4 Hal Diketahui Usai Polisi Penembak Laskar FPI Dituntut 6 Tahun Bui

4 Hal Diketahui Usai Polisi Penembak Laskar FPI Dituntut 6 Tahun Bui

Tim Detikcom - detikNews
Rabu, 23 Feb 2022 06:31 WIB
Sidang pemeriksaan terdakwa kasus penembakan laskar FPI ditunda
Sidang pemeriksaan saksi (Yulida/detikcom)
Jakarta -

Kasus penembakan laskar FPI di Km 50 Tol Cikampek telah memasuki babak baru. Para terdakwa Ipda M Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan dituntut 6 tahun penjara.

Tuntutan tersebut dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang secara virtual di PN Jaksel, Selasa (22/2/2022). Berikut ini beberapa hal yang diketahui terkait tuntutan tersebut.


1. Terdakwa Penembak Laskar FPI Dituntut 6 Tahun Penjara

Jaksa meyakini keduanya bersalah melakukan pembunuhan dan penganiayaan yang menyebabkan kematian dalam kasus Km 50.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Menuntut agar majlis PN Jakarta Selatan yang memeriksa mengadili perkara menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana merampas nyawa orang bersama-sama," kata jaksa yang hadir secara virtual yang disiarkan di layar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (22/2/2022).

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun dengan perintah terdakwa segera ditahan," imbuhnya

ADVERTISEMENT

Ipda M Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan diyakini jaksa melanggar Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 ayat (3) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


2. Pertimbangan Jaksa Tuntut Terdakwa Penembak Laskar FPI 6 Tahun

Adapun hal yang memberatkan terhadap Ipda M Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan diantaranya terdakwa telah menghilangkan nyawa seseorang dan tidak memperhatikan asas proporsionalitas.

"Hal yang memberatkan Terdakwa yang menjalankan pelaksanaan tugas yang selayaknya terhadap masyarakat tidak memperhatikan asas legalitas, nesesitas, proporsionalitas, dan penggunaan senjata api," kata jaksa saat membacakan tuntutan secara virtual di layar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (22/2/2022).

Adapun hal yang meringankan keduanya adalah Ipda Yusmin telah berprofesi sebagai polisi selama 20 tahun dan Briptu Fikri 15 tahun. Kemudian, selama menjadi polisi, keduanya tidak pernah tercatat melakukan perbuatan tercela.

"Hal yang meringankan Terdakwa Yusmin bahwa Terdakwa berprofesi sebagai polisi selama 20 tahun. Hal yang meringankan Terdakwa Rikfi berprofesi sebagai polisi selama 15 tahun," ujar jaksa.

Diketahui, Ipda M Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan didakwa melakukan pembunuhan dan penganiayaan yang menyebabkan kematian dalam kasus Km 50. Kedua polisi itu sebenarnya didakwa bersama seorang lagi, yaitu Ipda Elwira Priadi, tetapi yang bersangkutan meninggal dunia karena kecelakaan.

"Bahwa akibat perbuatan Terdakwa (Ipda Yusmin) bersama-sama dengan Briptu Fikri Ramadhan serta Ipda Elwira Priadi (almarhum) mengakibatkan meninggalnya Luthfi Hakim, Akhmad Sofyan, M Reza, dan M Suci Khadavi Poetra," ucap jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (18/10/2021).

Tonton video 'Polisi Penembak Laskar FPI Dituntut 6 Tahun Bui, TP3: Dagelan Sesat!':

[Gambas:Video 20detik]



3. Pihak Eks Laskar FPI Tuding Tuntutan 6 Tahun Bui ke Polisi Dagelan Sesat

Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) terkait tewasnya 6 anggota mantan laskar Front Pembela Islam (FPI) di Tol Jakarta-Cikampek Km 50 menyampaikan sikap soal tuntutan 6 tahun penjara terhadap 2 polisi penembak 6 laskar FPI. TP3 menilai tuntutan itu dagelan sesat.

"Kita sih tidak pernah percaya sama itu sejak awal, jadi mereka mau kasih itu hukumannya 3 tahun, 6 tahun, 10 tahun, 20 tahun, ya itu kan cuma dagelan. Jadi sedikit pun kita tidak percaya, pengadilan sesat itu, ya itu dagelan sesat, dagelan dan pengadilan sesat," kata anggota TP3 Marwan Batubara saat dihubungi, Selasa (22/2/2022).

Marwan menyebut jaksa menjalankan persidangan ini atas dasar penyelidikan Komnas HAM. Padahal, kata Marwan, penyelidikan itu hanya bersifat pemantauan.

"Masalahnya kan memang itu bukan berdiri sendiri ya, jaksa mungkin menjalankan tugas dari hasil penyelidikan Komnas HAM, padahal penyelidikan itu sendiri tidak pernah dilakukan, itu hanya sifatnya pemantauan," ucap Marwan.

Atas dasar itulah, Marwan menyebut pengadilan kasus tewasnya 6 laskar FPI ini sesat. Sebab, kata Marwan, dalam perjalanan kasus ini tidak pernah dilakukan penyelidikan tapi sudah sampai penuntutan di pengadilan.

"Jadi penyelidikan sendiri belum pernah dilakukan bagaimana kita mau bicara penyidikan, apalagi penuntutan apalagi pengadilan. Jadi dari awal sudah sesat, mestinya kalau ada kasus, kasus pembunuhan ini," ujarnya.

"Mestinya dilakukan dulu penyelidikan itu siapa, itu oleh Komnas HAM. Ya kan nanti ada tingkat berikutnya itu ada penyidikan, itu menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, gimana kita mau percaya hasilnya," imbuhnya.

Dihubungi terpisah, kuasa hukum keluarga korban 6 mantan laskar FPI, Aziz Yanuar, mengatakan penanganan kasus ini sejatinya diselesaikan di pengadilan HAM. Hal itu, kata Aziz, dilihat dari luka di tubuh para korban yang menjadi bukti adanya pelanggaran HAM berat.

"Seharusnya diselesaikan dengan peradilan HAM. Itu saja satu-satunya keinginan kami dan keluarga korban. Dari dakwaan JPU di sidang itu seharusnya para penegak hukum menyadari bahwa beragam luka di tubuh para korban menjadi bukti nyata adanya pelanggaran hak asasi manusia berat," ujar Aziz.

Aziz mengaku tak habis pikir atas tuntutan 6 tahun penjara terhadap dua polisi penembak laskar FPI. "Terakhir mengatakan dirinya sehat dituntut 6 tahun, membunuh dituntut 6 tahun, sampai jumpa di pengadilan akhirat," ungkapnya.


4. Respons Kejagung soal Tudingan TP3

Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) menuding tuntutan 6 tahun penjara terhadap dua polisi penembak enam laskar FPI merupakan dagelan sesat. Kejaksaan Agung (Kejagung) merespons tudingan itu.

"Tuntutan jaksa sudah berdasarkan fakta hukum di persidangan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak kepada wartawan, Selasa (22/2/2022).

Leonard enggan berkomentar banyak terkait ini. Dia menyebut jaksa menunggu putusan majelis hakim.

"Kita tunggu putusan pengadilan," ucap Leonard.

Halaman 2 dari 3
(yld/yld)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads