Deputi Penindakan KPK Karyoto menyinggung soal kilas balik kasus yang menjerat Gayus Tambunan terkait perpajakan. Karyoto menyebut harusnya kasus itu menjadi momentum di mana sistem perpajakan harus dibenahi.
"Berawal dari kejadian Gayus Tambunan itu jadi momentum bagaimana sistem perpajakan itu harus dibenahi," kata Karyoto dalam konferensi persnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (17/2/2022).
Karyoto mengatakan sistem perpajakan Indonesia menggunakan metode self assessment. Di mana pajak masih dihitung dengan manusia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena Pak Alex (Wakil Ketua KPK) jelaskan, sistem perpajakan di kita itu self assessment, ngitung sendiri dan naluri semua manusia, dan pengusaha itu bayar pajak murah dan benar," katanya.
Namun, dia menyebut bayar pajak tak semudah membayar tagihan telepon. Maka dari itu, diperlukan konsultan pajak untuk membayar pajak suatu perusahaan.
"Kalau murah dan benar enak, tapi caranya kadang tidak semudah itu membayar tagihan telepon, harus begini, begitu, maka muncul konsultan pajak dan ini diakui dalam undang-undang dan aturan Kemenkeu," katanya.
Selanjutnya, KPK hanya bisa mengimbau kepada para wajib pajak (WP) untuk hat-hati dalam menggunakan konsultan pajak. Dia berharap WP menggunakan konsultan pajak yang 'bersih'.
"Kita hanya sifatnya mengimbau. WP sekarang harus berani, kalau ada petugas pemeriksa pajak dan konsultan pajak merekayasa ya jangan dipakai jasa konsultasinya. Dicari yang clear and clean dalam memberikan konsultasi, semua sama-sama," ujarnya.
"Kalau pengusaha memberikan duit yang banyak pada negara sesuai kewajibannya, kan untuk pembangunan negara, bukan untuk siapa-siapa," tambahnya.
Hal ini disampaikan Karyoto saat mengumumkan kedua tersangka penyuap mantan Pejabat Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji. Tersangka konsultan pajak, Ryan Ahmad Ronas (RAR) dan Aulia Imran Maghribi (AIM) langsung dilakukan penahanan.
Dalam kasus tersebut, KPK lebih dulu menetapkan dua eks pegawai Ditjen Pajak, Wawan Ridwan (WR) dan Alfred Simanjuntak (AS), sebagai tersangka dalam kasus ini. Wawan langsung ditahan, namun Alfred baru ditahan akhir-akhir ini.
Terbaru, KPK juga menetapkan Wawan Ridwan menjadi tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU). Begitupun Angin, dia juga baru saja ditetapkan tersangka TPPU.
"Dari total penerimaan tersebut, tersangka WR diduga menerima jatah pembagian sejumlah sekitar sebesar SGD 625 ribu," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (11/11).
Ghufron menyebut Wawan dan Alfred diduga menerima perintah dan arahan khusus dari Angin Prayitno, selaku Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak tahun 2016-2019. Wawan dan Alfred menerima arahan dari Angin Prayitno untuk mengurus tiga perusahaan terkait kewajiban pajaknya.
Perusahaan itu adalah PT Gunung Madu Plantations, PT Bank PAN Indonesia, dan PT Jhonlin Baratama pada kurun 2016-2017. Pada saat pemeriksaan, diduga ada kesepakatan pemberian uang agar pajak tidak sebagaimana mestinya.
"Atas hasil pemeriksaan pajak yang telah diatur dan dihitung sedemikian rupa, tersangka WR dan AS diduga telah menerima uang yang selanjutnya di teruskan kepada Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani," katanya.
Dalam kasus ini, KPK lebih dulu menetapkan enam orang tersangka sebagai berikut:
1. Eks Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak, Angin Prayitno Aji (APA)
2. Eks Kepala Subdirektorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan pada Direktorat Jenderal Pajak, Dadan Ramdani (DR)
3. Konsultan pajak, Ryan Ahmad Ronas (RAR)
4. Konsultan pajak, Aulia Imran Maghribi (AIM)
5. Kuasa wajib pajak, Veronika Lindawati (VL)
6. Konsultan pajak, Agus Susetyo (AS)