Gubernur Bali Wayan Koster meminta Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) menutup produksi arak gula di Pulau Dewata. Produksi arak gula ini diduga semakin menjamur di Kabupaten Karangasem.
"Saya minta Kadis Perindag dan Satpol PP Provinsi Bali bersama Kabupaten Karangasem untuk segera menutup produksi arak gula, dan jangan takut, datangi tempat produksinya lalu tutup," kata Koster dalam keterangannya, Senin (21/2/2022).
"Sekali lagi jangan takut, karena kita harus melindungi yang besar dan yang lebih mulia, karena saya dengar para produksi arak gula itu tetap melakukan pelanggaran," imbuh Koster.
Koster mengatakan produksi arak gula di Bali harus ditutup karena mengancam tradisi dan kelestarian minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali dengan bahan baku lokal. Selain itu, produksi arak gula dinilai mengancam kesejahteraan para petani dan perajin arak, karena merugikan harga pasar.
Tak hanya itu, Koster menyebut produksi arak gula mematikan cita rasa dan citra arak Bali dan juga membahayakan kesehatan masyarakat. Sebab di dalam destilasi arak gula mengandung ragi sintetis yang terbuat dari bahan kimia.
Selain itu, kata Koster, produksi arak gula juga bertentangan dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali.
"Jangan biarkan begini-begini, apa tega kita merusak warisan leluhur kita, apa tega kita merusak produksi tradisional arak kita yang sudah dilakukan secara turun-temurun dan memberikan cita rasa yang luar biasa sampai dikenal. Di mana letak tanggungjawab kita sebagai pribadi hanya untuk mencari keuntungan dan membahayakan nyawa orang," tegas Koster.
Sementara itu, Bupati Karangasem Gede Dana menyampaikan, pihaknya melalui tim terpadu telah membina dan mengawasi keberadaan minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali yang menggunakan bahan baku di luar ketentuan, salah satunya arak fermentasi dengan bahan baku gula.
"Kami melaksanakan pembinaan dan pengawasan yang menyasar arak fermentasi berbahan baku gula dengan tujuan untuk membatasi dan menekan produktivitas dari perajin arak yang menggunakan bahan baku gula dalam proses produksinya," kata dia.
Menurutnya, fakta di lapangan oknum yang memproduksi arak berbahan baku gula sangat suka mencari untung cepat, tidak menjaga kualitas, merugikan petani, dan sudah beredar di mana-mana. Gede Dana mengaku sudah sering memarahi oknum tersebut.
"Kami sudah berkali-kali memarahi, namun tetap saja mereka memproduksi, dan saya sempat berpikir apakah boleh Dinas Perhubungan dan Satpol PP kami minta bertugas menjaga di pintu keluar menuju kabupaten/kota di Bali dan kami setop kendaraan yang membawa dirigen arak berbahan baku gula ini," ujarnya.
Bagi Gede Dana, oknum pembuat arak berbahan baku gula ini tidak kasihan kepada petani arak berbahan nira. Sebab mereka petani arak nira sudah mulai pukul 04.00 Wita sudah bekerja menaiki 15 pohon kelapa dan hanya bisa jual Rp 10 ribu per botol yang 750 cc.
"Berbeda dengan yang memproduksi arak gula ini dengan gampangnya bisa menjual Rp 10 ribu per botol. Jadi kasihan para petani Kita sudah bekerja keras melestarikan warisan nenek moyang kita," ungkap Gede Dana.
Gede Dana mengatakan wilayahnya memang memiliki berbagai potensi unggulan minuman arak Bali. Potensi ini didukung petani arak berjumlah 1.798 orang yang tersebar di 6 Kecamatan yang memanfaatkan bahan baku lokal seperti nira.
(jbr/jbr)