipnya bahwa hak korban itu harus diperjuangkan, jadi mendukung korban mendapat restitusi itu harus diperjuangkan, karena ini untuk kepentingan korban. Jangan sampai misalnya hukuman misalnya selesai hanya diberikan pidana pokok, kemudian kalau tidak bisa membayar subsider gitu lho," kata Nahar.
Nahar menyebut pembayaran restitusi ini harus dibebankan kepada Herry Wirawan. Hal itu dilakukan untuk memberikan efek jera bagi para pelaku seksual agar tidak berkeyakinan tanggung jawabnya dibayar negara.
"Kami menghormati dan mendukung misalnya upaya bahwa ini harus dibayarkan oleh pelaku. Mendukung pemberian efek jera pada pelaku bagaimana mungkin mereka putusan seperti ini lalu kemudian, calon predator, calon pelaku ini takut gitu ya kalau misalnya tahu bahwa hal ini sudah dibayarkan negara ini 'saya melakukan ini nanti juga sudah ada yang beresin', ini menjadi catatan yang harus diperhatikan," ucap Nahar.
Nahar berharap banding jaksa atas restitusi korban dapat dikabulkan. Juga soal putusan hukuman badan kepada Herry agar dapat langsung dieksekusi.
"Maka saya ingin menyampaikan bahwa ada kemungkinan yang pertama adalah bahwa banding itu bisa diterima, oleh karena itu di memori banding kita berharap, juga meluruskan beberapa konsesi tentang restitusi sehingga kita harapkan bisa dieksekusi. Kita antisipasi bahwa ketika ini dilaksanakan kemudian tidak bisa dieksekusi lagi-lagi korban yang akan menerima dan hal ini yg harus kita antisipasi," ujarnya.
Kemudian, kata Nahar, jika banding itu ditolak, sejatinya seluruh pihak harus menghormati putusan hakim tersebut. Akan tetapi, jika restitusi ini kemudian akhirnya harus dibayar negara, akan berpotensi menghilangkan efek jera dan pelaku terbebas dari tanggung jawabnya.
LPSK: Yayasan Herry Wirawan Bisa Disita-Dijual untuk Bayar Restitusi
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengatakan pembayaran restitusi korban dapat dibebankan kepada pelaku pelecehan seksual Herry Wirawan. LPSK menyebut pembayaran itu bisa diambil dari sitaan aset berupa yayasan milik Herry.
"Pembayaran restitusi dapat dibebankan dari aset yayasan pelaku. Yayasan bubarkan lebih dahulu, aset disita dan dijual untuk pembayaran restitusi," kata Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi dalam diskusi 'Restitusi vs Kompensasi bagi Korban Kekerasan Seksual' di Restoran Pulau Dua Kelapa, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (23/2/2022).
Edwin mengatakan penyitaan aset milik Herry Wirawan dapat segera dilakukan. Hal itu dilakukan agar restitusi korban dapat terpenuhi.
"Sita aset pelaku pidana harus dilakukan sejak awal untuk dapat dibayarkannya restitusi," ujarnya.
Edwin menilai putusan hakim membebankan restitusi korban Herry Wirawan kepada negara kurang tepat. Sebab, kata Edwin, restitusi itu merupakan ganti kerugian yang diberikan kepada korban oleh pelaku atau terdakwa.
Edwin menyebut putusan restitusi kasus Herry ini merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak yang Menjadi Korban. Dalam peraturan itu, tidak dikenal adanya pihak ketiga. Kata Edwin, negara dalam hal ini tidak pada posisi menjadi pihak ketiga karena tidak ada hubungannya dengan kekuatan pidana pelaku.
Dia menilai argumentasi hakim dengan menyebut tugas negara menyejahterakan warga tidak bisa hanya dengan restitusi. Di luar itu, kata Edwin, negara sebetulnya sudah hadir melalui LPSK bahkan dukungan dan bantuan dari presiden.
"Argumentasi hakim yang membebankan KPPPA membayar restitusi dengan menyebut tugas negara adalah melindungi, menyejahterakan warga negaranya sebenarnya tidak bisa hanya dengan restitusi. Jadi jangan konteks material harus ada uang yang dibayarkan kepada korban, Karena itu di luar itu, negara sudah hadir melalui LPSK dan UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) PPA Jabar ada dukungan dan bantuan dari presiden," katanya.
Kasus Herry Wirawan, Anggota Komisi III: Aturan Restitusi Belum Terintegrasi
Putusan majelis hakim soal pembayaran restitusi korban Herry Wirawan mengundang polemik. Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menyadari aturan restitusi di dalam peraturan perundang-undangan belum terintegrasi secara tuntas.
Hal itu disampaikan Arsul dalam diskusi 'Restitusi Vs Kompensasi bagi Korban Kekerasan Seksual' di Restoran Pulau Dua Kelapa, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (23/2/2022). Arsul menyebutkan, dari sisi materiil, peraturan perundang-undangan tentang restitusi belum terintegrasi secara baik.
"Dari sisi materiil kita, maka saya melihat bahwa ketentuan-ketentuan hukum materiil kita ini yang terkait dengan restitusi ya dalam peraturan perundangan ini belum terintegrasi secara tuntas pada sistem pemidanaan dengan baik," kata Arsul.
Arsul mengatakan aturan restitusi ini tidak dijelaskan apakah masuk pidana pokok atau pidana tambahan. Karena hal itu, kata Arsul, tidak diatur dalam KUHP.
"Kemudian tidak dijelaskan apakah restitusi ini merupakan pidana pokok atau pidana tambahan karena memang restitusi tidak diatur di dalam KUHP seperti salah satu jenis pidana ya," ucapnya.
Tak cukup sampai di situ, Arsul menyebut aturan restitusi juga tidak dijelaskan mengenai siapa yang dimaksud dalam pihak ketiga dalam memberikan ganti rugi kepada korban atau keluarga korban. Hal itulah yang seharusnya perlu diperjelas kembali.
Herry Wirawan Tak Ajukan Banding Vonis Seumur Hidup Penjara
Terdakwa kasus pemerkosaan 13 santriwati, Herry Wirawan, menerima vonis seumur hidup yang diberikan hakim PN Bandung. Herry resmi tidak mengajukan banding. Karena sudah tujuh hari sejak vonis dibacakan, Herry tidak mengambil sikap terhadap putusan seumur hidup tersebut.
"Jadi, terhadap putusan, hak Terdakwa menentukan sikap. Karena tujuh hari sudah terlewati sampai Selasa kemarin, ya, Terdakwa setelah berkomunikasi dengan kami, tidak mengambil sikap. Jadi dianggap menerima," ujar Ira Mambo, kuasa hukum Herry Wirawan, dikutip dari detikJabar, Rabu (23/2/2022).
Terkait banding dari jaksa, Ira mengatakan pihaknya juga menyiapkan kontra-memori banding. Nantinya kontra-memori banding akan disampaikan ke Pengadilan Tinggi Bandung melalui PN Bandung.
"Terhadap banding jaksa yang dinyatakan kemarin oleh jaksa hari Senin, kan jaksa menyatakan banding nih, sudah mendaftarkan ya. Tentu kami selaku penasihat hukum dan Terdakwa akan mempersiapkan kontra-banding apabila memori bandingnya telah kami terima," kata dia.