Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) terkait tewasnya 6 anggota mantan laskar Front Pembela Islam (FPI) di Tol Jakarta-Cikampek Km 50 menyampaikan sikap soal tuntutan 6 tahun penjara terhadap 2 polisi penembak 6 laskar FPI. TP3 menilai tuntutan itu dagelan sesat.
"Kita sih tidak pernah percaya sama itu sejak awal, jadi mereka mau kasih itu hukumannya 3 tahun, 6 tahun, 10 tahun, 20 tahun, ya itu kan cuma dagelan. Jadi sedikit pun kita tidak percaya, pengadilan sesat itu, ya itu dagelan sesat, dagelan dan pengadilan sesat," kata anggota TP3 Marwan Batubara saat dihubungi, Selasa (22/2/2022).
Marwan menyebut jaksa menjalankan persidangan ini atas dasar penyelidikan Komnas HAM. Padahal, kata Marwan, penyelidikan itu hanya bersifat pemantauan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masalahnya kan memang itu bukan berdiri sendiri ya, jaksa mungkin menjalankan tugas dari hasil penyelidikan Komnas HAM, padahal penyelidikan itu sendiri tidak pernah dilakukan, itu hanya sifatnya pemantauan," ucap Marwan.
Atas dasar itulah, Marwan menyebut pengadilan kasus tewasnya 6 laskar FPI ini sesat. Sebab, kata Marwan, dalam perjalanan kasus ini tidak pernah dilakukan penyelidikan tapi sudah sampai penuntutan di pengadilan.
"Jadi penyelidikan sendiri belum pernah dilakukan bagaimana kita mau bicara penyidikan, apalagi penuntutan apalagi pengadilan. Jadi dari awal sudah sesat, mestinya kalau ada kasus, kasus pembunuhan ini," ujarnya.
"Mestinya dilakukan dulu penyelidikan itu siapa, itu oleh Komnas HAM. Ya kan nanti ada tingkat berikutnya itu ada penyidikan, itu menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, gimana kita mau percaya hasilnya," imbuhnya.
Dihubungi terpisah, kuasa hukum keluarga korban 6 mantan laskar FPI, Aziz Yanuar, mengatakan penanganan kasus ini sejatinya diselesaikan di pengadilan HAM. Hal itu, kata Aziz, dilihat dari luka di tubuh para korban yang menjadi bukti adanya pelanggaran HAM berat.
"Seharusnya diselesaikan dengan peradilan HAM. Itu saja satu-satunya keinginan kami dan keluarga korban. Dari dakwaan JPU di sidang itu seharusnya para penegak hukum menyadari bahwa beragam luka di tubuh para korban menjadi bukti nyata adanya pelanggaran hak asasi manusia berat," ujar Aziz.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya:
Aziz mengaku tak habis pikir atas tuntutan 6 tahun penjara terhadap dua polisi penembak laskar FPI. "Terakhir mengatakan dirinya sehat dituntut 6 tahun, membunuh dituntut 6 tahun, sampai jumpa di pengadilan akhirat," ungkapnya.
Sebelumnya, Ipda M Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan dituntut 6 tahun penjara terkait perkara penembakan laskar FPI di Km 50 Tol Cikampek. Jaksa meyakini keduanya bersalah melakukan pembunuhan dan penganiayaan yang menyebabkan kematian dalam kasus Km 50.
"Menuntut agar majlis PN Jakarta Selatan yang memeriksa mengadili perkara menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana merampas nyawa orang bersama-sama," kata jaksa.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun dengan perintah terdakwa segera ditahan," imbuhnya.
Ipda M Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan diyakini jaksa melanggar Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 ayat (3) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Diketahui, Ipda M Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan didakwa melakukan pembunuhan dan penganiayaan yang menyebabkan kematian dalam kasus Km 50. Kedua polisi itu sebenarnya didakwa bersama seorang lagi, yaitu Ipda Elwira Priadi, tetapi yang bersangkutan meninggal dunia karena kecelakaan.
"Bahwa akibat perbuatan Terdakwa (Ipda Yusmin) bersama-sama dengan Briptu Fikri Ramadhan serta Ipda Elwira Priadi (almarhum) mengakibatkan meninggalnya Luthfi Hakim, Akhmad Sofyan, M Reza, dan M Suci Khadavi Poetra," ucap jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (18/10/2021).
(whn/fas)